Senin, 17 Oktober 2016

KOTA DAN MASYARAKAT INDUSTRI



KOTA DAN MASYARAKAT INDUSTRI
Industri merupakan salah satu pembangunan yang mengarah pada proses perubahan perekonomian dari yang sebaian besar berupa pedesaan dan pertanian menjadi perkotaan, industri dan jasa-jasa dalam kompetisinya. Pembangunan ekonomi ini padaakhirnya akan menyebabakan terjadinya transformasi struktural, yaitu proses pergeseran pertumbuhan sektor sektor produksi dari yang semula mengandalkan sektor primer (industri) kemudian sektor jasa. Industrialisasi dianggap mampu meningkatkan kemakmuran suatu negara secara lebih cepat dibandingkan dengan strategi lain.
Perubanhan sosial menuju masyarakat industri merupakan sesuatu yang tidak bisa terelakaka. Proses industrialisasi ini tidak hanya berlaku di kota-kota besar, tetapi juga untuk kota-kota kecil yang ada di Indonesia. Industrialisasi, seperti yang dikatakan Gunnar Myrdal, yang diwujudkan dengan pendirian pabrik-pabrik besar dan modern, dianggap sebagai simbol dari kemajuan.
Industrialisasi: Proses Menjadi Masyarakat Industri
Proses industrialisasi yang terjadi di perkotaan mengakibatkan kota kebanjiran imigran dari desa dan segala aspeknya. Perbedaan budaya antara desa dan kota mengakibatkan terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya. Dalam konteks industrialisasi, hubungan desa dan kota bukan lagi hubungan adminstatif an sich, melainkan sebagia transformasi budaya dan sosial.
Laporan penelitian UNESCO (1959) tentang desa-kota di Asia yang mengalami proses industrialisasi dan urbanisasi menggambarkan beberapa kota di Asia dan Timur jauh bertentangan dengan kota-kota yang ada di Barat. Kota-kota itu masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang kental atau kebiasaan pengelompokan desa-desa. Artinya, walaupun terjadi proses urbanisasi, industrialisasi dan perkembangan ekonomi berkaitan serta kota-kota masyarakat tradisional memainkan peran dalam memodernkan struktur sosial dan ekonimi, tetapi sistem-sistem budaya, sikap individu dan tadisi tidak hancur secara keseluruhan.
Pengertian Industri dan Industrialisasi
Dalam pengertian luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Adapun pengertian secara sempit, industri atau industri pengolahan adalah kegiatan yang mengubah barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, dalam hal ini termasuk kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan (assembling).
Proses industrialisasi dapat didefinisikan sebagai proses perubahan struktur ekonomi yang didalamnya terdapat keneikan kostribusi sektor industri dalam permintaan konsumen, PDB, ekspor, dan kesempatan kerja. Industrialisasi bertujuan meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan sektor industri pengolahan sebagai leanding sektor.
Semnjak pembangunan ekonomi dimulai secara terencana sejak 1969, pendekatan yang digunakan Indonesia adalah strategi industrialisasi. Ada dua pertimbangan penting yang melandasi penggunaan strategi industrialisasi. Pertama, pada tahun-tahun tersebut, negara-negara di seluruh dunia juga mngerjakan proyek industrialisasi di negara masig-masing dengan dukungan teori pembangunan ekonomi yang memadai. Kedua, sejarah negara yang telah berhasil memejukan ekonominya selalu melewati tahapan industrialiasi pada proses pembangunannya.sejarah mencatat bahwa industrialiasi di Indonesia pada akhirnya juga menggeser aktivitas ekonomi masyarakat, dari yang semula bertumpu pada sektor pertanian kemudian bersandar pada sektor industri.
Konsep Industrialisasi
Pada dekade 1980-an, pandangan mengenai pemaknaan industrialisasi di atas mendapat kritik dari Joan Robinsos (ekonom dari cambidge University), Cohen dan Zysman (ekonom dari California University). Ketiganya mengemukakan argumentasi bahwa transformasi ekonomi hendak dipahami dan diinterpretasikan bukan hanya dalam konteks pergeseran struktural dari sektor pertanian pada sektor manufaktur kemudian sektor jasa.
Pandangan terakhir ini sangat cocok dan memadai untuk melihat kasus Indonesia mengingat karakteristik sektor basis yang dimiliki, yaitu sektor pertanian, industrialisasi yang dijalankan harus distimulus dan didasarkan pada sektor tersebut sehingga tidak akan mengganggu kondisi ketenagakerjaan.
Berdasarkan pandangan semacam itu, transformasi ekonomi dapat dikarakteristikkan dalam dua hal. Pertama, sektor pertanianharus terus mengalami dinamika internal (berupa produktivitas yang terus meningkat) dan menjadi basis bagi sektor industri yang akan dikembangkan. Kedua, sektor industri yang dikembangkan memepunyai keterkaitan dengan sektor pertanian.
Dalam model konvensional tersebut, karakteristik individualisasi umumnya diukur dengan lima indikator. Pertama, pertumbuhan ekonomi meningkat melebihi pertumbuhan penduduk. Kedua, share sektor primer menuru. Ketiga, share sektor sekunder meningkat. Keempat, share sektor jasa lebih kurang konstan sehingga sebuah megara menjadi negra industr baru. Kelima, konsumsi pangan menurun. Implikasinya pada sisi produksi peran sektor primer berkrang dan di sudut permintaan peran faktor konsumsi berkurang.
Industrialiasi di Indonesia
Menurut departemen perindustrian, industri nasional Indonesia dikelompokan menjadi tiga kelompok besar tersebut:
a.       Industri dasar yang meliputi kelompok industri mesin dan logam dasar (IMLD) dan kelompok kimia dasar (IKD).
b.      Industri kecil yang meliputi industri pangan, industri sandang dan kulit, industri kima dan bahan bangunan, industri galian bukan logam dan industri logam.
c.       Industri hilir, yaitu kelompok Aneka Industri (AI).
Adapaun menurut Biro Pusat Statistik (BPS), berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, industri dibendakan menjadi empat yaitu:
a.       Perusahan/industri besar jika memperkerjakan 100 orang atau lebih
b.      Perusahaan/industri sedang jika memperkerjakan 20-99 orang
c.       Perusahann/indistri kecil jika memperkerjakan 5-19 orang
d.      Industri kerajinan rumah tangga jika mempekerjakan kurang dari 3 orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar).
Dalam operasionalisasi yanh paling tampak, ada tiga pemikiran strategi industrialisasi yang berkembang di Indosnesia yang ketiganya pernah diaplikasikan secara tersendiri ataupun bersama-sama. Pertama, strategi industrialisasi yang mengembangkan industri-industri yang berspektrum luas (broad-based industry). Kedua, startegi industrialisasi yang mengutamakan industri-industri yang berteknologi canggih berbasis import (hi-tech industry) , seperti pesawat terbang, industri peralatan dan dan senjata militer, industri kapal, dan lain-lain. kegita, industri hasil pertanian (agroindustri) berbasis dalam negeri dan merupakan kelanjutan pembangunan pertanian.
Struktur Ekonomi Indonesia
Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan komposisi atau susunan sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Ada dua macam struktur ekonomi, yaitu sebagai berikut:
a.       Struktur agraris, yaitu struktur ekonomi didominasi oleh sektor pertanian
b.      Industri, yaitu struktur ekonomi didominasi oleh sektor industri.
Perubahan Sosial Masyarakat Agraris (Desa) ke Industri (Kota)
Perubahan masyarakat tradisional (agraris) ke masyarakat industri (modern) akibat dari derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai dan teknologi yang ditawarkan. Modernisasi dianggap sebagai proses transportasi nilai. Artinya untuk mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai tradisional secara total harus diganti dengan seperangkat struktur dan nilai-nilai modern. Akhirnya, struktur masyarakat agraris yang memiliki nilai-nilai sosial seperti gotong royong yang sangat kuat telah berubah.
Nilai gememinschaft antartenaga kerja dalam kehidupan pertanian tradisonal berubah menjadi gesselschaft. Hubungan antara pemilik dan pekerja (atasan dan bawahan) yang semula bersifat kekeluargaan (ataupun patron-clien) berubah menjadi utilitarian komersial (nilai kebermanfataan atau keguanaan).
Dalam perubahan sosial, terdapat dampak positifnnya terutama pada perkembangan tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat pedesaan yang terkait dengan perubahan pola mata pencaharian (kesempatan kerja dan kesempatan berusaha). Dampak negatifnya dalah adanya pencemaran lingkungna (terutama air limbah yang mengaliri lahan pertanian seingga hasil pertania menjadi kurang baik), meningkatnya kecemburuan sosial (masyarakat desa yang semula hidup apa adanya, kemudian berubah memiliki penghasilan yang akhirnya menimbulkan persaingan), munculnya kesenjangan masyarakat desa-kota (khususnya persaingan memperoleh kesempatan kerja dan perdapatan karena perbedaan produktivitas pertanian dan nonpertaian akibat makin terbatasnya lahan usaha tani, tingkat pendidikan dan keterampilan).
Disamping perubahan seperti halnya di atas, perubahan juga terjadi pada pola prilaku ekonomi, pola pikir serta gaya hidup masyarakat. Bahkan berubahnya tingkat pendapatan juga berpengaruh pada pandangan masyarkat tentang meninvestasikan pendapatan yang diperolehnya. Begitu pun dengan pola pikir masyarakat yang mulai mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi dari pergaulan atau interaksi dengan dunia luar (kawsan pabrik dan lainnya). Semakin majunya tingkat pendidikan, semakin terspesialisasinya bidang pekerjaan dan karier, artinya da kebutuhan antuk keahlian khusus membuat masyarakat mengikuti kursus ataupun pelatihan. Perubahan lainnya dalam hal berpakaian yang menjadi gaya hidup mereka adalah yang bermerk, terkenal, gaya dan modis.
Sumber:
Adon Nasrullah Jamaludin.2015. soiologi Perkotaan. Bandung: Pustaka Setia.

Fungsi Evaluasi Kurikulum



Fungsi Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai atau belum dan digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Dengan evaluasi dapat diperoleh informasi  yang akurat tentang pelaksanaa pembelajaran, keberhasilan siswa, guru, dan proses pembelajaran. Berdasarkan evaluasi juga dapat dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan.
Fungsi evaluasi kurikulum telah banyak diungkapkan oleh banyak ahli. Meskipun para ahli memiliki persepsi yang berbeda-beda, namun jika ditarik benang merahnya, maka kita akan menemukan persamaan dari berbagai pendapat para ahli tersebut. Ahli yang pertama kali mengungkapkan mengenai fungsi evaluasi kurikulum adalah Tyler (1949). Ia menyebutkan bahwa hasil evaluasi adalah untuk memperbaiki kurikulum.
Kemudian Cronbach (1963) dalam tulisannya yang berjudul “Course Improvement through evaluation” menyebutkan ada dua fungsi evaluasi kurikulum yang berbeda yaitu memberikan bantuan untuk memperbaiki kurikulum dan untuk memberikan penghargaan. Bagi Cronbach pada waktu itu yang lebih penting ialah fungsi evaluasi dalam menentukan aspek-aspek kurikulum yang harus diperbaiki. Sedangkan fungsi evaluasi untuk memberikan penghargaan kepada program yang sudah ada di lapangan hanya sebagai fungsi dampak bawaan.
Tidak sependapat dengan Cronbach, Scriven membahas masalah fungsi evaluasi secara lebih konseptual dalam tulisannya yang berjudul The methodologi of evaluation. Scriven menyatakan bahwa fungsi evaluasi kurikulum terbagi menjadi dua yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif.
Formatif adalah fungsi evaluasi untuk memberikan informasi dan pertimbangan sebagai upaya untuk memperbaiki suatu kurikulum (curriculum improvement). Perbaikan ini dapat dilakukan pada waktu konstruksi kurikulum maupun saat implementasi kurikulum. Fungsi formatif hanya dapat dilakukan ketika kurikulum masih dalam proses pengembangan. Pada waktu itu evaluasi kurikulum memberikan masukan langsung kepada para pengembang kurikulum mengenai aspek pengembangan yang belum memenuhi kriteria. Fungsi formatif suatu kurikulum hanya dapat dilaksanakan ketika evaluasi itu berkenaan dengan proses dan bukan berfokus pada hasil. Informasi atau data dari suatu hasil kurikulum dapat digunakan untuk memperbaiki proses pada waktu konstruksi maupun pada waktu implementasi kurikulum.
Sumatif adalah fungsi evaluasi untuk memberikan pertimbangan terhadap hasil pengembangan kurikulum. Hasil pengembangan kurikulum dapat berupa dokumen kurikulum, hasil belajar, ataupun dampak kurikulum terhadap sekolah dan masyarakat. Dengan adanya fungsi sumatif ini, evaluator dapat memberikan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dilanjutkan karena keberhasilannya dan masih dianggap relevan dengan perkembangan serta tuntutan masyarakat, atau suatu kurikulum sudah harus diganti karena kegagalan dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan masyarakat. Jadi, menurut Scriven fungsi evaluasi kurikulum tidak hanya pada hasil tetapi juga proses pengembangan dan implementasi kurikulum tersebut[1].
Pendapat selanjutnya mengenai fungsi evaluasi kurikulum diungkapkan oleh Oemar Hamaik dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pengembangan Kurikulum” (2006 : 238-239). Dalam bukunya tersebut, Oemar menjelaskan bahwa fungsi evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:
  1. Edukatif, untuk mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan,
  2. Instruksional, untuk mengetahui pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran,
  3. Diagnosis, untuk memperoleh informasi atau masukan dalam rangka perbaikan kurikulum,
  4. Administratif, untuk memeroleh informasi masukan dalam rangka pengelolaan kegiatan pembelajaran.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi evaluasi kurikulum adalah untuk memperbaiki kurikulum tersebut. baik dilakukan pada saat proses pengembangan kurikulum, maupun dilakukan setelah diterapkan dalam pembelajaran. Fungsi lainnya ialah untuk memperoleh masukan terhadap kurikulum yang dirasa kurang tepat untuk dilaksanakan.


[1] http://endang34yuliastuti.blogs.uny.ac.id/2016/05/22/5/, diakses pada tanggal 4 Oktober 2016.

Teori Kritis Mahzab Fankfurt



Teori Kritis Mahzab Fankfurt
Mahzab Frankfurt adalah:
       Mazhab atau aliran yang berasal dari negara Jerman
       merupakan sekelompok pemikir sosial yang muncul dari lingkungan Institut für Sozialforschung Universitas Frankfurt
       Cara berpikir aliran Frankfurt dapat dikatakan sebagai teori kritik masyarakat.
       Pada awalnya pemikiran Marx di jadikan tolak ukur pemikiran sosial aliran tersebut.
       namun mereka berpendapat bahwa teori Marx sudah tidak mampu mengungkapkan sifat masyarakat secara akurat, sehingga mereka memandang perlu dikembangkan lebih lanjut.
Sejarah
       Didirikan oleh Felix Weil pada 3 Februari 1923
       Tujuannya membentuk sebuah pusat penelitian sosial untuk menyelidiki persoalan-persoalan sosial
ü  Latar belakang didirikan:
       terjadinya kemenangan Revolusi Bolhesvick,
       kegagalan-kegagalan Revolusi di Eropa Tengah khususnya di Jerman. Peristiwa itu membangkitkan semangat Intelektual Kiri Jerman
Fase-fase perkembangan
       fase pembentukan aliran, sekitar 1923-1933
       fase pengungsian anggota Aliran Frankfurt ke Amerika Utara pada tahun 1933-1950
       perkembangan aliran Frankfurt mulai pada awal 1950 sampai 1973
Ciri teori Kritis
       Kritis terhadap masyarakat
       Teori kritis berpikir secara historis
       Teori kritis tidak menutup diri
       Teori kritis tidak memisahkan teori dari praktek
Max Horkheimer
       Horkheimer yakin terhadap konsepsi positif tentang kondisi emansipasi yang membuat kekuatan produksi bebas dari bentuk kapitalistik di dalam organisasi mereka
       Pada akhir tahun 1930-an, gagasan ini sepenuhnya runtuh
Theodor W Adorno 
       Gagasan Adorno diawali dengan pengalaman historis yakni fasisme sebagai produk gagal dari kebudayaan
       Pada tahun 1947, Adorno bersama Horkheimer menulis The Dialectic of Enlightenment
       totalitarianisme tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik antara kekuatan dan hubungan produksi
Jürgen Habermas
       Habermas ingin menggantikan rasionalitas teknologi yang menguasai masyarakat modern dengan rasionalitas komunikatif yang mencapai konklusinya melalui diskusi dan dialog
       bahasa menjadi sebuah kebutuhan fundamental yang mereproduksi kehidupan sosial.
       Teori tersebut dikembangkan Habermas tahun 1970-an dan baru tahun 1981 dalam tulisannya Theory of Communicative Action, Habermas kembali mengembangkan gagasannya dalam bentuk yang sistematis untuk pertama kalinya
Kritik
       dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, proses komunikasi sudah berjalan dalam ranah hiperealitas sehingga bentuk rasionalitas komunikatif yang dibayangkan Habermas menjadi sulit diwujudkan
       ruang publik dalam pemahaman masyarakat modern adalah ajang diskursus yang setara dan dialogis
       dengan demikian faktor teknologi yang menyebabkan pesimisme akan ketergantungan manusia terhadap sarana-sarana ekonomi seperti yang dibayangkan oleh generasi pertama Teori Kritis juga masih tetap terjadi

Tata Ruang Kota



Tata Ruang Kota
Tujuan utama penyelenggaraan peataan ruang berkelanjutan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat sehinggan dalam proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) peran serta masyarakat dengan kearifan lokalnya perlu diebrikan tools dan mekanisme yang jelas agar berinteraksi dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Problema Tata Ruang Kota
Jika perkembangan kota tidak dibarengan dengan pola tata ruang yang tepat akan timbul berbagai masalah, seperti degradasi lingkungan, kesumpekan, kemacetan, krisis sosial, kerusushan, kriminalitas merebak dimana-mana, terutama di kota-kota besar, metropolis, dan megapolis. Muncullah istilah hyper-cities yang juga disebut macrocephaly atau kota dengan kepala yang membesar dan jumlah penduduk lebih dari 15 juta jiwa yang sangat tidak sehat. Fenomena sick city, sick people, sick world, muncul karena kota telah menjadi sumber ketegangan dan stres sebagai sumber penyakit dalam pembangunan nasional.
Warga kota sangat terbebani dan menderita akibat existentisl anxieties, employment worries, dan information overload, kesenjangan ekonomi yang begitu mencolok, kecemburuan sosial, rasa tidak berdaya dan tertekan, sampai batas toleransi, menyebabkan ledakan ketidakpuasan. Perusakan, pembakaran,  penjarahan, perkosaan merupakan bentuk ekspresi perlawanan dari kaum yang tersingkir dan tersungkur dalam proses pembangunan kota.
Pengertian Perencanaan, Ruang, dan Tata Ruang
Pada pasal 1 angka 1 UndangUndang No.26 tahun 2007 disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagia suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Definisi lain dari tata ruang atau land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional, dan lokal. Secara nasional Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) tersebut perlu dijabarkan kedalam rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RT/RWK).
Perencanaan Tata Ruang (Spatial Planning)
Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata ruang diperlukan untuk mewujudkan tata ruang yang memungkinkan semua kepentingan manusia dapat terpenihu secara optimal. Ada beberapa usulan atau rekomendasi untuk peningkatan kualitas perencanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup pada masa mendatang agar dapat berkelanjutan, yaitu sebagai berikut:
a.        Pengelolaan dan tata ruang kota tidak sekadar dilihat sebagai management of growth atau management of changes, melainkan sebagai management of conflicts.
b.        Mekanisme development control yang ketat agar ditegakkan
c.        Penataan ruang secara total, menyeluruh, dan terpadu
d.       Kepekaan sosio-kultural para penentu kebijakan profesional
e.        Lebih memerhatikan khazanah lingkungan alam
f.        Peran serta penduduk dan kemitraan dengan pihak swasta agar lebih digalakan
g.        Prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan pada kepentingan rakyat
Perencanaan tata ruang dapat memengaruhi proses pembangunan melaui tiga tahap utama, yaitu sebagai berikut:
a.        Rencana pembangunan
b.        Kontrol pembangunan
c.        Promosi pembangunan
Selain itu, rencana tata ruang hendaknya memenuhi unsur-unsur berikut:
a.        Quickly yielding
b.        Political friendly
c.        User friendly
d.       Market friendly
e.        Legal friendly
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
Menurut Undang-Undang 24 Tahun 1992, penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Rencana tata ruang diperlukan mulai dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten sampai ke tingkat kawasan, sesuai dengan kebutuhannya.
Pada tingkat nasional, ada RT/RW Nasional yang merupakan penjabaran secara keruangan arah pembangunan nasional jangka panjang dan merupakan acuan dalam penyusunan program-program pembangunan nasional jangka menengah dan jnagka pendek. RT/RW Provinsi merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Adapun RT/RW Kabupaten/Kota, merupakan penjabaran RT/RW provinsi kedalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya pada kawasan-kawasan yang diproiritaskan pembangunannya, diperlukan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Rencana Teknik Kawasan Perkotaan, atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Peran dan fungsi penataan ruang
a.        Menghasilkan kondisi pencapaian kualitas kehidupan dan penghidupan yang lebih baik
b.        Memenuhi tujuan efisiensi dan demokrasi melalui partisipasi masyarakat
c.        Memenuhi tantangan pembangunan berkelanjutan
Tujuan perencanaan tata ruang adalah:
a.        Menggapai visi masa depan dari sebuah wilayah atau lokasi berdasarkan kondisi saat ini, kearifan lokal, dan keinginan masyarakat
b.        Menerjemahkan visi menjadi seperangkat kebijakan
c.        Menciptakan kerangka kerja investasi swasta yang meningkatkan perekonomian, lingkungan, dan kesejahteraan sosial dari suatu daerah.
Sasaran perencanaan tata ruang wilayah provinsi adalah:
a.        Terkendalinya pembangunan di wilayah provinsi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat
b.        Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya
c.        Tersusunnya arahan pengembangan sistem pusat-pusat pemukiman perkotaan dan pedesaan.
d.       Tersusunnya arahan pengembangan sistem prasaran wilayah provinsi
e.        Terkoordinasinya pembangunan antarwilayah dan antarsektor pembangunan.
Pengembangan Wilayah
Dalam sejarah konsep pembangunan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang mewarnai keberadaannya. Pertama, walter Isard sebagai pelopor ilmu wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yaitu faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua, Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).
Ketiga, Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antarwilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat, Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hierarki untuk mempermudah penembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Kelima, Douglass (era 1970-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (ruralurban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Upaya penataan ruang yang terdiri dari tiga proses utama, yaitu:
a.        Proses perencanaan tata ruang wilayah yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah
b.        Proses pemanfaatan ruang
c.        Proses pengendalian pemanfaatan ruang
Kajian pengembangan wilayah perkotaan di Indonesia selama ini selalu didekati dari aspek sektoral dan aspek spasial. Konsep tersebut digolongkan dalam konsep pengembangan wilayah perkotaan yang didasarkan yang pada penataan ruang. Kaitan dengan hal tersebut, ada tiga kelompok konsep pengembangan wilayah. Pertama, konsep pusat pertumbuhan yang menekankan pada perlunya melakukan investasi secara besar-besaran di pusat pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah mempunyai infrastuktur yang baik. kedua, konsep integrasi fungsional mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan karena sengaja di antara berbagai pusat pertumbuhan karena adanya fungsi yang komplementer. Ketiga, konsep desentralisasi yang bertujuan untuk mencegah tidak terjadinya aliran keluar dari sumber dana sumber daya manusia.
Penyusunan Tata Ruang Kota
a.        Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK)
Rencana pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antarsektor dalam rangka penyususnan program-program pembangunan kota. RUTRK memuat rumusan tentang kebijakan pengembangan kota, rencana pemanfaatan ruang kota, rencana struktur utama tingkat pelayanan kota, rencana sistem utama transportasi, jaringan utilitas kota, rencana pemanfaatan air baku, indikasi unit pelayanan kota dan rencana pengelolaan pembangunan kota.
b.        Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
RDTRK adalah rencana pemanfataan ruang kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek pembangunan kota.
c.        Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK)
RTRK adalah rencana geomentris pemanfaatan ruang kota yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kota dalam rangka pelaksanaan proyek pembangunan kota.
Kawasan Perkotaan dan Pedesaan
Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang berkegiatan utamanya bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan pedesaan (rural) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Kawasan Budi Daya Perkotaan
a.        Perumahan dan permukiman
b.        Perdagangan dan jasa
c.        Industri dan pergudangan
d.       Pelayanan umum
1.       Pendidikan
2.       Kesehatan
3.       Peribadatan
4.       Rekreasi dan olah raga
5.       Perkantoran
6.       Transportasi
e.        Pariwisata
f.        Pertanian dan perkebunan
1.       Pertanian
2.       Perkebunan/tanaman tahunan
g.        Tempat pemakaman umum
h.       Tempat pembuangan sampah.
Sumber:
Adon Nasrullah Jamaludin.2015. soiologi Perkotaan. Bandung: Pustaka Setia.