Sumbangan Karl Marx terhadap Sosiologi Politik
Marx lahir
dari keluarga Yahudi di Trier, Jerman pada 1818. Ibunya berasal dari keluarga
Rabi Yahudi, sedagkan ayahnya berpendidikan sekuler da pengacara yang sukses.
Ketika suasana politik tidak menguntungkan bagi pengacara Yahudi, ayah dan
keluarganya pindah menjadi pemeluk agam Protestan. Tahun 1841bMarx meraih gelar
doktor filsafat dari Universitas Berlin, universitas yang dipengaruhi oleh
pemikiran Hegel dan oengikutnya yang kritis. Ia menikah pada tahun 1843 dan
hijrah ke Paris. Di sana ia berkenalan dengan St. Somin dan Proudhon, tokoh
pemikir sosialis, dengan Engels mitra menulis sekaligus sahabat penopang
ekonomi, serta dengan berbagai pemikiran ekonomi politik Inggris seperti Adam
Smith dan David Ricardo. Aktif dalam berbagai gerakan buruh dan komunis. Karl
Marx memberikan banyak sumbangan teoritis dan metodologis bagi sosiologi
politik, yaitu antara lain:
a. Pendekatan
materialisme historis
Istilah
materialisme historis tidak pernah digunakan oleh Marx sebagai pendekatan yang
digunakannya untuk menjelaskan realita. Ada empat konsep sentral penting dalam
memahami pendekatan materialisme historis (Morisson, 1995). Pertama, Means of Production (cara produksi),
yaitu sesuatu yang digunakan untuk memproduksi kebutuhan material dan untuk
mempertahankan keberadaan. Kedua, Realation
of Production (hubungan produksi), yaitu hubungan antara cara suatu
masyarakat memproduksi dan peranan sosial yang terbagi kepada individu-individu
dalam produksi. Ketiga, Mode of
Production (mode produksi), yaitu elemen dasar dari suatu tahapan sejarah
dengan memperliatkan bagaimana basis ekonomi membentuk hubungan sosial, seperti
masa kuno, feodal, atau kapitalis. Keempat, Force
of Production (kekuatan produksi), yaitu kapasitas dalam benda-benda orang
yang digunakan bagi tujuan produksi. Misalnya pada masa feodal, kekuatan
produksi bersumber pada tanah, alat pertanian, dan teknik penggarapan. Atau
masa kapitalis, kekuatan produksi berasal dari teknik industri, ilmu, modal,
dan teknologi mesin.
Perubahan
sosial dan budaya, termasuk juga perubahan dalam aspek politik dari kehidupan,
bersumber pada perubahan yang terjadi pada cara produksi. Perubahan cara
produksi melalui perkembangan teknologi baru, penemuan sumber-sumber baru, atau
perkembangan baru lain apa pun dalam bidang kegiatan produktif (Johnson,
1986:132). Karena cara produksi berubah, maka muncul kontradiksi antara cara
produksi dan hubungan produksi. Ketika kontradiksi telah merusak parah
keseimbanagn, maka ia akan berdampak pada perubahan terhadap hubungan produki,
seperti perubahan pada pembagian kerja, dasar, dan bentuk struktur kelas. Pada
gilirannya bisa mengubah mode produksi.
b. Teori
alienasi
Apa yang
membedakan manusia dengan makhluk lain? Kata Karl Marx, kerja! Hanya
manusialah, makhluk yang mampu melakukan kerja. Melalui kerja, oleh sebab itu,
manusia sebagai produsen. Dengan demikian, produk dari kegiatan produktif
(kerja) manusia merupakan hakikat manusia, yang menjadi pembeda dengan makhluk
lain seperti binatang. Kelau manusia itu produsen, bagaimana mungkin manusia
kehilangan atas produknya sendiri? Atau lebih tegas lagi, bagaimana mungkin
produk itu mendapat kekuasaan atas produsennya? Inilah masalah alienasi
(keterasingan) (Layendecker, 1983:248).
Kapitalisme
telah menyebabkan manusia mengalami alienasi karena hasil kreatifitas produsen
menjadi terasing/diasingkan dari produsen itu sendiri. Alienasi ini bisa
menggambarkan bentuk: (1) produsen di luar kontrol dari produsen seperti jenis,
kualitas, harga, dan pemasangan produk; (2) produsen, harus menyesuaikan diri
dengannya seperti mengikuti kapasitas produksi mesin.
c. Teori
perubahan sosial
Pada The Communist Manifesto, Marx menyatakan
“ sejarah dari semua masyarakat hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas”.
Perjuangan kelas berakar dari adanya pembagian kerja dan pemilikan pribadi.
Keberadaan pembagian kerja dan pemilikan pribadi menghasilkan kontradiksi yang
dalam dan luas pada masyarakat, yaitu antara kelompok yang memiliki (pemilik)
dan kelompok yang tidak memilki serta menciptakan stratifikasi sosial dalam
masyarakat yaitu kelas pemilik dan kelas bukan pemilik.
Pada masa
feodal, kontradiksi terjadi antara tuan tanah sebagai pemilik tanah pertanian
dan hamba sahaya ssebagai orang yang tidak memiliki alat produksi, yang bekerja
pada tuan tanah. Kontradiksi dialektis antara tuan tanah dan hamba sahaya
menghasilkan sintesis masyarakat kapitalis melalui perubahan cara produksi dan
kekuatan produksi meliputi perkembangan teknologi baru seperti ditemukan mesin
uap, pemintal dan industri lainnya serta perubahan hubungan produksi seperti
migrasi penduduk desa-pertanian ke daerah industri-perkotaan.
Pada
masyarakat kapitalis, juga ditemukan kontradiksi yang bersumber pada pemilikan
dan pembagian kerja, yaitu antara kelas borjuis, sebagai pemilik alat produksi
seperti mesin, gedung dan modal lainnya, dan kelas proletar, sebagai kelompok
yang bekerja bagi kepentingan kapitalis. Perbedaan kelas yang ada bisa tidak
disadari, khususnya oleh kelas proletar. Kelas proletar tidak memiliki
kesadaran kelas, yaitu kesadaran subjektif akan kepentingan kelas objektif yang
mereka miliki bersama orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem
produksi. Konsep “kepentingan” mengacu pada sumber-sumber material yang aktual diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu (Johnson, 1986:150-151).
Kesadaran ini disebabkan oleh superstruktur sosial-budaya, seperti ideologi,
agama, dan peraturan perundang-undangan dibangun di atas infrasturkut ekonomi,
yang notabene dikuasai oleh kelas borjuis. Superstruktur budaya seperti
menciptakan “kesadaran palsu”.
Bagaimana
munculnya keasadaran kelas dan perjuangan kelas? Kata Karl Marx, terpusatnya
kelas proletar dalam suatu daerah perkotaan tertentu akan terbentuknya jaringan
komunikasi. Sering jaringan komunikasi ini dibentuk dan kepentingan bersama
menjadi kelas maka dibentuklah organisasi kelas proletar melawan musuh bersama
(Johnson, 1986:152). Ketika organisasi telah dikembangkan maka perlu ideologi
yang mengikatnya. Krisis ekonomi masyarakat kapitalis bisa dijadikan momen
untuk melakukan revolusi.
d. Tentang
agama
Pandangan
Marx yang amat mengejutkan umat beragama adalah “agama sebagai candu
masyarakat”. pernyataan tersebut dapat dipahami karena Marx melihat bahwa
superstruktur sosiobudaya-termasuk didalamnya ideologi politik dan
agama-dibangun di atas infrasturktur ekonomi. Semua institusi sosial, termasuk
agama, didirikan atas dasar infrastruktur ekonomi (yaitu, alat-alat produksi
dan hubungan sosial dalam produksi) dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan-tuntutan dan persyaratan-persyaratan yang dimiliki oleh infrastruktur
ekonomi tersebut. pengalaman ayahnya yang pindah agama dari Yahui menjadi
Protestan adalah contoh faktual dari pengalamannya berkaitan dengan agama dan
ekonomi.
Oleh karena
infrastuktur dikuasai oleh orang/kelompok yang dimiliki, maka agama melayani
kepentingan para pemilik melalui berbagai ide, ritual, dan praktik keagamaan.
Dalam situasi seperti ini, berbagai ide, ritual, dan praktek keagamaan
menciptakan kesadaran palsu bagi para kaum yang tidak memiliki. Ketidaksadaran
terhadap kepentingan kelas objektif para kaum yang tidak memilki karena
berbagai ide, ritual dan praktek keagamaan intulah yang menyebabkan Marx
melihat agama sebagai candu, yang menciptakan masyarakat tidak sadar akan
kepentingan objektif mereka.
Sumber:
Damsar.2010. Pengantar Sosiologi Politik.
Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar