BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Antropologi
termasuk ilmu sosial yang sangat penting dipelajari oleh mahasiswa sosial
terutama mahasiswa sosiologi. Karena antropologi menyangkut ilmu tentang
masyarakat sekaligus tentang manusia itu sendiri dan juga bagaimana manusia
berasal dan kebudayaan yang manusia biasa lakukan. Tapi semakin berkembangnya
zaman modern ini banyak mahasiswa yang menganggap mudah ilmu sosial terutama
antropologi ini. Mereka mengangap ilmu sosial itu dapat dipahami hanya dengan
seklai membaca dan tidak perlu usaha yang kerass untuk memahaminya. Namun pada
kenyataannya banyak dari mahasiswa yang memiliki nilai yang tidak baik dalam
ilmu sosial karena mereka menganggap sepele terhadap ilu-ilmu sosial
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud ilmu antropologidan
pendekatan yang digunakan?
2. Apa tujuan dan hubungan antropologi
dengan ilmu sosial lainnya?
3. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu
antropologi?
4. Apa konsep dalam ilmu antropologi?
5. Apa teori-teori dalam ilmu antopologi?
1.3.
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi dan pendekatan ilmu
antropologi
2. Mengetahui tujuan dan hubungan ilmu
antropologi dengan ilmu sosial lainnya
3. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu
antropologi
4. Mengetahui konsep dalam ilmu
antropologi
5. Megetahui teori-teori dalam ilmu
antropologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
ANTROPOLOGI
Istilah
antropologi berasal dari bahasa yunani, asal kata anthropos berarti manusia,
dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah antropologi ilmu
tentang manusia. Secara khusus, ilmu antropologi terbagi kedalam lima sub ilmu
yang mempelajari:
1. Masalah asal dan perkembangan manusia
atau evolusinya secara biologis
2. Masalah terjadinya aneka ragam cirri
fisik manusia
3. Masalah terjadinya perkembangan dan
persebaran aneka raagam kebudayaan manusia
4. Masalah asal perkembangan dan
persebarananeka ragam bahasa yang diucapkan diseluruh dunia
5. Masalah mengenai asa-asas dari
masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam suku bangsa yang tersebar di
seluruh dunia masa kini.
Secara makro antropologi
dapat di bagi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan budaya
1. Antropologi fisik
Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organism
biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelediki
variasi biologisnya dalam berbagai jenis. Keistimewaan apapun yang melekat pada
manusia mereka di golongkan dalam binatang nmenyusui, khususnya primate.
Demikian antropolog umumnya memiliki anggapan bahkan nenek moyang manusia itu
primata lainnya, khususnya sejenis kera dan monyet. Para ahli antropologi fisik
melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan, dan
mengapa kita menjadi makhluk sekarang ini.
2. Antropologi budaya
Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan
manusia atau cara hidup dalam
masyarakat . cabang antropologi budaya ini di bagi menjadi tiga bagian yaitu;
akreopologi, linguistik dan etnologi. Antropologi budaya juga merupakan study
tentang praktik sosial bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa. Di ciptakan dan
di uji sebelum di gunakan oleh masyarakat manusia. Istilah antropologi budaya
dikaitkan dan penulisan antropologi di amerika.
Kajian antropolog
a.
Pertimbangan
politik
b.
Menyangkut
hubungan kebudayaan dengan kekuasaan
c.
Menyangkut
bahasa dalam antropologi budaya
d.
Preprensi
dalam pemikiran individual dimana terjadi hubungan antara jati diri dan emosi
Fokus studi budaya yang
di laksanakan para ahli antropologi lebih banyak di lakukan terhadap budaya pra
sejarah maupun kebudayaan baratyang dapat menolak faliditas generalisasi lama
yang universal yang di buat tanpa melalui penelitian lapangan contoh haviland
dapat menunjukan dua kasus
1. Karya margareth mead di Samoa bahwa
perubahan biologis yang terjadi pada kaum remaja harus di sertai dengan
pergolakan pertekanan psikologis.
2. Brosnilav Malinowski meragukan teori oedifus
complexs yaitu keterkaitan seksual yang kuat dari anak laki-laki kepada ibunya
yang timbul bersamaan dengan sikap bermusuhan terhadap ayahnya , menurut frued
fenomena in bersifat umum.
Cabang antropologi budaya
in di bagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni arkeologi, antropologi
linguistic, dan etnologi.
a.
Arkeologi
Arkeologi
adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda peninggalan
lama dengan maksud untuk menggambarkan serta menerangkan perilaku manusia
karena dalam peninggalan-peninggalan lama itulah terpantul ekspresi
kebudayaannya.
b.
Antropologi
linguistic
Ernest
Cassire mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mahir dalam
menggunakan symbol-simbol sehingga manusia di sebut Homo symbolicum,. Karena
itulah manusia dapat berbahasa, berbicara, dan melakukan gerakan-gerakan
lainnya yang juga banyak di lakukan oleh makhluk-makhluk lain yang serupa
dengan manusia.
c.
Etnologi
Pendekan
etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiannya pada
kebudayaan-kebudayaan zaman sekarang, telaahnya pun terpusat pada perilaku
manusianya, sebagaimana dapat di saksikan langsung, dialami, serta didiskusikan
dengan pendukung kebudayaannya.
Secara keseluruhan, yang
termaksud bidang-bidang khusus secara tematis dalam antropologi lainnya, selain
antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi ekonomi, antropologi medis,
antropologi psikologi, dan antropologi sosial.
1. Antropologi ekonomi
Bidang
in merupakan cara manusia dalam mempertahankan dan mengekspresikan diri melalui
penggunaan barang dan jasa material. Masyarakat masa lampau dan sekarang,
termasuk masyarakat non-Barat yang fokusnya terarah pada bentuk dan penyatuan
kehidupan ekonomi, dalam kaitannya dengan perbedaan gaya kekuasaan dan ideologi.
2. Antropologi Medis
Antropologi
medis merupakan subdisiplin yang sekarang paling popular di amerika serikat,
bahkan tumbuih pesat di mana-mana.. antropologi medis ini banyak membahas
hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak memengaruhi evolusi
manusia, terutama berdasarkan hasil-hasil penemuan paleopatologi.
3. Antropologi psikologi
Bidang
ini merupakan mengkaji tentang hubungan anatar individu dengan makna dan nilai
dengan kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada. Antropologi psikolog
menggunakan berbagai pendekatan pada masalah kemunculan dalam interaksi antara
pikiran, nilai, dan kebiasaan sosial
4. Antropologi sosial
Bidang
in mulai dikembangakan oleh James George Frazer di Amerika Serikat pada awal
abad ke-20.Antropologi sosial sendiri mendiskripsikan proyek evolusionis yang
mempunyai tujuan untuk merekonstruksi masyarakat primitif asli dan mencatat
perkembangannya melalui berbagau tingkat peradaban.Para ahli antropologi sosial
memiliki kontribusi terhadap kajian-kajian penelitian terapan atas berbagai
persoalan,seperti hubungan etnik,imigrasi,efek medis,ketetapan pendidikan,dan
pemasaran.
2.2
PENDEKATAN,METODE,TEKNIK,ILMU
BANTU,DAN JENIS PENELITIAN ANTROPOLOGI
Pendekatan yang digunakan
dalam antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistik) dan
kualitatif (naturalistic).Artinya,dalam penelitian antroppologi dapat dilakukan
melalui pengkajian secara statistic-matematis,baik dilakukan untuk mengukur
pengaruh maupun korelasi antarvariabel penelitian maupun dilakukan secara
kualitatif-naturalistik.
Menurut Kapplan dan
Manner (1996:6) dalam antropologi pun dikenal pendekatan relativistik
dan komparatif. Pendekatan relativistik memandang bahwa setiap
kebudayaan merupakan konfigurasi unik yang memiliki citarasa khas,gaya,serta
kemampuan tersendiri.di sini kaum relativis menyatakan bahwa suatu
budaya harus diamati sebagai suatu kebetulan tunggal dan hanya sebagai dirinya
sendiri.
Sedangkan kaum komparativis
berpendapat bahwa suatu instutusi,proses kompleks,atau ihwal sesuatu
hal,haruslah terlebih dahulu dicopot dari matriks budaya yang lebih besar
dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan
institusi,proses,kompleks,atau ihwal-ihwak dalam konteks sosiokultural
lain.Adanya relativitas yang ekstrem,berangkat dari anggapan-anggapan bahwa
tidak ada dua budayapun yang sama,pola,tatanan,dan makna akan dipaksakan jika
elemen-elemn diabstraksikan demi perbandingan.Oleh karena itu,perbandingan bagian-bagian
yang telah diabstraksikan dari suatu keutuhan,tidaklah dapat dipertahankan
secara analitis.
Adapun metode penelitian
antropologi yang dapat digunakan yaitu deskriptif,komparatif,studi
kasus,etnografis,dan survei.
Metode komparatif sendiri
adalah metode penelitian yang mencabut unsur-unsur kebudayaan dari konteks
masyarakat yang hidup dan dibandingkan dengan sebanyak mungkin unsur dan aspek
suatu kebudayaan.
Menurut Gopala (1975),
sarana dalam ilmu antropologi sedikitnya ada empat macam penelitian
komparatif,yaitu
1. Penelitian komparatif dengan tujuan
menyusun sejarah kebudayaan manusia secara inferensial.
2. Penelitian komperatif untuk
menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan;
3. Penelitian komperatif untuk taksonomi
kebudayaan;
4. Penelitian komperatif untuk menguji
korelasi-korelasi antarunsur, antarpranata, dan antargejala kebudayaan, untuk
membuat generalisai-generalisasi mengenai tingkah laku manusia pada umumnya.
Ilmu antropologi menurut Koentjaraningrat (191:13) mencakup
5 disiplin ilmu,antara lain paleantropologi,antropologi
fisik,etnolinguistik,antopologi pre-histori,dan etnologi.
1.
Paleantropologi
Merupakan
ilmu tentang asal-usul atau soal terjadinya evolusi manusia dengan
mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang telah membatu, atau
fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman yang tersimpan dalam lapisan bumi dan
didapat dengan berbagai penggalian.
2.
Antropologi
Fisik
Merupakan bagian ilmu antropologi yang mempelajari suatu
pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia jika dipandang dari suatu
ciri-ciri tubuhnya, baik lahir (fenotipik), seperti warna kulit,warna dan
bentuk rambut,indeks tengkorak,bentuk muka,warna mata,bentuk hidung,tinggi
badan,dan bentik tubuh maupun sifat bagian dalam (genotipik), seperti golongan
darah atau sebagainya.
3. Etnolinguistik atau antropologi linguistik
Suatu ilmu yang berkaitan dengan ilmu antropologi,dengan
berbagai meetode analisis kebudayaan yang berupa daftar kata-kata,penulisan
tentang ciri-ciri tata bahasa dari berates-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar di berbagai tempat di
muka bumi.
4. Prehistori
Merupakan ilmu tentang perkembangan dan penyebaran semua
kebudayaan manusia sejak sebelum manusia mengenal aksara,dalam ilmu sejarah
seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya
makhluk manusia,yaitu kira kira 800.000 tahun yang lalu hingga sekarang,ilmu in
dibagi menjadi dua bagian,yaitu masa sebelum mengenal tulisan atau huruf,dan
masa setelah manusia mengenal tulisan atau huruf.Subilmu prehistori sering juga
disebut ilmu arkeologi.
5. Etnologi
Merupakan bagian ilmu antropologi tentang asas-asas
manusia,mempelajari kebudayaan-kebudayan dalam kehidupan masyarakat dari
bangsa-bangsa tertentu yang tersebar di muka bumi ini pada masa
sekarang.Sekarang in subilmu dari etnologi telah berkembang menjadi dua aliran,
yang pertama lebih menekankan pada diakronik atau yang disebut descriptive
integration, sedangkan aliran yang kedua yang menekankan penelitian
sinkronik dinamakan penelitian generalizing approach (Koentjaraningrat,
1987:16)
2.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN ANTROPOLOGI
Tujuan
dari ilmu antropologi untuk memperluas arena perbandingan di samping untuk
merekam budaya sebelum budaya budaya itu lenyap dan mencari suatu bangsa atau
kelompok yang belum pernah di teliti. Kedua bidang besar dari antropologi fisik
dan antropologi budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia
sebagai organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan
masnusia dan mempelajaai variasi-variasi biologis dalam species manusia.
Sedangkan antropologi budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan
kebudayaannya. Antropologi memiliki kedudukan, tujuan, dan manfaat, yang unuk
karena bertyujuan dan bermanfaat dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang
perilaku manusia yang di dasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia
dan perilakunya di semua masyarakat, dan bukan hanya masyarakat Eropa dan
Amerika Utara saja.
2.4 HUBUNGAN ANTARA ANTROPOLOGI DAN
ILU-ILMU SOSIAL LAINNYA
1. Hubungan Antropologi dengan Sosiologi
Sejak lahirnya sosiologi oleh auguste
Comte, ilmu tersebut bercirikan positivistic yang objek kajiannya adalah
masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok-kelompoknya.
Kelompok tersebut menyangkut keluarga, etnis, suku, bangsa, komunitas
pemerintahan, sebagai organisasi sosial, agama, politik, budaya, bisnis, dan
organisasi lainnya. Sosiologo pun mempelajari perilaku dan interaksi kelompok,
menelusuri asal-usul pertumbuhannta, serta menganalisis pengaruh kegiatan
kelompok terhadap para anggotanya. Dengan demikian objek kajian sosiologi
adalah masyarakat manusia terutama dari sudut hubungan antarmanusia dan
proses-proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Demikian juga antropologi, yang berarti
ilmu tentang manusia. Dalam antropologi budaya mempelajari gambaran tentang
perilaku manusia dan konteks sosial budayanya.
2. Hubungan Antropologi dengan Psikologi
Hal itu tampak karena dalam psikologi
pada hakikatnya mempelajari perilaku manusia dan proses-proses mentalnya.
Dengan demikian, psikologi membahas factor-faktor penyebab perilaku manusia
secara internal, seperti motivasi, minat, sikap, konsep diri, dan lain-lain.
Sedangkan dalam antropologi, khususnya antropologi budaya lebih bersifat factor
eksternal, yaitu lingkungan fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial
dalam arti luas. Kedua unsure itu saling berinteraksi satu sama lain yang
menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses belajar. Dengan demikian, keduanya
memerlukan interaksi yang intens untuk memahami pola-pola budaya masyarakat
tertentu secara bijak.
3. Hubungan Antropologi dengan Ilmu
Sejarah
Antropolohi member bahan prehistory
sebagai pangkal bagi tiap penulis sejarah dari tiap bangsa di dunia. Selain itu
banyak persoalan dalam historiografi dari sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan
dengan metode-metode antropologi. Konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat
yang dikembangkan oleh antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, akan memberi
pengertian banyak kepada seorang ahli sejarah untuk mengisi latar belakang dari
peristiwa politik dalam sejarah yang menjadi objek penyelidikannya.
Demikian juga sebaliknya, bagi para
ahli antropologi jelas memerlukan sejarah, terutama sekali sejarah dari
suku-suku bangsa dalam daerah yang didatanginya. Selain itu, untuk mengetahui
tentang sejarah tersebut masih harus direkonstruksi sendiri oleh seorang
peneliti. Dengan demikian, seorang sarjana antropologi sering kali harus
memilki pengetahuan tentang metode-metode sejarah untuk merekonstruksi suatu
sejarah dari suatu rangkaian peristiwa sejarah.
4. Hubungan antropologi dengan Ilmu
Geografi
Dalam hal in, kita dapat melihat bahwa
geografi atau ilmu bumi itu mencoba mencapai pengertian tentang keruangan [alam
dunia] in dengan memberi gambaran tentang bumi serta karakteristik dari segala
macam bentuk hidup yang menduduki muka bumi. Di sinilah antropologi berusaha
menyelami keanekaragaman manusia jika dilihat dari ras, etnis, maupun
budayanya.
Begitupun sebaliknya, seorang sarjana
antropologi sangat memerlukan ilmu geografi, karena tidak sedikit
masala-masalah manusia, baik fisik maupun kebudayaannya tidak lepas dari
pengaruh lingkungan alamnya.
5. Hubungan Antropologi dengan Ilmu
Ekonomi
Seorang ahli ilmu ekonomi yang akan
membangun ekonomi suatu Negara, tentu akan memerlukan bahan komparatif
mengenai, misalnya sikap terhadap kerja, sikap terhadap kekayaan, sistem gotong
royong, dan sebagainya yang menyangkut bahan komparatif tentang berbagai unsure
dari sistem kemasyarakatan di Negara-negara tersebut. Untuk pengumpulan
keterangan komparatif tersebut, ilmu antropologi memilki manfaat tinggi bagi
seorang ekonom.
6. Hubungan Antropologi dengan Ilmu
Politik
Agar
dapat memahami latar belakang dan adat istiadat tradisional dari suku bangsa,
maka metode analisis antropologi menjadi penting bagi seorang ahli ilmu politik
untuk mendapat pengertian untuk mendapat pengertian dari tingkah laiku partai
politik yng ditelitinya.
Seorang ahli antropologi dalam hal mempelajari
suatu masyarakat untuk menulis sebuah deskripsi etnografi tentang masyarakat
itu, pasti akan mengahadapi sendiri pengaruh kekuatan-kekuatan dan proses
politik local serta aktivitas dari cabang-cabang partai politik nasional. Dalam
menganalisis fenomena-fenomena tersebut, ia perlu mengetahui konsep-konsep dan
teori-teori dalam ilmu politik yang ada.
2.5 OBJEKTIVITAS DALAM ANTROPOLOGI
Masalah lama dalam ilmu-ilmu sosial
yang belum terpecahakan sampai sekarang adalah mengenai kesenjangan para peneliti.
Barangkali soal inilah yang menjadi kendala dan paling sulit, terutama dalam
antropologi karena dalam cara pengumpulan data dasarnya yang rumit dalam
persoalan tersebut. Untuk itu, menurut Kapplan dan Manners semua ilmu sosial
dan bukan hanya ntropologi mengalami bias. Keliru jika bermaksud mendapat
objektivitas dalam pemikiran dan sikap antropolog selaku individu. Bukan disana
kita harus mencarinya, melainkan seperti yang ditulis oleh Karl Popper
objektivitas harus dicari dalam institusi dan tradisi kritik suatu disiplin.
Hanya saling memberi dan menerima kritik terbuka serta melalui saling
mempengaruhi antara bermacam-macam bias kita dapat berharap akan munculnya
suatu yang mendekati objektivitas. Dengan kata lain, objektivitas hakiki suatu
disiplin ilmu diupayakan dan ditingkatkan secara komulatif dari masa ke masa.
2. 6 SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Sejarah perkembangan Antropologi
menurut Koentjaraningrat (1996:1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad
ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai
kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa
tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum
nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan buku-buku
kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari
bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat,
susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian
disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnos berarti bahasa.
b. Fase kedua (kira-kira Pertengahan
Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha
untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas
masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat
dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap
"primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat
yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi
setelah terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai
berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
c. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar
Negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah
jajahan mereka. Dalam era colonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin
penting bagi kepentingan kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa
mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat
tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman
mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman
tentang masyarakat yang kompleks.
d. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira
1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang
pesat dan lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan
pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap
anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu
bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika)
setelahPerang Dunia II.
Menyebabkan bahwa antropologi kemudian
seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian
para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa
primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan
Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini
ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas
tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.
Pada fase keempat ini antropologi
memiliki dua tujuan utama:
1. Tujuan Akademis, untuk mencapai
pemahaman tentang manusia berdasarkan bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun
kebudayaannya.
2. Tujuan Praktis, untuk kepentingan
pembangunan
Lahirnya Ilmu Antropologi
Antropologi adalah suatu ilmu sosial
yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan antropologi tetap penting
dibicarakan. Kebanyakan antropolog sependapat bahwa antropologi muncul sebagai
suatu cabang keilmuan yang jelas batasannya pada sekitar pertengahan abad
kesembilan belas, tatkala perhatian orang pada evolusi manusia berkembang.
Setiap antropolog dan ahli sejarah memiliki alas an sendiri-sendiri untuk
menetukan kapan antropologi dimulai. Dari sudut pandang "sejarah
gagasan", tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani, sejarawan Arab
kuno, peziarah Eropa kuno, maupun masa renaisans, dan filsuf, ahli hukum,
ilmuwan berbagai bidang dari Eropa, semuanya bisa dianggap pendorong bagi
dibangunnya tradisi antropologi.
Sebagai contoh, Alan Bernand (2000)
berpendapat bahwa kelahiran antropologi adalah ketika konsep "kontrak
sosial" lahir, dan persepsi mengenai hakikat manusia, masyarakat dan
keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari konsep "kontrak sosial"
tersebut. Gagasan ini dalam beberapa hal adalah pelopor dalam teori evolusi.
Perdebatan pada abad ke 18 mengenai
asal usul bahasa dan mengenai hubungan antara manusia dengan apa yang kita
sebut primate yang lebih tinggi juga relevan, seperti halnya perdeatan pada
abad ke 19 antara poligenis (keyakinan bahwa setiap 'ras' mempunyai asal usul
terpisah) dan monogenis (keyakinan bahwa manusia memiliki asal usul keturunan
yang sama, dari adam atau dari makhluk yang disebut dengan kera). Gagasan
demikian itu tidak hanya penting sebagai fakta sejarah, tetapi juga karena
gagasan itu membentuk persepsi antropologi modern mengenai dirinya sendiri.
Antropologi di Eropa pada abad ke 18
ditandai oleh tiga pertanyaan penting yang diajukan untuk pertama kali dalam
bentuk modern selama masa pencerahan di Eropa. Pertanyaan itu adalah:
a. Siapa yang mendefenisikan manusia
dalam bentuk abstrak?
b. Apa yang membedakan manusia dari binatang?
c. Dan apa kondisi alamiah dari manusia
itu?
Dari pertanyaan itu maka munculah
ilmuwan dan tokoh-tokoh dalam pengembangan kehidupan manusia, sehingga disebut
dengan ilmu antropologi yang kita kenal sampai sekarang.
Antropologi pada abad ke 19 dan abad ke
20, berkembang dalam arah yang lebih sistematik dan menggunakan peralatan
metedologi ilmiah. Persoalan paradigma menjadi semakin penting karena masih
mempertanyakan pertanyaan–pertanyaan diatas. Dan samapi saat sekarang ini para
ilmuwan dan tokoh-tokoh masih mengembangkan pemikiran mereka dalam dunia ilmu
antropologi ini.
Berkembangnya Ilmu Antropologi
Dalam arti tertentu, praktik
antropologi dimulai begitu manusia mulai berfikir tentang masyarakat dan
keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar memutuskan untuk membandingan diri
mereka sendiri dengan masyarakat-masyarakat lain yang melakukan kontak dengan
mereka.
Ahli sejarah Yunani, Herodotus (484-425
SM) menghabiskan bertahun-tahun untuk melakukan perjalanan di Asia, Mesir dan
Yunani, dan menuliskan gambaran terperinci tentang pakaian, panen, etiket dan
ritual dari orang-orang yang ia jumpai. Ibn Khaldun (13326-1406) adalah seorang
ahli politik dan sejarah yang tinggal beberapa tahun. Ia menghasilkan karya
ilmiah yang menakjubkan, karena mengelompokkan orang-orang yang diamatinya
menjadi dua kelompok masyarakat, yaitu suku Bedouin yang dianggap liar, nomaden
serta agresif, dan masyarakt kota yang menetap, berpendidikan dan kadang-kadang
korup, yang menggantungkan hidup mereka pada pertanian lokal.
Antropologi mengemuka setelah melewati
serangkaian perkembangan yang kompleks, dan saat ini mencakup minat-minat dan
bidang-bidang ilmu yang sangat beragam. Kita akan meninjau beberapa diantaranya
untuk memahami bagaimana antropologi sampai saat pada perkembangannya saat ini.
Setidaknya sejak abad kelima belas,
dengan dilengkapinya pe;ayaran-pelayaran besar untuk menemukan dan menaklukan
wilayah baru, muncul berbagai perdebatan tentang sifat dan adat istiadat
orang-orang biadab yang digambarkan oleh orang pelaut dan pedagang. Di akhir
abad keenam belas sastrawan Perancis, Michael De Montaigne (1533-1529),
memadukan pengetahuannya tentang karya-karya penulis klasik seperti Xenophon,
Lucretius dan virgil dengan penjelajahan-penjelajahan dunia baru.
Selama zaman pertengahan, makhluk
didunia dikelompokkan kedalam beberapa ordo yang statis, diciptakan oleh tuhan
yang disebut rantai kehidupan (chain of being). Pada abad ketujuh belas dan
delapan belas 'Rantai' tersebut kerat teramati dalam kondisi-kondisi yang lebih
dinamis. Dengan demikian, kebudayaan dapat dianggap sebagai kemajuan, dengan
masyarakat eropa sebagai titik puncak perkembangan, baik secara moral maupun
cultural.
Antropologi menjadi sebuah subjek
akademis yang berdiri sendiri pada abad kesembilan belas, sebagian besar
memusatkan perhatian pada penelitian sifat-sifat fisik, bahasa dan budaya
masyarakat yang belum beradab. Sir Edward Tylor menjadi dosen antropologi di
Oxford pada tahun 1884, maka mulai
disinilah antropologi dikembangkan diberbagai Negara. Hampir disepanjang abad
kesembilan belas, status pasti antropologi mencakup segala hal, mulai dari
mengukur bentuk dan ukuran kepala sampai mengumpulkan artefak untuk mengisi
museum-museum dikota-kota yang kaitannya dengan sains, terutama zoology dan biologi.
Goerge Stocking, seorang ahli
antropologi sejarah dari Amerika membedakan perilaku banyak warga Inggris
Victoria dengan masyarakat non Eropa, secara jelas gambaran yang dimunculkan
adalah gambaran seorang yang bukan saja terasing secara geografis, tapi juga
kebalikan dari gambaran ideal dari seorang pria Victoria; berkulit putih,
menarik bersih (sifat ini bisa dikatakan mendekati sifat saleh). Gagasan itu
jelas menggambarkan evolusi budaya, sebuah gagasan yang berhasil menjadi sebuah
teori dominan di abad kesembilan belas.
Gagasan ini didukung oleh hasil
penelitian beberapa disiplin ilmu, bukti-bukti geologi menunjukan bahwa bumi
lebih tua daripada yang diungkapkan oleh injil, sementara penemuan-penemuan
arkeologi seperti peralatan yang ditemukan di tanah berlumpur Denmark dianggap
mendukung teori yang menyatakan bahwa
umat manusia telah melewati
berturut-turut, zaman-zaman batu, perunggu, dan besi. Para ilmuwan mulai
mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan bukan lagi penjelasan teologi untuk
memahami perbedaan perkambangan antara Negara-negara dengan peradaban barat
dengan masyrakat yang secara teknologi dan budaya dianggap lebih primitif.
Pada tahun 1896 ahli antropologi Franz
Boas (1858-1942) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul The Limitations Of
The Comparative Method Of Anthropology . Dua kalimat terakhir dalam tulisannya
mengatakan "sampai saat ini kita masih terlalu senang tingkah laku aneh
yang cerdik. Kerja nyata masih didepan kita", yang ia maksud dengan
kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli evolusi, yang menurut Boas, riset
mereka pada hikikatnya rasis dan hanya ditunjang oleh sedikit bukti saja.
Banyak karya-karya Boas yang diterima
oleh pakar antropologi lainnya, sehingga mereka melihat tanda-tanda awal
perpecahan minat antara para ahli antropolgi Amerika dan Inggris. Pengikut Boas
di Amerika, seperti ilmuwan A.L. Kroeber (1876-1960) dan R. Lowie (1883-1957)
meneruskan dengan melakukan penelitian sejarah, sekaligus memusatkan perhatian
pada analisis budaya.
2.7 KONSEP-KONSEP ANTROPOLOGI
A. Kebudayaan (culture)
Konsep paling esensial dalam
antropologi adalah konsep kebudayaan. Pada tiap disiplin ilmu sosial terdapat
konsep kebudayaan, yang didefinisikan menurut versi yang berbeda-beda.
Kebudayaan adalah konsep yang paling esensial dalam antropologi budaya dan
semua konsep-konsep yang lain dalam antropologi budaya pasti berkaitan dengan
kebudayaan. Oleh karena itu konsep kebudayaan perlu mendapat perhatian khusus.
B. Unsur Kebudayaan
Satuan terkecil dalam suatu kebudayaan
disebut unsur kebudayaan atau ”trait”. Unsur-unsur kebudayaan mungkin terdiri
dari pola tingkah laku atau artefak. Tiap kebudayaan mungkin terdiri dari
gabungan antara unsur-unsur yang dipinjam dari masyarakat lain dan yang
ditemukan sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan.
C. Kompleks Kebudayaan
Seperangkat unsur kebudayaan yang
mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya disebut kompleks
kebudayaan. Sistem perkawinan pada masyarakat indonesia adalah sebuah contoh
kompleks kebudayaan.
D. Enkultrasi
Adalah proses dimana individu belajar
untuk berperan serta dalam kebudayaan masyarakatnya sendiri.
E. Daerah Kebudayaan (culture area)
Adalah suatu wilayah geografis yang
penduduknya berbagi (sharing) unsur-unsur dan kompleks-kompleks kebudayaan
tertentu yang sama.
F. Difusi Kebudayaan
Adalah proses tersebarnya unsur-unsur
kebudayaan dari suatu daerah kebudayaan ke daerah kebudayaan lain.
G. Akulturasi
Adalah pertukaran unsur-unsur
kebudayaan yang terjadi selama dua kebudayaan yang berbeda saling kontak secara
terus –menerus dalam waktu yang panjang.
H. Etnosentrisme
Adalah sikap suatu kelompok masyarakat
yang cenderung beranggapan bahwa kebudayaan sendiri lebih unggul dari pada
semua kebudayaan yang lain.
I. Tradisi
Pada tiap masyarakat selalu terdapat
sejumlah tingkah laku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan ddalam kurun waktu yang panjang disebut
dengan tradisi
J. Relativitas Kebudayaan
Tiap kebudayaan mempunyai ciri-ciri
yang unik, yang tidak terdapat pada kebudayaan lainnya, maka apa yang dipandang
sebagai tingkah laku normal dalam kebudayaan mungkin dipandang abnormal dalam
kebudayaan yang lain.
K. Ras dan Kelompok Etnik
Ras dan etnik adalah dua konsep yang
berbeda, tetapi sering dikacaukan penggunaannya. Ras adalah sekelompok orang
yang kesamaan dalam unsur biologis atau suatu populasi yang memiliki kesamaan
unsur-unsur fisikal yang khas yang disebabkan oleh keturunan (genitik)
sedangkan etnik adalah sekumpulan individu yang merasa sebagai satu kelompok karena
kesamaan identitas, nilai-nilai sosial yang dijunjung bersama, pola tingkah
laku yang sama, dan unsur-unsur budaya lainnya yang secara nyata berbeda
dibandingkan kelompok-kelompok lainnya
2.8 GENERALISASI-GENERALISASI ANTROPOLOGI
1. Kebudayaan
Dalam mengapresiasi budaya bangsa,
setiap kebudayaan disamping memilki kelemahan juga memilki keunggulan. Oleh
karena itu, tidak akan ada suatu bentuk kebudayaan yang sempurna.
2. Evolusi
Evolusi tidak terbatas pada bidang
biologi saja, melainkan meluas pada bidang sosial dan kebudayaan. Dalam bidang
sosial kita mengenal evolusi universal dari Herbert Spencer, dalam bidang
keluarga dikenal evolusi keluarga JJ Bachoven, dalam bidang agama dan
kepercayaan dikenal evolusi animism, religi dan magis dari E.B Taylor dan J.G.
Frazer, dalam bidang kebudayaan dikenal evolusi kebudayaan E.B Taylor dan L.H
Morgan, serta dalam sosiokultural dikenal evolusi sosiokultural dari Sahlins
dan Haris.
3. Culture Area
Pertumbuhan kebudayaan menyebabkan
timbulnya unsure-unsur baru yang akan mendesak unsure-unsur budaya lama kearah
pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhan budaya itu. Oleh karena itu, jika
hendak mencari atau meneliti unsure-unsur budaya kuno maka tempat untuk
mendapatkannya adalah di daerah-daerah pinggiran sebagai culture areanya.
4. Enkulturasi
Pada hakikatnya, proses enkulturasi
[proses mempelajari kebudayaan] seseorang terhadap budaya orang lain itu
diperlukan, guna menumbuhkembangkan sikap toleransi dan saling mengahargai
kebudayaan yang beragam dalam suatu pendidikan multicultural maupun pendidikan
global.
5. Difusi
Orang dapat saja beranggapan bahwa
dengan meluasnta unsure-unsur budaya megalith Mesir kuno, yang berda di kawasan
Afrika, Laut Tengah, Mesopotamia, India, Indonesia, Polinesia, sampai ke
Amerika, kemudian menyimpilkan bahwa telah terjadi proses difusi budaya
heliolithic.
6. Akulturasi
Dalam proses akulturasi, biasanya
budaya overt atau lahiriyah jauh lebih berkembang disbanding budaya covert atau
tersembunyi.
7. Etnosentrisme
Pada hakikatnya, setiap bangsa memlki
etnosentrisme atau penilaian yang baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaan
kelompoknya sendiri, hanya intentisitasnyalah yang berbeda-beda, ada yang
sedikit dan ada pula yang sangat etnosentris. Suatu bangsa, semakin tinggi
etnosentrisnya, akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan
internasional.
8. Tradisi
Bagi pendukung antropologi aliran
fungsionalisme, tradisi pada hakikatnya adalah aktivitas kebudayaan yang
bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri
makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
9. Ras dan Etnik
Ras merupaka suatu konsep biologi yang
valid. Ia tidak sekadar menggambarkan morfologinya, yakni struktur fisik yang
diamati, melainkan juga komposisi genetic sub-sub bagian spesies itu, seperti
gen untuk golongan darah dan untuk protein-protein spesifik. Sedangkan konsep
etnik lebih merujuk kepada kesatuan-kesatuan sosial dalam sistem sosial
kebudayaan yang memiliki arti atau kedudukan tertentu karena keturuna, adat,
agama, bahasa, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kapabilitas tiap ras dan
etnis, tidak ada di dunia in yang menjadi ras dan etnis yang suferior atau
inferior.
10. Stereotif
Berkembangnya prasangka dan stereotif
antaretnik yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu factor penyebab
hambatan dalam mewujudkan multikulturalisme bangsa Indonesia, pada gilirannya
akan memperlemah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
11. Kekerabatan
Ikatan ibu dan anak dapat diamati dan
dinilai secara universal, tetapi peran ayah dan ibu dalam masyarakat
tradisional sangatlah bervariasi. Oleh karena itu, sistem kekerabatan pada
masyarakat tradisional tidak dapar digenelarisir secara universal. Namun
demikian, harus diakui bahwa gagasan yang hampir sama mengenai perkawinan yang
menghindari tabu insect, yaitu perkawinan antara keturunan yang memilki
hubungan darah yang sangat dekat, dapat diteliti pada masyarakat-masyrakat
tradisional bahkan modern sekaligus.
12. Magis
Magis memang kejam, jahat, dan mudah
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tetapi perkembangan magis
yang pernah mengalami masa-masa jaya pada masa kehidupan primitif
2.
9 TEORI-TEORI ANTROPOLOGI
a. Teori Evolusi Deterministrik
Adalah teori tertua dan dikembangkan
oleh 2 tokoh pertama dalam antropologi, ialah Edward Burnet Tylor (1832-1917)
dan Lewis henry Morgan (1818-1889). Teori ini berangkat dari anggapan bahwa ada
suatu hukum (aturan) universal yang mengendalikan perkembangan semua kebudayaan
manusia. Menurut teori ini setiap kebudayaan mengalami evolusi melalui jalur
dan fase-fase yang sudah pasti.
b.
Teori Difusi
Perkembangan sejarah unsur-unsur
kebudayaan manusia di awali oleh seorang sarjana bernama F. Ratzel (1844-1904).
Dia adalah seorang sarjana Ilmu hayat merangkap ilmu bumi, yang memberiakn
suatu anggapan bahwa Kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat
yang tertentu, yaitu pada waktu
makhluk manusia baru saja muncul di
dunia ini. Kemudian, kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah ke
dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu.
Dalam proses pemecahan itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru
tadi tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa
terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh
mempengaruhi.
Teori difusionisme memiliki kelebihan
yang patut menjadi catatan dalam kajian antropologi. Teori difusi memiliki
kelebihan karena merupakan pandangan awal yang menyatakan bahwa kebudayaan yang
ada merupakan sebaran dari kebudayaan lainnya. Di samping itu, dari sini
terdapat cara pandang baru yang meletakkan dinamika dan perkembangan kebudayaan
tidak hanya dalam bentang waktu saja, tetapi juga dalam bentang ruang,
sebagaimana yang diperlihatkan oleh Perry dan Smith dalam pemikirannnya.
Kelebihan lainnya adalah para pengusung teori ini telah menggunakan analisis
komparatif yang berlandaskan pada standar kualitas dan kuantitas dalam
menentukan wilayah persebaran kebudayaan sebagaimana yang yang mereka yakini.
Kelebihan lainnya adalah para penyokong teori ini sangat memperhatikan setiap
detail catatan mengenai kebudayaan sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan
atau keterkaitan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Dan
kelebihan yang terpenting dari teori ini adalah penekanan mereka pada
penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang lebih dan akurat, sebagaimana
yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian diikuti oleh para murid yang menjadi
pengikutnya selanjutnya.
Teori difusionisme tidak lepas pula
dari beragam kelemahan atau kekurangan. Secara umum, teori difusi kebudayaan
memiliki kelemahan dari sisi data karena tidak memilki dukungan data yang cukup
dan akurat dan pengumpulan data tidak dilakukan melalui prosedur dan metode
penelitian yang jelas. Hal ini misalnya tampak pada kesimpulan teori ini yang
mengatakan bahwa peradaban-peradaban kuno di bumi sebenarnya berasal dari
orang-orang Mesir. Hal ini memperlihatkan pandangan para pengusungnya yang
sangat Mesir-Sentris hanya karena kekaguman mereka dan keterpesonaan mereka
dengan kebudayaan negeri Fir’aun ini setelah lama melakukan penelitian di
tempat ini.
Kelemahan lain yang ada dalam teori ini
adalah terletak pada metode yang mereka gunakan dalam melakukan penelitian yang
tidak memperbandingkan kebudayaan-kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam
penelitiannya, para pengusung teori ini hanya melakukannya berdasarkan pada
ketersediaan data yang ada saja karena pada kenyataannya untuk sampai pada
sebuah kesimpulan sebagaimana di atas mereka tidak pernah melakukan penelitian
lapangan yang menjadi tuntutan untuk mengemukakan sebuah pernyataan yang
berujung pada pembentukan teori.
Kelemahan lainnya yang terdapat dalam
teori ini adalah karena keterikatan mereka dengan catatan sejarah sebagai bagian
dari model teori yang mereka gunakan. Akibatnya, tidak semua sejarah yang
berkaitan dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena beragam sebab yang
diantaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian terhadap suku
tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikritik oleh Malinowski dan Brown yang
melakukan penelitian sejarah terhadap suku yang masih sederhana di kalangan
orang Andaman. Tetapi karena keterbatasan data yang menerangkan mengenai
keberadaan mereka, maka penelitian dengan menggunakan teori difusi sebagaimana
yang dikemukakan oleh Boas dan kawan-kawannya.
c. Teori Fungsionalisme
Teori ini dikembangkan oleh Bronislaw
Malinowski (1884-1942) yang selama Perang Dunia II mengisolir diri bersama
penduduk asli pulau Trobrian untuk mempelajari cara hidup mereka dengan jalan
melakukan observasi berperanserta (participant observation). Ia mengajukan
teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan merupakan
bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut terdapat.
Dengan kata lain, pandangan fungsional atas kebudayaan menekankan bahwa setiap
pola tingkah-laku, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari
kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan yang
bersangkutan.
Ada dua hal yang paling menonjol yang
diutarakan oleh Grabb mengenai fungsionalis:
1. Pengamat berkeyakinan bahwa jika
struktural fungsionalis menguraikan tugas-tugas masyarakat sebagai fungsi, maka
mereka sebenarnya mempromosikan pandangan bahwa struktur-struktur dan
institusi-institusi dari masyarakat yang ada adalah baik dan ideal yang
berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Implikasinya adalah,
bahwa setiap perubahan dalam tatanan yang sudah mantap dalam konteks ini
niscaya disfungional yakni terganggunya kerja masyarakat yang setabil, jadi
para pengeritik berkeyakinan bahwa struktural fungsionalis secara tersirat
mengadopsi begitu saja pandangan bahwa struktur sosial itu tidak berubah,
kadang-kadang dikombinasikan dengan diabaikannya perubahan sosial.
2. Gagasan fungsi berkenaan dengan
bagaimana kita memutuskan, andai kata sesuatu berfungsi atau tidak berfungsi
struktur atau institusi atas dasar apakah struktur atau institusi tersebut
memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Bagi kritikus penilaian
semata-mata atas dasar ini menyiratkan bahwa suatu struktur atau sistem aturan
dianggap fungsional selama ini ia memenuhi tugas-tugas tertentu dalam
masyarakat yang terpenting tak soal konsekwensi-konsekwensinya.
Teori Strukturalisme
Teori Strukturalisme adalah strategi
penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia, yakni struktur dari
poses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas
budaya. strukturalisme adalah fenomena sosial yang secara internal dihubungkan
dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Strukturalisme
adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan hubungan
daripada hal. Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai
elemen dari penanda suatu sistem.
e. Teori Antropologi Kognitif
Bidang antropologi kognitif berfokus
pada studi tentang hubungan antara budaya manusia dan pikiran manusia.
Antropolog kognitif mempelajari bagaimana orang memahami dan mengatur material
objek, peristiwa, dan pengalaman yang membentuk dunia mereka sebagai orang yang
mereka belajar memahaminya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Istilah antropologi berasal dari bahasa
yunani, asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian,
secara harfiah antropologi ilmu tentang manusia. Pendekatan yang digunakan
dalam antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistik) dan
kualitatif (naturalistic). Tujuan dari ilmu antropologi untuk memperluas arena
perbandingan di samping untuk merekam budaya sebelum budaya budaya itu lenyap
dan mencari suatu bangsa atau kelompok yang belum pernah di teliti. Ilmu
antropologi erat kaitannya dengan ilmu sosial lainnya seperti sosiologi,
geografi, sejarah, ilmu polotik, psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Antropologi mulai berkembang pada abad ke-15 dan terus berkembang hingga
sekarang.
3.2 SARAN
Pembahasan tentang ilmu antropologi
dan struktur ilmunya jangan berhenti sampai pada makalah in saja. Sebagai
generasi muda yang berbudaya, kita harus tetap mengembangkan dan mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa makalah in jauh dari
sempurna, maka dari itu kami menerima segala kritik dan saran guna
keberlangsungan kami dalam menulis makalah agar lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Supardan,
Dadang. 2013. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta:Bumi Aksara
www.psychologymania.net/2010/04/sejarah-perkembangan-antropologi.html?m=1
addyarchy07.blogspot.com/2011/11/konsep-konsep-dalam-antropologi.html?m=1
lailatulrahmawati.blogspot.com/2012/10/teori-teori-antropologi.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar