Senin, 03 Oktober 2016

Makalah Ilmu Antropologi dan Struktur Ilmunya



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    LATAR BELAKANG
Antropologi termasuk ilmu sosial yang sangat penting dipelajari oleh mahasiswa sosial terutama mahasiswa sosiologi. Karena antropologi menyangkut ilmu tentang masyarakat sekaligus tentang manusia itu sendiri dan juga bagaimana manusia berasal dan kebudayaan yang manusia biasa lakukan. Tapi semakin berkembangnya zaman modern ini banyak mahasiswa yang menganggap mudah ilmu sosial terutama antropologi ini. Mereka mengangap ilmu sosial itu dapat dipahami hanya dengan seklai membaca dan tidak perlu usaha yang kerass untuk memahaminya. Namun pada kenyataannya banyak dari mahasiswa yang memiliki nilai yang tidak baik dalam ilmu sosial karena mereka menganggap sepele terhadap ilu-ilmu sosial

1.2.    RUMUSAN MASALAH
1.  Apa yang dimaksud ilmu antropologidan pendekatan yang digunakan?
2.  Apa tujuan dan hubungan antropologi dengan ilmu sosial lainnya?
3.  Bagaimana sejarah perkembangan ilmu antropologi?
4.  Apa konsep dalam ilmu antropologi?
5.  Apa teori-teori dalam ilmu antopologi?

1.3.     TUJUAN PENULISAN
1.  Mengetahui definisi dan pendekatan ilmu antropologi
2.  Mengetahui tujuan dan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu sosial lainnya
3.  Mengetahui sejarah perkembangan ilmu antropologi
4.  Mengetahui konsep dalam ilmu antropologi
5.  Megetahui teori-teori dalam ilmu antropologi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI
        Istilah antropologi berasal dari bahasa yunani, asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah antropologi ilmu tentang manusia. Secara khusus, ilmu antropologi terbagi kedalam lima sub ilmu yang mempelajari:
1.  Masalah asal dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis
2.  Masalah terjadinya aneka ragam cirri fisik manusia
3.  Masalah terjadinya perkembangan dan persebaran aneka raagam kebudayaan manusia
4.  Masalah asal perkembangan dan persebarananeka ragam bahasa yang diucapkan diseluruh dunia
5.  Masalah mengenai asa-asas dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam suku bangsa yang tersebar di seluruh dunia masa kini.
Secara makro antropologi dapat di bagi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan budaya
1.  Antropologi fisik
Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organism biologis yang melacak perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelediki variasi biologisnya dalam berbagai jenis. Keistimewaan apapun yang melekat pada manusia mereka di golongkan dalam binatang nmenyusui, khususnya primate. Demikian antropolog umumnya memiliki anggapan bahkan nenek moyang manusia itu primata lainnya, khususnya sejenis kera dan monyet. Para ahli antropologi fisik melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan, dan mengapa kita menjadi makhluk sekarang ini.
2.  Antropologi budaya
Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia atau cara   hidup dalam masyarakat . cabang antropologi budaya ini di bagi menjadi tiga bagian yaitu; akreopologi, linguistik dan etnologi. Antropologi budaya juga merupakan study tentang praktik sosial bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa. Di ciptakan dan di uji sebelum di gunakan oleh masyarakat manusia. Istilah antropologi budaya dikaitkan dan penulisan antropologi di amerika.

Kajian antropolog
a.   Pertimbangan politik
b.   Menyangkut hubungan kebudayaan dengan kekuasaan
c.   Menyangkut bahasa dalam antropologi budaya
d.   Preprensi dalam pemikiran individual dimana terjadi hubungan antara jati diri dan emosi
Fokus studi budaya yang di laksanakan para ahli antropologi lebih banyak di lakukan terhadap budaya pra sejarah maupun kebudayaan baratyang dapat menolak faliditas generalisasi lama yang universal yang di buat tanpa melalui penelitian lapangan contoh haviland dapat menunjukan dua kasus
1.  Karya margareth mead di Samoa bahwa perubahan biologis yang terjadi pada kaum remaja harus di sertai dengan pergolakan pertekanan psikologis.
2.  Brosnilav Malinowski meragukan teori oedifus complexs yaitu keterkaitan seksual yang kuat dari anak laki-laki kepada ibunya yang timbul bersamaan dengan sikap bermusuhan terhadap ayahnya , menurut frued fenomena in bersifat umum.
Cabang antropologi budaya in di bagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni arkeologi, antropologi linguistic, dan etnologi.
a.   Arkeologi
Arkeologi adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda peninggalan lama dengan maksud untuk menggambarkan serta menerangkan perilaku manusia karena dalam peninggalan-peninggalan lama itulah terpantul ekspresi kebudayaannya.
b.   Antropologi linguistic
Ernest Cassire mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mahir dalam menggunakan symbol-simbol sehingga manusia di sebut Homo symbolicum,. Karena itulah manusia dapat berbahasa, berbicara, dan melakukan gerakan-gerakan lainnya yang juga banyak di lakukan oleh makhluk-makhluk lain yang serupa dengan manusia.
c.   Etnologi
Pendekan etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiannya pada kebudayaan-kebudayaan zaman sekarang, telaahnya pun terpusat pada perilaku manusianya, sebagaimana dapat di saksikan langsung, dialami, serta didiskusikan dengan pendukung kebudayaannya.
Secara keseluruhan, yang termaksud bidang-bidang khusus secara tematis dalam antropologi lainnya, selain antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi ekonomi, antropologi medis, antropologi psikologi, dan antropologi sosial.
1.  Antropologi ekonomi
Bidang in merupakan cara manusia dalam mempertahankan dan mengekspresikan diri melalui penggunaan barang dan jasa material. Masyarakat masa lampau dan sekarang, termasuk masyarakat non-Barat yang fokusnya terarah pada bentuk dan penyatuan kehidupan ekonomi, dalam kaitannya dengan perbedaan gaya kekuasaan dan ideologi.
2.  Antropologi Medis
Antropologi medis merupakan subdisiplin yang sekarang paling popular di amerika serikat, bahkan tumbuih pesat di mana-mana.. antropologi medis ini banyak membahas hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak memengaruhi evolusi manusia, terutama berdasarkan hasil-hasil penemuan paleopatologi.
3.  Antropologi psikologi
Bidang ini merupakan mengkaji tentang hubungan anatar individu dengan makna dan nilai dengan kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada. Antropologi psikolog menggunakan berbagai pendekatan pada masalah kemunculan dalam interaksi antara pikiran, nilai, dan kebiasaan sosial
4.  Antropologi sosial
Bidang in mulai dikembangakan oleh James George Frazer di Amerika Serikat pada awal abad ke-20.Antropologi sosial sendiri mendiskripsikan proyek evolusionis yang mempunyai tujuan untuk merekonstruksi masyarakat primitif asli dan mencatat perkembangannya melalui berbagau tingkat peradaban.Para ahli antropologi sosial memiliki kontribusi terhadap kajian-kajian penelitian terapan atas berbagai persoalan,seperti hubungan etnik,imigrasi,efek medis,ketetapan pendidikan,dan pemasaran.

2.2    PENDEKATAN,METODE,TEKNIK,ILMU BANTU,DAN JENIS PENELITIAN ANTROPOLOGI

Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistik) dan kualitatif (naturalistic).Artinya,dalam penelitian antroppologi dapat dilakukan melalui pengkajian secara statistic-matematis,baik dilakukan untuk mengukur pengaruh maupun korelasi antarvariabel penelitian maupun dilakukan secara kualitatif-naturalistik.
Menurut Kapplan dan Manner (1996:6) dalam antropologi pun dikenal pendekatan relativistik dan komparatif. Pendekatan relativistik memandang bahwa setiap kebudayaan merupakan konfigurasi unik yang memiliki citarasa khas,gaya,serta kemampuan tersendiri.di sini kaum relativis menyatakan bahwa suatu budaya harus diamati sebagai suatu kebetulan tunggal dan hanya sebagai dirinya sendiri.
Sedangkan kaum komparativis berpendapat bahwa suatu instutusi,proses kompleks,atau ihwal sesuatu hal,haruslah terlebih dahulu dicopot dari matriks budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan institusi,proses,kompleks,atau ihwal-ihwak dalam konteks sosiokultural lain.Adanya relativitas yang ekstrem,berangkat dari anggapan-anggapan bahwa tidak ada dua budayapun yang sama,pola,tatanan,dan makna akan dipaksakan jika elemen-elemn diabstraksikan demi perbandingan.Oleh karena itu,perbandingan bagian-bagian yang telah diabstraksikan dari suatu keutuhan,tidaklah dapat dipertahankan secara analitis.
Adapun metode penelitian antropologi yang dapat digunakan yaitu deskriptif,komparatif,studi kasus,etnografis,dan survei.
Metode komparatif sendiri adalah metode penelitian yang mencabut unsur-unsur kebudayaan dari konteks masyarakat yang hidup dan dibandingkan dengan sebanyak mungkin unsur dan aspek suatu kebudayaan.
Menurut Gopala (1975), sarana dalam ilmu antropologi sedikitnya ada empat macam penelitian komparatif,yaitu
1.  Penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan manusia secara         inferensial.
2.  Penelitian komperatif untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan;
3.  Penelitian komperatif untuk taksonomi kebudayaan;
4.  Penelitian komperatif untuk menguji korelasi-korelasi antarunsur, antarpranata, dan antargejala kebudayaan, untuk membuat generalisai-generalisasi mengenai tingkah laku manusia pada umumnya.
Ilmu antropologi menurut Koentjaraningrat (191:13) mencakup 5 disiplin ilmu,antara lain paleantropologi,antropologi fisik,etnolinguistik,antopologi pre-histori,dan etnologi.

1.        Paleantropologi
Merupakan ilmu tentang asal-usul atau soal terjadinya evolusi manusia dengan mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang telah membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman yang tersimpan dalam lapisan bumi dan didapat dengan berbagai penggalian.
2.     Antropologi Fisik
Merupakan bagian ilmu antropologi yang mempelajari suatu pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna  makhluk manusia jika dipandang dari suatu ciri-ciri tubuhnya, baik lahir (fenotipik), seperti warna kulit,warna dan bentuk rambut,indeks tengkorak,bentuk muka,warna mata,bentuk hidung,tinggi badan,dan bentik tubuh maupun sifat bagian dalam (genotipik), seperti golongan darah atau sebagainya.
3.      Etnolinguistik atau antropologi linguistik
Suatu ilmu yang berkaitan dengan ilmu antropologi,dengan berbagai meetode analisis kebudayaan yang berupa daftar kata-kata,penulisan tentang ciri-ciri tata bahasa dari berates-ratus bahasa suku  bangsa yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi.
4.      Prehistori
Merupakan ilmu tentang perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan manusia sejak sebelum manusia mengenal aksara,dalam ilmu sejarah seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya makhluk manusia,yaitu kira kira 800.000 tahun yang lalu hingga sekarang,ilmu in dibagi menjadi dua bagian,yaitu masa sebelum mengenal tulisan atau huruf,dan masa setelah manusia mengenal tulisan atau huruf.Subilmu prehistori sering juga disebut ilmu arkeologi.
5.      Etnologi
Merupakan bagian ilmu antropologi tentang asas-asas manusia,mempelajari kebudayaan-kebudayan dalam kehidupan masyarakat dari bangsa-bangsa tertentu yang tersebar di muka bumi ini pada masa sekarang.Sekarang in subilmu dari etnologi telah berkembang menjadi dua aliran, yang pertama lebih menekankan pada diakronik atau yang disebut descriptive integration, sedangkan aliran yang kedua yang menekankan penelitian sinkronik dinamakan penelitian  generalizing approach (Koentjaraningrat, 1987:16)

2.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN ANTROPOLOGI
              Tujuan dari ilmu antropologi untuk memperluas arena perbandingan di samping untuk merekam budaya sebelum budaya budaya itu lenyap dan mencari suatu bangsa atau kelompok yang belum pernah di teliti. Kedua bidang besar dari antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan masnusia dan mempelajaai variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan antropologi budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Antropologi memiliki kedudukan, tujuan, dan manfaat, yang unuk karena bertyujuan dan bermanfaat dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang di dasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat, dan bukan hanya masyarakat Eropa dan Amerika Utara saja.

2.4 HUBUNGAN ANTARA ANTROPOLOGI DAN ILU-ILMU SOSIAL LAINNYA
1.  Hubungan Antropologi dengan Sosiologi
Sejak lahirnya sosiologi oleh auguste Comte, ilmu tersebut bercirikan positivistic yang objek kajiannya adalah masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok-kelompoknya. Kelompok tersebut menyangkut keluarga, etnis, suku, bangsa, komunitas pemerintahan, sebagai organisasi sosial, agama, politik, budaya, bisnis, dan organisasi lainnya. Sosiologo pun mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannta, serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap para anggotanya. Dengan demikian objek kajian sosiologi adalah masyarakat manusia terutama dari sudut hubungan antarmanusia dan proses-proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Demikian juga antropologi, yang berarti ilmu tentang manusia. Dalam antropologi budaya mempelajari gambaran tentang perilaku manusia dan konteks sosial budayanya.
2.  Hubungan Antropologi dengan Psikologi
Hal itu tampak karena dalam psikologi pada hakikatnya mempelajari perilaku manusia dan proses-proses mentalnya. Dengan demikian, psikologi membahas factor-faktor penyebab perilaku manusia secara internal, seperti motivasi, minat, sikap, konsep diri, dan lain-lain. Sedangkan dalam antropologi, khususnya antropologi budaya lebih bersifat factor eksternal, yaitu lingkungan fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial dalam arti luas. Kedua unsure itu saling berinteraksi satu sama lain yang menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses belajar. Dengan demikian, keduanya memerlukan interaksi yang intens untuk memahami pola-pola budaya masyarakat tertentu secara bijak.
3.  Hubungan Antropologi dengan Ilmu Sejarah
Antropolohi member bahan prehistory sebagai pangkal bagi tiap penulis sejarah dari tiap bangsa di dunia. Selain itu banyak persoalan dalam historiografi dari sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode antropologi. Konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat yang dikembangkan oleh antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, akan memberi pengertian banyak kepada seorang ahli sejarah untuk mengisi latar belakang dari peristiwa politik dalam sejarah yang menjadi objek penyelidikannya.
Demikian juga sebaliknya, bagi para ahli antropologi jelas memerlukan sejarah, terutama sekali sejarah dari suku-suku bangsa dalam daerah yang didatanginya. Selain itu, untuk mengetahui tentang sejarah tersebut masih harus direkonstruksi sendiri oleh seorang peneliti. Dengan demikian, seorang sarjana antropologi sering kali harus memilki pengetahuan tentang metode-metode sejarah untuk merekonstruksi suatu sejarah dari suatu rangkaian peristiwa sejarah.
4.  Hubungan antropologi dengan Ilmu Geografi
Dalam hal in, kita dapat melihat bahwa geografi atau ilmu bumi itu mencoba mencapai pengertian tentang keruangan [alam dunia] in dengan memberi gambaran tentang bumi serta karakteristik dari segala macam bentuk hidup yang menduduki muka bumi. Di sinilah antropologi berusaha menyelami keanekaragaman manusia jika dilihat dari ras, etnis, maupun budayanya.
Begitupun sebaliknya, seorang sarjana antropologi sangat memerlukan ilmu geografi, karena tidak sedikit masala-masalah manusia, baik fisik maupun kebudayaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan alamnya.
5.  Hubungan Antropologi dengan Ilmu Ekonomi
Seorang ahli ilmu ekonomi yang akan membangun ekonomi suatu Negara, tentu akan memerlukan bahan komparatif mengenai, misalnya sikap terhadap kerja, sikap terhadap kekayaan, sistem gotong royong, dan sebagainya yang menyangkut bahan komparatif tentang berbagai unsure dari sistem kemasyarakatan di Negara-negara tersebut. Untuk pengumpulan keterangan komparatif tersebut, ilmu antropologi memilki manfaat tinggi bagi seorang ekonom.
6. Hubungan Antropologi dengan Ilmu Politik
 Agar dapat memahami latar belakang dan adat istiadat tradisional dari suku bangsa, maka metode analisis antropologi menjadi penting bagi seorang ahli ilmu politik untuk mendapat pengertian untuk mendapat pengertian dari tingkah laiku partai politik yng ditelitinya.
Seorang ahli antropologi dalam hal mempelajari suatu masyarakat untuk menulis sebuah deskripsi etnografi tentang masyarakat itu, pasti akan mengahadapi sendiri pengaruh kekuatan-kekuatan dan proses politik local serta aktivitas dari cabang-cabang partai politik nasional. Dalam menganalisis fenomena-fenomena tersebut, ia perlu mengetahui konsep-konsep dan teori-teori dalam ilmu politik yang ada.
2.5 OBJEKTIVITAS DALAM ANTROPOLOGI
Masalah lama dalam ilmu-ilmu sosial yang belum terpecahakan sampai sekarang adalah mengenai kesenjangan para peneliti. Barangkali soal inilah yang menjadi kendala dan paling sulit, terutama dalam antropologi karena dalam cara pengumpulan data dasarnya yang rumit dalam persoalan tersebut. Untuk itu, menurut Kapplan dan Manners semua ilmu sosial dan bukan hanya ntropologi mengalami bias. Keliru jika bermaksud mendapat objektivitas dalam pemikiran dan sikap antropolog selaku individu. Bukan disana kita harus mencarinya, melainkan seperti yang ditulis oleh Karl Popper objektivitas harus dicari dalam institusi dan tradisi kritik suatu disiplin. Hanya saling memberi dan menerima kritik terbuka serta melalui saling mempengaruhi antara bermacam-macam bias kita dapat berharap akan munculnya suatu yang mendekati objektivitas. Dengan kata lain, objektivitas hakiki suatu disiplin ilmu diupayakan dan ditingkatkan secara komulatif dari masa ke masa.


2. 6 SEJARAH PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI

Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996:1-3) terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari para musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan jajahan, mulai menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai "etnografi" (dari kata etnos berarti bahasa.
b. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beerapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut mentangkut masyarakat yang dianggap "primitiv" yang tingkat evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat yang tingkatannya sudah dianggap maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah terdapat bebarapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
c. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.
d. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelahPerang Dunia II.
Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitiv non Eropa kepada penduduk pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh para ahli dari Amerika dan Eropa.
Pada fase keempat ini antropologi memiliki dua tujuan utama:
1. Tujuan Akademis, untuk mencapai pemahaman tentang manusia berdasarkan bentuk fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya.
2. Tujuan Praktis, untuk kepentingan pembangunan
Lahirnya Ilmu Antropologi
Antropologi adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan antropologi tetap penting dibicarakan. Kebanyakan antropolog sependapat bahwa antropologi muncul sebagai suatu cabang keilmuan yang jelas batasannya pada sekitar pertengahan abad kesembilan belas, tatkala perhatian orang pada evolusi manusia berkembang. Setiap antropolog dan ahli sejarah memiliki alas an sendiri-sendiri untuk menetukan kapan antropologi dimulai. Dari sudut pandang "sejarah gagasan", tulisan-tulisan filsuf, dan peziarah Yunani, sejarawan Arab kuno, peziarah Eropa kuno, maupun masa renaisans, dan filsuf, ahli hukum, ilmuwan berbagai bidang dari Eropa, semuanya bisa dianggap pendorong bagi dibangunnya tradisi antropologi.
Sebagai contoh, Alan Bernand (2000) berpendapat bahwa kelahiran antropologi adalah ketika konsep "kontrak sosial" lahir, dan persepsi mengenai hakikat manusia, masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan tumbuh dari konsep "kontrak sosial" tersebut. Gagasan ini dalam beberapa hal adalah pelopor dalam teori evolusi.
Perdebatan pada abad ke 18 mengenai asal usul bahasa dan mengenai hubungan antara manusia dengan apa yang kita sebut primate yang lebih tinggi juga relevan, seperti halnya perdeatan pada abad ke 19 antara poligenis (keyakinan bahwa setiap 'ras' mempunyai asal usul terpisah) dan monogenis (keyakinan bahwa manusia memiliki asal usul keturunan yang sama, dari adam atau dari makhluk yang disebut dengan kera). Gagasan demikian itu tidak hanya penting sebagai fakta sejarah, tetapi juga karena gagasan itu membentuk persepsi antropologi modern mengenai dirinya sendiri.
Antropologi di Eropa pada abad ke 18 ditandai oleh tiga pertanyaan penting yang diajukan untuk pertama kali dalam bentuk modern selama masa pencerahan di Eropa. Pertanyaan itu adalah:
a. Siapa yang mendefenisikan manusia dalam bentuk abstrak?
b. Apa yang membedakan manusia dari binatang?
c. Dan apa kondisi alamiah dari manusia itu?
Dari pertanyaan itu maka munculah ilmuwan dan tokoh-tokoh dalam pengembangan kehidupan manusia, sehingga disebut dengan ilmu antropologi yang kita kenal sampai sekarang.
Antropologi pada abad ke 19 dan abad ke 20, berkembang dalam arah yang lebih sistematik dan menggunakan peralatan metedologi ilmiah. Persoalan paradigma menjadi semakin penting karena masih mempertanyakan pertanyaan–pertanyaan diatas. Dan samapi saat sekarang ini para ilmuwan dan tokoh-tokoh masih mengembangkan pemikiran mereka dalam dunia ilmu antropologi ini.
Berkembangnya Ilmu Antropologi
Dalam arti tertentu, praktik antropologi dimulai begitu manusia mulai berfikir tentang masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar memutuskan untuk membandingan diri mereka sendiri dengan masyarakat-masyarakat lain yang melakukan kontak dengan mereka.
Ahli sejarah Yunani, Herodotus (484-425 SM) menghabiskan bertahun-tahun untuk melakukan perjalanan di Asia, Mesir dan Yunani, dan menuliskan gambaran terperinci tentang pakaian, panen, etiket dan ritual dari orang-orang yang ia jumpai. Ibn Khaldun (13326-1406) adalah seorang ahli politik dan sejarah yang tinggal beberapa tahun. Ia menghasilkan karya ilmiah yang menakjubkan, karena mengelompokkan orang-orang yang diamatinya menjadi dua kelompok masyarakat, yaitu suku Bedouin yang dianggap liar, nomaden serta agresif, dan masyarakt kota yang menetap, berpendidikan dan kadang-kadang korup, yang menggantungkan hidup mereka pada pertanian lokal.
Antropologi mengemuka setelah melewati serangkaian perkembangan yang kompleks, dan saat ini mencakup minat-minat dan bidang-bidang ilmu yang sangat beragam. Kita akan meninjau beberapa diantaranya untuk memahami bagaimana antropologi sampai saat pada perkembangannya saat ini.
Setidaknya sejak abad kelima belas, dengan dilengkapinya pe;ayaran-pelayaran besar untuk menemukan dan menaklukan wilayah baru, muncul berbagai perdebatan tentang sifat dan adat istiadat orang-orang biadab yang digambarkan oleh orang pelaut dan pedagang. Di akhir abad keenam belas sastrawan Perancis, Michael De Montaigne (1533-1529), memadukan pengetahuannya tentang karya-karya penulis klasik seperti Xenophon, Lucretius dan virgil dengan penjelajahan-penjelajahan dunia baru.
Selama zaman pertengahan, makhluk didunia dikelompokkan kedalam beberapa ordo yang statis, diciptakan oleh tuhan yang disebut rantai kehidupan (chain of being). Pada abad ketujuh belas dan delapan belas 'Rantai' tersebut kerat teramati dalam kondisi-kondisi yang lebih dinamis. Dengan demikian, kebudayaan dapat dianggap sebagai kemajuan, dengan masyarakat eropa sebagai titik puncak perkembangan, baik secara moral maupun cultural.
Antropologi menjadi sebuah subjek akademis yang berdiri sendiri pada abad kesembilan belas, sebagian besar memusatkan perhatian pada penelitian sifat-sifat fisik, bahasa dan budaya masyarakat yang belum beradab. Sir Edward Tylor menjadi dosen antropologi di
Oxford pada tahun 1884, maka mulai disinilah antropologi dikembangkan diberbagai Negara. Hampir disepanjang abad kesembilan belas, status pasti antropologi mencakup segala hal, mulai dari mengukur bentuk dan ukuran kepala sampai mengumpulkan artefak untuk mengisi museum-museum dikota-kota yang kaitannya dengan sains, terutama zoology dan biologi.
Goerge Stocking, seorang ahli antropologi sejarah dari Amerika membedakan perilaku banyak warga Inggris Victoria dengan masyarakat non Eropa, secara jelas gambaran yang dimunculkan adalah gambaran seorang yang bukan saja terasing secara geografis, tapi juga kebalikan dari gambaran ideal dari seorang pria Victoria; berkulit putih, menarik bersih (sifat ini bisa dikatakan mendekati sifat saleh). Gagasan itu jelas menggambarkan evolusi budaya, sebuah gagasan yang berhasil menjadi sebuah teori dominan di abad kesembilan belas.
Gagasan ini didukung oleh hasil penelitian beberapa disiplin ilmu, bukti-bukti geologi menunjukan bahwa bumi lebih tua daripada yang diungkapkan oleh injil, sementara penemuan-penemuan arkeologi seperti peralatan yang ditemukan di tanah berlumpur Denmark dianggap mendukung teori yang menyatakan bahwa
umat manusia telah melewati berturut-turut, zaman-zaman batu, perunggu, dan besi. Para ilmuwan mulai mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan bukan lagi penjelasan teologi untuk memahami perbedaan perkambangan antara Negara-negara dengan peradaban barat dengan masyrakat yang secara teknologi dan budaya dianggap lebih primitif.
Pada tahun 1896 ahli antropologi Franz Boas (1858-1942) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul The Limitations Of The Comparative Method Of Anthropology . Dua kalimat terakhir dalam tulisannya mengatakan "sampai saat ini kita masih terlalu senang tingkah laku aneh yang cerdik. Kerja nyata masih didepan kita", yang ia maksud dengan kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli evolusi, yang menurut Boas, riset mereka pada hikikatnya rasis dan hanya ditunjang oleh sedikit bukti saja.
Banyak karya-karya Boas yang diterima oleh pakar antropologi lainnya, sehingga mereka melihat tanda-tanda awal perpecahan minat antara para ahli antropolgi Amerika dan Inggris. Pengikut Boas di Amerika, seperti ilmuwan A.L. Kroeber (1876-1960) dan R. Lowie (1883-1957) meneruskan dengan melakukan penelitian sejarah, sekaligus memusatkan perhatian pada analisis budaya.

2.7 KONSEP-KONSEP ANTROPOLOGI
A. Kebudayaan (culture)
Konsep paling esensial dalam antropologi adalah konsep kebudayaan. Pada tiap disiplin ilmu sosial terdapat konsep kebudayaan, yang didefinisikan menurut versi yang berbeda-beda. Kebudayaan adalah konsep yang paling esensial dalam antropologi budaya dan semua konsep-konsep yang lain dalam antropologi budaya pasti berkaitan dengan kebudayaan. Oleh karena itu konsep kebudayaan perlu mendapat perhatian khusus.
B. Unsur Kebudayaan
Satuan terkecil dalam suatu kebudayaan disebut unsur kebudayaan atau ”trait”. Unsur-unsur kebudayaan mungkin terdiri dari pola tingkah laku atau artefak. Tiap kebudayaan mungkin terdiri dari gabungan antara unsur-unsur yang dipinjam dari masyarakat lain dan yang ditemukan sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan.
C. Kompleks Kebudayaan
Seperangkat unsur kebudayaan yang mempunyai keterkaitan fungsional satu dengan lainnya disebut kompleks kebudayaan. Sistem perkawinan pada masyarakat indonesia adalah sebuah contoh kompleks kebudayaan.
D. Enkultrasi
Adalah proses dimana individu belajar untuk berperan serta dalam kebudayaan masyarakatnya sendiri.
E. Daerah Kebudayaan (culture area)
Adalah suatu wilayah geografis yang penduduknya berbagi (sharing) unsur-unsur dan kompleks-kompleks kebudayaan tertentu yang sama.
F. Difusi Kebudayaan
Adalah proses tersebarnya unsur-unsur kebudayaan dari suatu daerah kebudayaan ke daerah kebudayaan lain.
G. Akulturasi
Adalah pertukaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi selama dua kebudayaan yang berbeda saling kontak secara terus –menerus dalam waktu yang panjang.
H. Etnosentrisme
Adalah sikap suatu kelompok masyarakat yang cenderung beranggapan bahwa kebudayaan sendiri lebih unggul dari pada semua kebudayaan yang lain.
I. Tradisi
Pada tiap masyarakat selalu terdapat sejumlah tingkah laku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan ddalam kurun waktu yang panjang disebut dengan tradisi
J. Relativitas Kebudayaan
Tiap kebudayaan mempunyai ciri-ciri yang unik, yang tidak terdapat pada kebudayaan lainnya, maka apa yang dipandang sebagai tingkah laku normal dalam kebudayaan mungkin dipandang abnormal dalam kebudayaan yang lain.
K. Ras dan Kelompok Etnik
Ras dan etnik adalah dua konsep yang berbeda, tetapi sering dikacaukan penggunaannya. Ras adalah sekelompok orang yang kesamaan dalam unsur biologis atau suatu populasi yang memiliki kesamaan unsur-unsur fisikal yang khas yang disebabkan oleh keturunan (genitik) sedangkan etnik adalah sekumpulan individu yang merasa sebagai satu kelompok karena kesamaan identitas, nilai-nilai sosial yang dijunjung bersama, pola tingkah laku yang sama, dan unsur-unsur budaya lainnya yang secara nyata berbeda dibandingkan kelompok-kelompok lainnya
2.8 GENERALISASI-GENERALISASI ANTROPOLOGI
1. Kebudayaan
Dalam mengapresiasi budaya bangsa, setiap kebudayaan disamping memilki kelemahan juga memilki keunggulan. Oleh karena itu, tidak akan ada suatu bentuk kebudayaan yang sempurna.
2. Evolusi
Evolusi tidak terbatas pada bidang biologi saja, melainkan meluas pada bidang sosial dan kebudayaan. Dalam bidang sosial kita mengenal evolusi universal dari Herbert Spencer, dalam bidang keluarga dikenal evolusi keluarga JJ Bachoven, dalam bidang agama dan kepercayaan dikenal evolusi animism, religi dan magis dari E.B Taylor dan J.G. Frazer, dalam bidang kebudayaan dikenal evolusi kebudayaan E.B Taylor dan L.H Morgan, serta dalam sosiokultural dikenal evolusi sosiokultural dari Sahlins dan Haris.
3. Culture Area
Pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsure-unsur baru yang akan mendesak unsure-unsur budaya lama kearah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhan budaya itu. Oleh karena itu, jika hendak mencari atau meneliti unsure-unsur budaya kuno maka tempat untuk mendapatkannya adalah di daerah-daerah pinggiran sebagai culture areanya.
4. Enkulturasi
Pada hakikatnya, proses enkulturasi [proses mempelajari kebudayaan] seseorang terhadap budaya orang lain itu diperlukan, guna menumbuhkembangkan sikap toleransi dan saling mengahargai kebudayaan yang beragam dalam suatu pendidikan multicultural maupun pendidikan global.
5. Difusi
Orang dapat saja beranggapan bahwa dengan meluasnta unsure-unsur budaya megalith Mesir kuno, yang berda di kawasan Afrika, Laut Tengah, Mesopotamia, India, Indonesia, Polinesia, sampai ke Amerika, kemudian menyimpilkan bahwa telah terjadi proses difusi budaya heliolithic.
6. Akulturasi
Dalam proses akulturasi, biasanya budaya overt atau lahiriyah jauh lebih berkembang disbanding budaya covert atau tersembunyi.
7. Etnosentrisme
Pada hakikatnya, setiap bangsa memlki etnosentrisme atau penilaian yang baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaan kelompoknya sendiri, hanya intentisitasnyalah yang berbeda-beda, ada yang sedikit dan ada pula yang sangat etnosentris. Suatu bangsa, semakin tinggi etnosentrisnya, akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan internasional.
8. Tradisi
Bagi pendukung antropologi aliran fungsionalisme, tradisi pada hakikatnya adalah aktivitas kebudayaan yang bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
9. Ras dan Etnik
Ras merupaka suatu konsep biologi yang valid. Ia tidak sekadar menggambarkan morfologinya, yakni struktur fisik yang diamati, melainkan juga komposisi genetic sub-sub bagian spesies itu, seperti gen untuk golongan darah dan untuk protein-protein spesifik. Sedangkan konsep etnik lebih merujuk kepada kesatuan-kesatuan sosial dalam sistem sosial kebudayaan yang memiliki arti atau kedudukan tertentu karena keturuna, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kapabilitas tiap ras dan etnis, tidak ada di dunia in yang menjadi ras dan etnis yang suferior atau inferior.
10. Stereotif
Berkembangnya prasangka dan stereotif antaretnik yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu factor penyebab hambatan dalam mewujudkan multikulturalisme bangsa Indonesia, pada gilirannya akan memperlemah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
11. Kekerabatan
Ikatan ibu dan anak dapat diamati dan dinilai secara universal, tetapi peran ayah dan ibu dalam masyarakat tradisional sangatlah bervariasi. Oleh karena itu, sistem kekerabatan pada masyarakat tradisional tidak dapar digenelarisir secara universal. Namun demikian, harus diakui bahwa gagasan yang hampir sama mengenai perkawinan yang menghindari tabu insect, yaitu perkawinan antara keturunan yang memilki hubungan darah yang sangat dekat, dapat diteliti pada masyarakat-masyrakat tradisional bahkan modern sekaligus.
12. Magis
Magis memang kejam, jahat, dan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tetapi perkembangan magis yang pernah mengalami masa-masa jaya pada masa kehidupan primitif   
2. 9 TEORI-TEORI ANTROPOLOGI
a. Teori Evolusi Deterministrik
Adalah teori tertua dan dikembangkan oleh 2 tokoh pertama dalam antropologi, ialah Edward Burnet Tylor (1832-1917) dan Lewis henry Morgan (1818-1889). Teori ini berangkat dari anggapan bahwa ada suatu hukum (aturan) universal yang mengendalikan perkembangan semua kebudayaan manusia. Menurut teori ini setiap kebudayaan mengalami evolusi melalui jalur dan fase-fase yang sudah pasti.
b.      Teori Difusi
Perkembangan sejarah unsur-unsur kebudayaan manusia di awali oleh seorang sarjana bernama F. Ratzel (1844-1904). Dia adalah seorang sarjana Ilmu hayat merangkap ilmu bumi, yang memberiakn suatu anggapan bahwa Kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu
makhluk manusia baru saja muncul di dunia ini. Kemudian, kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah ke dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu. Dalam proses pemecahan itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi.
Teori difusionisme memiliki kelebihan yang patut menjadi catatan dalam kajian antropologi. Teori difusi memiliki kelebihan karena merupakan pandangan awal yang menyatakan bahwa kebudayaan yang ada merupakan sebaran dari kebudayaan lainnya. Di samping itu, dari sini terdapat cara pandang baru yang meletakkan dinamika dan perkembangan kebudayaan tidak hanya dalam bentang waktu saja, tetapi juga dalam bentang ruang, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Perry dan Smith dalam pemikirannnya. Kelebihan lainnya adalah para pengusung teori ini telah menggunakan analisis komparatif yang berlandaskan pada standar kualitas dan kuantitas dalam menentukan wilayah persebaran kebudayaan sebagaimana yang yang mereka yakini. Kelebihan lainnya adalah para penyokong teori ini sangat memperhatikan setiap detail catatan mengenai kebudayaan sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan atau keterkaitan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Dan kelebihan yang terpenting dari teori ini adalah penekanan mereka pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang lebih dan akurat, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian diikuti oleh para murid yang menjadi pengikutnya selanjutnya.
Teori difusionisme tidak lepas pula dari beragam kelemahan atau kekurangan. Secara umum, teori difusi kebudayaan memiliki kelemahan dari sisi data karena tidak memilki dukungan data yang cukup dan akurat dan pengumpulan data tidak dilakukan melalui prosedur dan metode penelitian yang jelas. Hal ini misalnya tampak pada kesimpulan teori ini yang mengatakan bahwa peradaban-peradaban kuno di bumi sebenarnya berasal dari orang-orang Mesir. Hal ini memperlihatkan pandangan para pengusungnya yang sangat Mesir-Sentris hanya karena kekaguman mereka dan keterpesonaan mereka dengan kebudayaan negeri Fir’aun ini setelah lama melakukan penelitian di tempat ini.
Kelemahan lain yang ada dalam teori ini adalah terletak pada metode yang mereka gunakan dalam melakukan penelitian yang tidak memperbandingkan kebudayaan-kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam penelitiannya, para pengusung teori ini hanya melakukannya berdasarkan pada ketersediaan data yang ada saja karena pada kenyataannya untuk sampai pada sebuah kesimpulan sebagaimana di atas mereka tidak pernah melakukan penelitian lapangan yang menjadi tuntutan untuk mengemukakan sebuah pernyataan yang berujung pada pembentukan teori.
Kelemahan lainnya yang terdapat dalam teori ini adalah karena keterikatan mereka dengan catatan sejarah sebagai bagian dari model teori yang mereka gunakan. Akibatnya, tidak semua sejarah yang berkaitan dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena beragam sebab yang diantaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian terhadap suku tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikritik oleh Malinowski dan Brown yang melakukan penelitian sejarah terhadap suku yang masih sederhana di kalangan orang Andaman. Tetapi karena keterbatasan data yang menerangkan mengenai keberadaan mereka, maka penelitian dengan menggunakan teori difusi sebagaimana yang dikemukakan oleh Boas dan kawan-kawannya.
c. Teori Fungsionalisme
Teori ini dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang selama Perang Dunia II mengisolir diri bersama penduduk asli pulau Trobrian untuk mempelajari cara hidup mereka dengan jalan melakukan observasi berperanserta (participant observation). Ia mengajukan teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan merupakan bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsional atas kebudayaan menekankan bahwa setiap pola tingkah-laku, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan yang bersangkutan.
Ada dua hal yang paling menonjol yang diutarakan oleh Grabb mengenai fungsionalis:
1. Pengamat berkeyakinan bahwa jika struktural fungsionalis menguraikan tugas-tugas masyarakat sebagai fungsi, maka mereka sebenarnya mempromosikan pandangan bahwa struktur-struktur dan institusi-institusi dari masyarakat yang ada adalah baik dan ideal yang berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Implikasinya adalah, bahwa setiap perubahan dalam tatanan yang sudah mantap dalam konteks ini niscaya disfungional yakni terganggunya kerja masyarakat yang setabil, jadi para pengeritik berkeyakinan bahwa struktural fungsionalis secara tersirat mengadopsi begitu saja pandangan bahwa struktur sosial itu tidak berubah, kadang-kadang dikombinasikan dengan diabaikannya perubahan sosial.
2. Gagasan fungsi berkenaan dengan bagaimana kita memutuskan, andai kata sesuatu berfungsi atau tidak berfungsi struktur atau institusi atas dasar apakah struktur atau institusi tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Bagi kritikus penilaian semata-mata atas dasar ini menyiratkan bahwa suatu struktur atau sistem aturan dianggap fungsional selama ini ia memenuhi tugas-tugas tertentu dalam masyarakat yang terpenting tak soal konsekwensi-konsekwensinya.
Teori Strukturalisme
Teori Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia, yakni struktur dari poses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. strukturalisme adalah fenomena sosial yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Strukturalisme adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan hubungan daripada hal. Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
e. Teori Antropologi Kognitif
Bidang antropologi kognitif berfokus pada studi tentang hubungan antara budaya manusia dan pikiran manusia. Antropolog kognitif mempelajari bagaimana orang memahami dan mengatur material objek, peristiwa, dan pengalaman yang membentuk dunia mereka sebagai orang yang mereka belajar memahaminya.



















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Istilah antropologi berasal dari bahasa yunani, asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah antropologi ilmu tentang manusia. Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunakan pendekatan kuantitatif (positivistik) dan kualitatif (naturalistic). Tujuan dari ilmu antropologi untuk memperluas arena perbandingan di samping untuk merekam budaya sebelum budaya budaya itu lenyap dan mencari suatu bangsa atau kelompok yang belum pernah di teliti. Ilmu antropologi erat kaitannya dengan ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, geografi, sejarah, ilmu polotik, psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Antropologi mulai berkembang pada abad ke-15 dan terus berkembang hingga sekarang.
3.2 SARAN
Pembahasan tentang ilmu antropologi dan struktur ilmunya jangan berhenti sampai pada makalah in saja. Sebagai generasi muda yang berbudaya, kita harus tetap mengembangkan dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa makalah in jauh dari sempurna, maka dari itu kami menerima segala kritik dan saran guna keberlangsungan kami dalam menulis makalah agar lebih baik lagi.





DAFTAR PUSTAKA

Supardan, Dadang. 2013. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta:Bumi Aksara
www.psychologymania.net/2010/04/sejarah-perkembangan-antropologi.html?m=1
addyarchy07.blogspot.com/2011/11/konsep-konsep-dalam-antropologi.html?m=1
lailatulrahmawati.blogspot.com/2012/10/teori-teori-antropologi.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar