Senin, 10 Oktober 2016

Essay Fenomena lingkungan berkaitan dengan teori



                        Essay Fenomena lingkungan berkaitan dengan teori
“KOPING STRESS”
oleh: Ukhti Rusniawati
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial  membahayakan, tidak terkendali atau  melebihi kemampuan individu untuk  mengatasinya. Stres juga adalah suatu k eadaan tertekan, baik secara fisik maupun  psikologis ( Chapplin, 1999).  
Stress juga dibutuhkan dalam kehidupan ini, jika seseorang tidak pernah mengalami stress hidupnya akan hampa, tidak ada yang namanya tantangan. Stress tidak berarti negatif (distress), stress pun ada yang bersifat positif (uestress) untuk menyeimbangkan proses kehidupan kita.
Stress merupakan gangguan yang berupa fisik maupun fisik yang disebabkan oleh tidak mampunya individu menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya. Misalnya seperti seorang pelajar yang mempunyai banyak tugas sementara ia juga disibukkan dengan organisasinya. Ketidak mampuan nya membagi waktu untuk memilih mana yang harus didahulukan apakah tugas sekolah atau organisasi membuatnya stress memikirkan kedua hal yang sama pentingnya.
Stress juga diperlukan dalam kehidupan, pasalnya jika hidup datar-datar saja tanpa ada tantangan, hidup akan terasa hambar. Banyak faktor yang dapat menimbulkan stress, contohnya seperti stress karena pekerjaan, stress dengan keadaan rumah. Stress memang sah-sah saja dalam kehidupan seorang individu, tergantung pada bagaimana cara individu itu meluapkan rasa stress nya. Jika cara nya meluapkan stress itu positif maka positiflah stress itu, tapi jika individu meluapkan stress nya dengan cara yang negative maka negative lah hasilnya.
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Diantaranya adalah:
1.      Local Adaptation Stres (LAS)
Adalah ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek.
2.      General Adaptation Syndrome (GAS)
adalah istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik.

GAS terdiri dalam tiga fase :
a.       Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor dengan baik.
Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, yaitu hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam ditandai dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b.      The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melebihi tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini, mulai timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor.

c.       Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.

Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental. Koping berasal dari kata coping yang bermakna harfiah pengatasan/penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi). koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana reaksi orang ketika menghadapi stress/tekanan.
Jenis-jenis koping konstruktif/sehat yaitu diantaranya:
1.      Koping konstruktif/merusak
a.       Penalaran (Reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan masalah, kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan.
            Misalnya seperti dalam sebuah masalah individu dihadapkan pada dua pilihan dan mengharuskan individu untuk memilih salah satu alternative pemecahan masalah yang paling menguntungkan atau yang dianggap dapat mengatasi bahkan memecahkan masalahnya.
b.      Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Disini individu dihadapkan pada pemecahan masalah yang mengharuskannya untuk memilih penyelesaian masalah menggunakan emosional atau pemikiran secara logis.
c.       Konsentrasi
Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Individu diharuskan untuk memusatkan fikirannya atau memfokuskan segala fikirannya pada masalah yang sedang ia hadapi.
d.      Humor
Kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
Masalah yang sedang dihadapi tidak terasa berat, akan lebih santai dan rilex dalam menghadapi setiap masalah jika dihadapi dengan humor. Karena sedikit humor dapat sedikit menghilangkan beban fikiran namun tak dapat menyelelesaikan masalah.
e.       Supresi
kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih konstruktif.
f.       Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut.
g.      Empati
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh orang lain.

2.      Koping Positif (sehat)
a.       Antisipasi
Ketika individu berhadapan dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
Individu mampu mengantisipsi setiap masalah atau konflik-konflik yang sedang dihadapi dengan menyediakan solusi yang sesuai dengan masalah yang sdeang dihadapi dengan baik dan tepat.
b.      Afiliasi
Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
Pemecahan masalah ini dengan cara mencari bantuan dari orang-orang yang tepat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi atau mencari sumber-sumber yang tepat untuk memecahkan masalah.
c.       Altruisme
Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain. Pengalihan masalah dapat dengan cara membantu kebutuhan orang lain.
d.      Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara la.ngsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
            Individu yang sedang berhadapan dengan konflik mengekspresikan perasaan-perasaan dan fikirannya yang memicu stress dengan secara langsung dan positif yang tidak mengganggu oranglain.
e.       Pengamatan diri (Self observation)
Individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.
Pengamatan diri inti sejajar dengan Intropeksi, individu melihat dirinya sendiri, melihat apa yang salah dengan dirinya. Mengamati sifat dan ciri yang dimilikinya. Dalam mengatasi masalah individu bisa melihat sifat dan karakternya terlebih dulu agar dapat menyesuaikan dengan pemecahan masalah yang ia akan lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar