Senin, 10 Oktober 2016

Rangkuman Pemikiran Randall Collins



Randall Collins
Biografi
       Lahir pada tahun 1945 di Berlin
       Mulai menjadi sosiolog sejak muda
       Ayahnya bekerja untuk intelejen militer pada akhir Perang Dunia II
       Randall Collins di kirim ke SMU swasta di New England. Di sini mengajarinya realitas sosiologi besar lainnya; “keadaan stratifikasi sosial”
       Orang yang paling berpengaruh adalah istri keduanya  Judith McConnell.
Tokoh yang mempengaruhi pemikiran collins: Meski Collins menggunakan pemikiran Marx sebagai titik tolak, namun pikiran Weber, Durkheim dan terutama etnometodologi lebih besar pengaruhnya terhadap karyanya.
Pemikiran Collins
       Collins mendekati konflik dari sudut pandang individu
       Collins menerangkan konflik melalui stratifikasi sosial
       Stratifikasi dipahami sebagai operasi lewat struktur yang menindas yang membatasi akses dan pilihan
3 Prinsip Pendekatan Konflik
Pertama, Collins yakin bahwa orang hidup dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri.
Kedua, orang lain mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengontrol pengalaman subjektif seorang individu.
Ketiga, orang lain sering mencoba mengontrol orang yang menentang mereka
5 Prinsip Analisis Konflik
Pertama, teori konflik harus memusatkan perhatian pada kehidupan nyata ketimbang pada formulasi abstrak.
Kedua, eori konflik stratifikasi harus meneliti dengan seksama susunan material yang mempengaruhi interaksi.
Ketiga, dalam situasi ketimpangan, kelompok yang mengendalikansumber daya kemungkinan akan mencoba mengekploitasi kelompok yang sumber dayanya terbatas.
Keempat, Collins menginginkan teoritisi konflik melihat fenomena kultral seperti keyakinan dan gagasan dari sudut pandang kepentingan, sumber daya dan kekuasaan.
Kelima, Collins membuat komitmen tegas untuk melakukan studi ilmiah tentang stratifikasi dan setiap aspek kehidupan sosial lainnya.
Proposisi Teori Konflik
       Pengalaman memberikan dan menerima perintah adalah faktor yang menentukan pandangan dan tindakan individu.
       Makin sering orang memberikan perintah, dia akan makin bangga, makin percaya diri, makin formal dan makin mengidentifikasikan dirinya dengan cita-cita organisasi dan dengan mengatasnamakan organisasi dia menjustifiaksi perintahnya itu.
       Makin sering orang menerima perintah, maka ia makin patuh, makin fatalistis, makin terasing dari cita-cita organisasi, makin menyesuaikan diri secara eksternal, makin mencurigai orang lain, makin memikirkan imbalan ekstrinsik, dan amoral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar