BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dari zaman ke
zaman kehidupan manusia memang selalu berubah dan berkembang, demikian juga
dalam pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran yang dahulu sudah ada terus
berkembang sampai saat ini dan akan terus berkembang di masa yang akan datang.
Kalau dahulu kita mengenal teori pembelajaran behavioristik sebagai
pembelajaran klasik (tradisional) maka saat ini, kita mengenal teori
pembelajaran kontemporer atau teori pembelajaran yang dipakai di era modern
ini.
Sampai sekarang ini, banyak orang yang mencari-cari
teori pembelajaran yang tepat agar bisa mendapatkan hasil optimal. Ketika teori
pembelajaran satu tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan, maka orang akan
mencoba teori pembelajaran lain. Ketika teori pembelajaran klasik tidak lagi
sesuai dengan perkembangan belajar manusia maka orang akan beralih pada teori
pembelajaran modern (kontemporer).
Begitupun dalam
pembelajaran IPS, dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Ketika pembelajaran IPS tradisional tidak lagi sesuai dengan
perkembangan zaman, maka pembelajaran IPS berkembang menjadi sebuah pembelajaran
yang modern dan terus menyesuaikan dengan kondidi masyarakat yang sudah
memasuki era globalisasi. Namun meskipun begitu, pembelajaran IPS harus tetap
menjunjung tinggi nasionalisme atau rasa cinta tehadap nagara dan kebudayaan
bangsa.
Menurut Huriah
(2014:52) pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu
sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisasikan secara
ilmiah dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai :nilai sentralnya”
untuk mencapai tujuan pendidikan (Nasional) khususnya dan pembangunan Nasional
pada umumnya (Soemantri, 2001, hal 47). Salah satu tujuan pendidikan IPS adalah
mempersiapkan peserta didik untuk dapat terjuan dengan baik dalam kehidupan
masyarakat. Pendidikan IPS yang ideal adalah yang dapat disesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan serta tuntutan kemajuan kehidupan.
Maka untuk itulah,
makalah ini dibuat dengan tujuan agar dapat menjadi acuan bagi pembaca untuk
memahami tentang pembelajaran IPS tradisional dan IPS modern serta
kontradiksinya maupun pengaruhnya dalam pembelajaran IPS di Indonesia yang
merupakan masyarakat memiliki keragaman budaya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pembelajaran IPS tradisional?
2.
Bagaimana
Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya?
3.
Bagaimana
Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman Budaya?
4.
Bagaimana
Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia?
1.3
Tujuan Masalah
1.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Pembelajaran IPS Tradisional?
2.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman
Budaya?
3.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman
Budaya?
4.
Untuk
Mengetahui Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembelajaran IPS tradisional
Sebelum membahas tentang bagaimana
pendidikan IPS tradisional, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang
hakikat pembelajaran. Menurut Munandir dalam Rudy Gunawan (2014:47)
pembelajaran merupakan perbuatan membelajarkan yang berarti mengacu pada ke
segala daua upaya untuk membuat seseorang belajar dan bagaimana mengahasilkan
terjadinya peristiwa belajar dalam diri seseorang tersebut. Pembelajaran
mengandung arti yang berbeda dengan belajar, dimana belajar merupakan sebuah
proses sementara pembelajaran adalah kegiatannya. Masih dalam buku Rudy Gunawan
(2014:47), Iswary mengatakan bahwa belajar dan kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan tidaklah tanpa arah, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang
disesuaikan dengan kegiatan pembelajarannya. Adapun tujuan belajar dapat
diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu (1) untuk mendapat pengetahuan; (2)
penanaman konsep dan keterampilan; (3) pembentukan sikap. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebuah kegiatan belajar yang bertujuan
agar proses belajar menjadi berhasil.
Dalam pembelajaran IPS tradisional
dilakukan melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach).
Seperti yang kita ketahui pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan dalam
melihat sebuah masalah. Menurut Rudy Gunawan, (2014:59) pendekatan diibaratkan
seseorang yang memakai kaca mata tertentu dalam memandang lingkungannya
sehingga warna yang dilihat tergantung dari warna kaca mata yang dipakai.
Pembelajaran IPS tradisional menjadikan
guru sebagai peran utama dalam pembelajaran, sementara siswa hanyalah sebagai
objek yang menjadi kewenangan guru. Dalam pembelajaran tradisional, guru sangat
berpesan aktif dalam semua aktifitas pembelajaran namun siswa hanya bersifat
pasif. Guru merupakan elemen penting yang sangan mendominasi di dalam kelas.
Keberhasilan maupun kegagalan dalam belajar siswa pun sangat ditentukan oleh
kemampuan guru dalam menyampaikan materi. Pembelajaran yang dilaksanakan secara
baik dan tepat, akan menyebabkan potensi dan kemampuan siswa berkembang dengan
sangan pesat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Kemampuan atau kualitas guru
yang rendah akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas rendah pula.
Sistem pembelajaran tradisional
memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentuka oleh guru. Peran siswa
hanya melakukan aktifitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini
lebih menitikberatkan upaya atau proses menghabiskan materi pembelajaran,
sehingga model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru
cenderung menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas pemahaman
siswa kurang mendapat perhatian secara serius.[1]
Rudy Gunawan (2013:59) mengemukakan
tujuh ciri pendekatan pembelajaran IPS tradisional antara lain sebagai berikut:
1.
Guru cenderung
hanya menyampaikan informasi yang bersifat fakta dan kurang memberikan
permasalahan dalam proses pembelajaran
2.
Interaksi yang
terjadi antara guru dengan siswa lebih bersifat satu arah (hanya dari guru
kepada siswa)
3.
Dalam proses
pembelajaran guru kerap memberikan indoktrinasi kepada siswa juga kurang
memberikan kesempatan berfikir kritis dan kreatif.
4.
Materi
pembelajaran yang disampaikan lebih cenderung bersifat kognitif (pengetahuan)
saja, kurang memberikan materi yang bersifat afektif dan psikomotor.
5.
Strategi, metode
dan teknik pembelajaran yang diberikan guru cenderung bersifat tunggal dan
monoton.
6.
Dalam pembelajaran
kurang menampakan CBSA yang tinggi.
7.
Penilaian lebih
banyak menggunakan teknik tes, baik tertulis maupun lisan, kurang menggunakan
tes perbuatan (perilaku).
Sedangkan, menurut Fauzi dalam blognya https://fauziapc.wordpress.com/2010/05/13/pendidikan-tradisional-dan-modern/ ciri-ciri utama pendidika tradisional adalah:
1. anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah
geografis distrik tertentu
2. mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan
berdasarkan umur
3. anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu
4. mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,
5. prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang ada
6. guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan
7. sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,
8. promosi tergantung pada penilaian guru,
9. kurikulum berpusat pada subjek pendidik,
10. bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks
2. mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan
berdasarkan umur
3. anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu
4. mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,
5. prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang ada
6. guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan
7. sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,
8. promosi tergantung pada penilaian guru,
9. kurikulum berpusat pada subjek pendidik,
10. bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks
Pembelajaran IPS tradisional atau pembelajaran konvensional sama halnya dengan pembelajaran konterstual. Dalam program ini tercermin tujuan pembelajaran, media mencapai sasaran serta materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan penekanan orisinil. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru merupakan rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswa (Iif dan Sofan, 2011:3).
2.2 Pembelajaran
IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya
Saat ini kehidupan berkembang dengan
sangat pesat. Terutama saat masuknya globalisasi dalam setiap sendi kehidupan
manusia. Globalisasi telah merubah cara pandang kehidupan manusia sesuai dengan
tuntutan zaman. Globalisasi juga mengahruskan kita sebagai generasi muda dari
sebuah negara yang mempunya keragaman budaya yang sangat unik untuk bisa
mengembangkannya dengan berbagai cara yang dapat diterima oleh masyarakat
global. Inilah tantangan bagi kita di era globalisasi sebagai masyarakat yang
memilki keragaman budaya. Dengan kata lain, globalisasi telah menuntun kita
untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi.
2.2.1 Globalisasi
Menurut Rudy Gunawan, (2013:59) globalisasi
inti dari kata global yang artinya bumi atau dunia. Globalisasi artinya keadaan
atau kontisi dimana isu dan masalah yang menyangkut berbagai bangsa dan negara
atau bahkan seluruh dunia. Pengertian lain yang berkata global yang bermakna
keseluruhan. Pendapat lain mengenai globalisasi diungkapkan oleh Iif dan Sofan
(2011:202) bahwa makinn kaburnya batas-batas negara (borderless)ndan semakin menyatunya dunia, menjadikan saling
ketergantungan antarnegara dan globalisasi menjadikan masa depan dipenuhi
ketidakpastian sehingga membuat masa depan sulit diprediksi.sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia globalisasi berarti proses masuknya ke ruang
lingkup dunia.
Dalam Rudy Gunawan (2013:60) menutur
Tye dalam bukunya “Global Education” :
From Thought To Action, pemahaman terhadap globalisasi merupakan proses
belajar tentang masalah-masalaah aatau isu-isu yang melintasi batasan-batasan
negara (nation) dan tentang sistem
keterhubungan dalam lingkungan, budaya, ekonomi, politik, dan teknologi.
Disamping itu, untuk lebih memahami lebih mendalam diperlukan perspektif atau
sudut pandang dan pendekatan terhadap kenyataan bahwa sementara para individu
dan kelompok-kelompok memiliki kebutuha dan keinginan yang sama.
Anderson mengatakan bahwa tidak ada
satupu negara yang mampu menolak bahakn menghindari globalisasi, dan tidak ada
pilihan lain kecuali menyesuaikan diri dengan langkah melakukan perubahan.
Perubahan yang penting, antara lain menyesuaikan sistem pendidikan dalam arti
penyesuaian seperlunya agara dapat mengantisipasi realita yang ada.seharusnya
pendidikan nasional mampu mengantisispasi satu langkah lebih maju dibandingkan
kehidupan lainnya (Rudy Gunawan, 2013:60).
Dalam dunia globalisasi masyarakat
antar belahan dunia melaksanakan kerjasama bahkan menimbulkan saling ketergantungan.
Banyak kerjasama antar negara yang sudah dijalin melalui proses globalisasi ini
seperti kerjasama politik, ekonomi, sosial, hukum, bahkan pendidikan dan
budaya. Dalam hal saling ketergantungan, Indonesia sangan bergantung pada
negara lain dalam hal ekonomi begitupun negara lain juga mempunyai
ketergantungan terhadap Indonesia.
Pendidikan tidak hanya memberikan
pengertian, dan keterampilan untuk hidup secara efektif dalam masyarakat global
dewasa ini, tetapi juga harus memberikan kemampuan untuk memanfaatkan dengan
sebaik-baiknya peluang-peluang dimasa akan datang dan mampu menghargai masa
lampau.
Berkembangnya
pembelajaran modern tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi dan
informasi yang telah merubah cara pandang hidup manusia. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi tersebut
mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok lagi
untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh karena itu, munculah sebuah
teori pembelajaran konstruktivisme sebagai jawaban atas berbagai persoalan
pembelajaran dalam masa kontemporer. [2]
Pendidikan global merupakan upaya untuk
menanamkan suatu pandangan (perspective)
tentang dunia kepada para siswa dengan memfokuskan bahwa terdapat saling
keterkaitan antara budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi. Pada umumnya,
tujuan pendidikan setiap mata pelajaran untuk kondidi saat ini menekankan pada
kemampuan siswa dalam berpikir kritis (critical
thinking skills), namun ada hal yang unik dalam pendidikan global, yaitu fokus
substansinya yang berasal dari hal-hal mendunia yang bercirika pluralisme,
interdependensi dan perubahan. Tujuan pendidikan global adalah untuk
mengembangkan pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup
secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan
ditandai oleh keragaman etnis, pluralisme budaya dan semakin saling
ketergantungan. Perlunya meningkatkan orientasi para siswa dalam wawasan
internasional semakin disadari. Meskipun demikian, khususnya Indonesia, upaya
untuk meningkatkan dan memperluas pemahaman global pada lembaga pendidikan
dasar dan menengah masih perlu diberdayakan (Sapriya, 2014:120-121).
Pamahaman terhadap globalisasi
merupakan suatu proses cara memandang dunia dengan hubungan-hubungan yang
terjadi di dalamnya. Pemahaman tersebut menurut King dan kawan-kawan harus
mengandung berikut (Rudy Gunawan, 2013:60-61):
1.
Pengertian terhadap
bumi beserta nmanusia sebagai bagian dari jaringan yang memiliki keterkaitan.
2.
Kepedulian
terhadap piliha-pilihan yang bersifat individu, nasional maupun universal.
Namun demikian keputusan yang diambil haruslah demi tatanan dunia yang lebih
baik di masa akan datang.
3.
Menerima bahwa
bangsa-bangsa lain memilki pandangan-pandangan yang berbeda dan munngkin ebih
senang pda pilihan-pilihan yang lain.
Pendidikan global adalah salah satu
saran agar siswa mengerti bahwa, mereka adalah bagian dari masyarakat dunia,
sekalipun demikian tidak berati tidak harus mengingkari dirinya sebagai warga
dari sebuah bangasa. Demikian juga sebaliknya, sebagai warga negara yang baik
seharusnya menjadi warga dunia yang baik.
Pendidikan global mencoba lebih banyak
menerangkan persamaan dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh berbagai
bangsa. Disamping itu, berusaha memberikan penekanan untuk berfikir tentang
negerinya sendiri, terutam berhubungan dengan masalah-masalah dan isu-isu yang
mampu melintasi batas-batas negara.
Pendekatan dalam pembelajaran IPS
modern akan berjalan jika sudah terpenuhi syarat sebagai serikut:[3]
Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada
kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa
Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan
Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup
Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar
2.2.2 Keragaman Budaya
Keragaman budaya mengandung dua arti,
yaitu keragaman artinya ketidaksamaan, perbedaan budaya berarti dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar (Rudy Gunawan, 2013:61). Yang dimaksud
keragaman budaya adalah bahwa kebudayaan tersebut bermacam-macam, bisa ditinjau
dari aspek peralatan dan perlengkapan kehidupan manusianya, mata pencaharian,
sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan,
maupun sistem religinya.
Dengan demikian, keanekaragaman budaya dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
suatu masyarakat memmilki lebih dari suatu perangakat gagasan, tindakan dan
hasil karya. (Koentjaraningrat,1980:193)
Keanekaragaman budaya diantaranya
mengambil wujud perbedaan ras, dan etnik yang dimilki sebuah masyarakat.
Keanekaragaman budaya bisa diperkenalkan sejak usia sekolah Dasar, di Indonesia
sejak kelas 3, dimulai dengan memperkenalkan perbedaan-perbedaan yang ada pada
siswa di kelasnya. Misalnya, perbedaan jenis kelamin, latar berlakan pekerjaan
orang tua, kemampuan belajar. Pelajaran IPS akan menjadi menarik jika para
siswa didorong mengenali berbagai perbedaan diantara mereka, tetapi tanpa harus
melupakan persamaan dan kebersamaan sebagai anggota kelas tersebut. Menurut
Skeel, pelajaran IPS pada dasarnya mengutamakan
atau memperbolehkan perbedaan dalam persamaan atau persamaan dalam perbedaan
(Rudy Gunawan,2013:61).
Dalam masyarakat yang memilki
keanekaragaman budaya timbul berbagai masalah dan isu diantaranya adalah
pembaruan, prasangka, dan etnosentrisme,( melahirkan superioritas dan
inferiotas). Dua hal yang terakhir sebenarnya lebih bersifat bagian yang tidak
terpisahkan dari proses pembaruan (asimilasi).
Dengan adanya hubungan antarmanusia dan
antarkelompok di dalam masyarakat akan terjadi kontak dan pertukaran budaya
dari satu individu ke individu lainnya. Keadaan seperti inilah yang mendorong
terjadinya proses perubahan suatu kebudayaan yang ada di dalam suatu
masyarakat. Proses perubahan kebudayaan antara lainasimilasi, akulturasi,
enkulturasi, dan inovasi.
Perkembangan teknologi yang pesat
menimbulkan perkembangan-perkembangan pula terhadap kehidupan sosial
masyarakat. Misalnya saat ditemukan alat pengeras suara, masyarakat tidak lagi
menggunakan kentongan maupun bedug sebagai pertanda waktu solat. Kebudayaan
masyarakat berubah yang dari tadinya menabuh kentongan atau bedug menjadi
menggunakan alat pengeras suara.
Menurut Koentjaraningrat pembaruan
adalah proses sosial yang timbul apabila ada hal-hal berikut (Rudy
Gunawan,2013:62):
1.
Golongan-holongan
manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2.
Saling bergaul
secara intensif untuk waktu yang lama.
3.
Kebudayaan-kebudayaan
golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas dan juga unsur-unsurnya
berubah wujud menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Faktor-faktor yang menghambat pembaruan, antara lain berikut
ini (Rudy Gunawan,2013:62):
1.
Kurang pengetahuan
terhadap kebudayaan yang dihadapi.
2.
Sifat takut
terhadap ketakutan dari kebudayaan lain atau inferioritas.
3.
Memandang terlalu
tinggi terhadap kebudayaan sendiri dan memandang rendah terhadap kebudayaan
lain atau persaan superioritas.
Sementara faktor yang mendorong jalannya proses perubahan
antara lain:[4]
1.
Kontak dengan
kebudayaan lain
2.
Sistem pendidikan
yang amju
3.
Sikap menghargai
hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
4.
Toleransi terhadap
perbuatan-perbuatan menyimpang
5.
Sistem lapisan
masyarakat yang terbuka
6.
Penduduk yang
heterogen
7.
Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
8.
Orientasi ke muka
9.
Nilai meningkatkan
taraf hidup.
Dalam kondisi
masyarakat yang beragam, baik dari segi budaya, ras, agama, dan status sosial
memungkinkan terjadinnya benturan antar budaya, antarras, etnik, agama dan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, dirasa perlu agar dalam
sistem pendidikan ditanamkan pendidikan multikulturalisme agar peserta didik
mampu memilki kepekaan dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang bersal dari
perbedaan suku, ras, etnik maupun agama.
Agar proses ini
berjalan sesuai harapan, seyogianya kita menerima jika pendidikan
multikulturalisme disosialisasikan dan diseminasikan melalui lembaga pendidikan
serta ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang,
baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma pendidikan
multikulturalisme secara emplisisit menjadi salah satu komiten Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan: pendidikan diselenggarakan secara
demokratis, tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajuan bangsa (Iif dan Sofan, 2011:187)
2.2
Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman
Budaya
Sepintas antara globalisasi dan keragaman
budaya tampak ada kontradiksi. Globalisasi di satu sisi menyadarkan kita akan
adanya kesamaan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, ada kesamaan
kebutuhan dan keinginan, sementara di sisi lainnya keanekaragaman budaya
mengajarkan kepada kita semua bahwa ada perbedaan diantara manusia sebagai
pendukung kebudayaannya.
Dalam Rudy Gunawan (2013:63) fungsi
pengajaran IPS antara lain membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan
pemahaman terhadap diri pribadinya, menolong mereka untuk mengetahui dan
menghargai masyarakat global dengan keanekaragaman budaya, memperkenalkan
proses sosialisasi, memberikan pengertian tentang pentingnya mempertimbangkan
masa lampau dan masa kini dalam mengambil keputusan untuk masa datang,
mengembangkan keterampilan menganalisis dan memecahkan masalah serta membimbing
pertumbuhan dan pengembangan, berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat
(Skeel, 1995:11)
Pengajaran globalisasi dalam IPS harus mengandung tujuan:
1.
Mampu mananamkan
pengertian bahwa sekalipun mereka berbeda, tetapi sebagai manusia memilki
kasamaan-kesamaan.
2.
Membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir kritis terhadap masalah-masalah dunia dan
keterampilan menganalisis informasi yang diterimanya.
Dari tujuan-tujuan pembelajaran
dalam IPS diharapkan akan hadir generasi
muda yang penuh pengertian keragaman budaya dan ikut bertanggung jawab dan
peduli terhadap masalah dan isu global sesuai dengan tingkat pendidikan dan
kematangan jiwa.
Dengan pendidikan globalisasi kita
mengetahui bahwa masalah pembaruan berkenaan dengan adanya golongan minoritas
dalam budaya yang mayoritas, tidak hanya dihadapi oleh bangsa Indonesia, tetapi
juga oleh beberapa negara lain di muka bumi, seperti Amerika Serikat dengan
masalah pembaruan golongan kulit hitam dengan penduduk kulit putih.
Dari pendidikan globalisasi kita dapat
mengambil manfaat dan pembelajaran dalam memecahakan masalah yang sama. Kita
sadar tidak hanya masalah pembaruan yang dihadapi oleh beberapa negara, masih
banyak masalah dan isu yang lebih besar, seperti:
1.
Kepadatan Penduduk
Mendorong urbanisasi serta terjangkitnya penyakit-penyakit
yang diakibatkan oleh kelaparan dan kemiskinan (termasuk kemiskinan
pengetahuan)
Contoh terjadinya bencana kelaparan di berbagai negara yang
belum berkembang.
2.
Pencemaran Lingkungan
Tidak kalah pentingnya dengan masalah-masalah lainnya.
Masalah pencemaran lingkungan juga harus mendapatkan perhatian yang serius dari
setiap warga dunia yang dimuali dari diri sendiri.
Contoh mengurangi pencemaran lingkungan dari yang paling
kecil misalnya cobalah setiap individu khususnya laki-laki mengurangi merokok.
3.
Krisis Energi
Baik persediaan kandungan minyak bumi yang tersisa,
organisasi negara pengahsil minyak bumi (OPEC) masalah harga maupun penelitian
tentang sumber energi pengganti.
4.
Jarangnya antara
Negara Kaya dengan Negara Miskin
Hal ini melatarbelakangi lahirnya beberapa organisasi kerja
sama bilateral (antara 2 negara)
Contohnya Indonesia dengan Jepang.
5.
Populasi
Meliputi seluruh lingkungan bumi, seperti kerusakan hutan,
pencemaran akibat industrilisasi, pencemaran udara sampai lapisan ozon yang semakin menipis.
6.
Perang Nuklir
Berkaitan dengan akibat-akibat yang dihadapi oleh umat
manusia jika perang tersebut benar-benar terjadi. Berdasarkan pengalaman yang
diakibatkan oleh jatuhnya atom di Hiroshima dan Nagasaki, kita tidak bisa membayangka
jika yang jatuh tersebut adalah bom nuklir, yang memilki kekuatan dahsyat.
7.
Perdagangan Internasional
Meningkatnya hubungan saling ketergantungan diantara
bangsa-bangsa mendorong lahirnya gagasan untuk menata perdagangan
internasional.
8.
Komunikasi
Perkembangan media komunikasi dewasa ini, mampu
menghilangkan batas-batas negara melalui media televisi, internet yang dapat
diakses dimana saja.
9.
Perdagangan Obat Terlarang.
Pada kenyataannya akibat penggunaan obat-obat terlarang,
terutama di kalangan generasi muda yang dapat menghancurkan diri mereka sendiri
dan akan berdampak jelek pada lingkungan sekitar atau daerah mereka, dan
pastingya akan berdampak lagi pada dunia. Padahal, semua sadar betapa bahayanya
akibat yang ditimbulkan oleh obat-obatan terlarang.
Dari beberapa contoh masalah-masalah
tersebut, membuat kita semakin kecilnya dunia dan betapa makin pendeknya jarak
antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Masalah-masalah dan isu-isu tersebut
di atas adalah tanggung jawab satu bangsa semata. Walaupun demikian, setiap
bangsa harus saling menghormati jika seandainya di dalam usaha memecahkan
persoalan-persoalan tersebut setiap bangsa memakai cara dan pendekatan yang
berbeda, yang perlu diperhatikan bahwa memilki kepentingan yang sama terhadap
kehidupan dunia yang lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.
2.4
Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia
Mempelajari IPS di SD, konsep-konsep
sejarah dan antropologi mempunyai porsi yang cukup besar. Ruang lingkup
pengajaran sejarah di SD, antara lain meliputi: sejarah lokal,
kerajaan-kerajaan di Indonesia, tokoh sejarah, bangunan bersejarah, Indonesia
pada zama penjajahan, dan beberapa peristiwa penting masa kemerdekaan.
Perkembangan kebudayaan di Indonesia
tidak dapat pula di abaikan, karena hal ini merupakan bagian dari perkembangan
bangsa Indonesia sendiri.
2.4.1
Kebudayaan Masyarakat
Indonesia
Manusia adalah makhluk yang berfikir
dan berakal, dengan pikiran itu ia menghasilkan berbagai alat dan cara untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Segala cara dan alat yang lahir atas
akal manusia disebut kebudayaan (Rudy Gunawan,2013:66). Manusia berbeda dengan
hewan, karena manusia mempunyai ciri khas yang membedakan dirinya dengan hewan
yang disebut sifat hakikat manusia. Menurut Umar dan La Sula sifat hakikat
manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang membedakan secara
prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan (2013:3).
Budaya adalah ciptaan manusia, tapi
budaya menguasai kehidupan manusia, karena itu kebudayaan disebut superorganik.
Kebudayaan merupakan salah satu bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan
(Rudy Gunawan.2013:66).
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang
terdiri dari beraneka ragam suku bangsa telah melahirkan berbagai macam jenis
kebudayaan yang diwariskan secara turu-temurun. Berbagai macam kerajinan,
kesenian, maupun masakan yang mencirikan ke-khas-an daerah masing-masing adalah
warisan yang tak ternilai haraganya.
Sudah sepantasnya agar kita sebagai
generasi penerus bangsa untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan masyarakat
Indonesia agar tidak hilang ditelan arus globalisasi dan tidak dengan mudah
diakui oleh negara lain.
2.4.2
Beberapa
Pengertian Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
selalu membicarakan tentang kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari pun.
Manusia tidak mungkin terlepas atau tidak berurusan dengan kebudayaan.
Kebudayaan selalu melekat dalam setiap sendi kehidupan manusia. Setiap hari
manusia melihat, mempergunakan dan bahkan merusah kebudayaan. Kebudayaan
sebenarnya secara khusus dan lebih teliti dipelajari oleh antropologi budaya.
Namun, sebagai manusia yang tidak pernah terlepas dari kebudayaan, manusia
tidak bisa mengesampingkan kebudayaan begitu saja karena dalam kehidupan,
manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan: Culture
(Inggris): Kultur (Jerman): Cultur
(Belanda): Colore (Latin), yang
mengerjakan, memelihara, memuja. Menurut Koentjaraningrat (209:146), kata
“kebudayaan” berasal dari bahasa sanskerta buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”, dengan
demikian kebudayaan dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Kemudian,
Herkovits dalam Soerjono Soekanto (2002:150) memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang super-organik karena
kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus,
walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa selalu berganti
disebabkan karena kelahiran dan kematian.
Pengertian kebudayaan menutut para ahli
yang lainnya diungkapkan sebagai berikut:
a.
H. Takdir Alisyahbana:
Kebudayaan adalah manifestasi dan cara pikiran manusia
b.
H. Agus Salim:
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu budi mengandung makna akal,
pikiran, pengertian, paham, pendapat, ikhtiar, persaan. Sedangkan daya
mengandung makna tenaga, kekuatan kesanggupan.
c.
Jadi kebudayaan
merupakan himpunan segala daya upaya yang dikerjakan menggunakan hasil pendapat
budi untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempuranaan.
d. Koentjaraningrat: Kebudayaan adalah keseluruhan dari
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan manusia
yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusunn dalam kehidupan masyarakat.
e.
C. B. Taylor:
Kebudayaan adalah suatu kesatuan yang terjalin, meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, kesusuialaan, hukum, dan setiap kesangguapan yang
diperoleh sesorang sebagai anggota masyarakat.
f.
Ashley Monlagu:
Kebudayaan ditafsirkan sebagai cara hidup suatu bangsa, lingkungan dimana
segolongan manusia mendiami wilayah yang sama sebgai anggota masyarakat.
Didalam kebudayaan terdapat unsur-unsur
kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat unsur-unsur kebudayaan adalah:
a.
Sistem religi
b.
Sistem organisasi
kemasyarakatan
c.
Sistem pengetahuan
d. Bahas
e.
Kesenian
f.
Sistem mata
pencharian
g.
Sistem teknologi
dan peralatan.
Pendapat tersebut diatas dapat saja
dipergunakan sebagai pegangan. Namun demikian, apabila dianalisis blebih
lanjut, manusia sebenarnay mempunyai segi materiil dan segi spirituil dalam
kehidupannya. Segi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk
menghasilkan benda-benda maupun lain-lainnyayang berwujud benda. Segi spiritual
manusia mengandung cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang
menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan,penyelewengan, keduanya merupakan countercultur (Soerjono Soekanto,
2012:151).
2.4.3
Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional dibentuk oleh
unsur-unsur kebudayaan suku/kebudayaan daerah yang masuk ke daerah kebudayaan
lain dan diterima oleh daerah lain tersebut.
Kebudayaan Nasional adalah kebudayaan
daerah yang ada di seluruh wilayah di Indonesia, serta berkembang sepanjang
sejarah. Kebudayaan dari luar dapat memperkaya kebudayaan nasional. Pembinaan
dan pengembangan kebudayaan nasional harus dilakukan bersama-sama dengan
pembinaan bangsa.
Salah satu contoh kebudayaan nasional
Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus dikembangkan dan
Bahasa Indonesia harus mampu menjadi bahasa yang berpengaruh besar di dunia
internasional. Menurut Iif dan Sofan (2011:196) bahasa Indonesia merupakan
salah satu bahasa di Asia yang berpotensi untuk pertukaran kebutuhan informasi
dunia, karena ciri pluralistik masyarakat penuturnya.
2.4.4
Pengaruh
Kebudayaan Barat
Pengaruh masuknya kebudayaan Barat dari
Asia Tenggara di Indonesia pada abad 16 secara bertahap membawa bangsa
Indonesia ke dalam lingkungan perdagangan Internasional dan bersamaan dengan
itu secara bertahap masuknya kekuasaan asing di Indonesia, yaitu secara
berturut-turut bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan kemudian Belanda (Rudy
Gunawan, 2013:68).
Dewasa ini kebudayaan Barat sudah
mendominasi dalam segala aspek kehidupan. Dalam segala bidang selalu mengacu
pada dunia barat. Bahkan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia timur hampir
semua dipengaruhi oleh dunia barat. Kebudayaan ketimuran sedikit demi sedikit
semakin terkikis karena adanya kebudayaan barat yang masuk.
Setiap negara atau kelompok masyarakat
pasti mempunyai budaya. Tidak terkecuali Indonesia. Setiap budaya diwariskan
dari generasi ke generasi, termasuk Indonesia yang akan mempertahankan
kebudayaannya dari pengaruh asing termasuk budaya barat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini
masyarakat Indonesia banyak terpengaruh oleh budaya barat. Banyak dampak
positif yang dapat dicontoh dari kebudayaan barat seperti kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan yang dapat memajukan negaranya. Namun sayangnya, pengaruh
yang diberikan lebih condong bersifat negatif dan masyarakat cenderung
mengambil hal yang negatifnya.
Berikut pengaruh kebudayaan barat yang bersifat negatif:
1.
Banyak produk
impor yang menyingkirkan produk lokal dan akan mematikan produsen-produsen
kecil. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih produk asing dibanding
produk dalam negeri sehingga rasa cinta terhadap negaranya berkurang.
2.
Dengan kemajuan
teknologi yang semakin canggih justru membuat manusia tidak membutuhkan manusia
yang lainnya, lebih bersifat acuh tak acuh dan menimbulkan sikap
individualistis. Padahal manusia sebagai makhluk sosial pasti saling
membutuhkan.
3.
Berkembangnya gaya
hidup kebarat-baratan yang cenderung bersifat bebas, akan mengakibatkan remaja
zaman sekarang kehilangan rasa hormat orang tua dan hidup secara hedonis.
Beberapa pengaruh dari kebudayaan Barat antara lain (Rudy
Gunawan,2013:67-68);
a.
Perubahan sikap
hidup yang semula mementingkan kehidupan kerohanian, ramah tamah, dan gotong
royong, menjadi materialistis, dan individualistis.
b.
Terbentuknya
pusat-pusat pemerintahan: kora provinsi, kota kabupaten, kota distrik. Pusat
kota adalah alun-alun yang dikelilingin gedung-gedung penting.
c.
Terdapat dua
lapisan sosial, yaitu kaum buruh dan pegawai. Kebudayaan dengan mentalis
pegawai masih mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia sampai sekarang.
d. Tersebarnya agama Kristen yang disiarkan oleh
organisasi-organisasi penyiar agama (Missie dan Zending). Penyiarannya terutama
di daerah yang penduduknya belum terpengaruh Hindu, Budha atau Islam, antara
lain Irian Jaya, Maluku Tengah, Maluku Selatan, sulawesi Utara dan Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Timur dan pedalaman Kalimantan.
e.
Bahasa dan
kesenian serta ilmu pengetahuan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam pembelajaran
IPS Tradisional lebih mengacu pada guru yang berperan aktif sehingga siswa
kurang mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya.
Globalisasi telah
membawa pengaruh yang besar terhadap berbagai bidang kehidupan terutama dalam
bidang pendidikan. Globalisasi juga telah merubah cara dan pola pikir
masyarakat Indonesia yang merupakan negara yang memilki keragaman budaya.
Selain membawa efek positif, globalisasi juga membawa efek negatif yang dapat
melunturka moralitas bangsa. Di era globalisasi ini diharapkan setelah belajar
pendidikan IPS, peserta didik mampu
melestarikan budayanya agar bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya
serta mampu memecahkan isu-isu global yang sedang dihadapi oleh semua negara di
dunia.
3.2
Saran
Demikianlah makalah tentang Pendidikan IPS Tradisional
dan Modern yang dapat penulis sampaikan. Makalah yang penulis susun semoga
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca sehingga dapat meningkatnya
mutu pendidikan di Indonesia dan bisa bermanfaat dalam
kehidupan ataupun dalam hal hal tertentu. Mohon pemakluman dari semua pihak
jika makalah penulis masih terdapat kesalahan baik dalam bahasa maupun
pemahaman karena tidaklah sesuatu yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber wajib:
Gunawan,Rudy.2013.
Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan
Aplikasi. Bandung: Alfabeta
Sumber tambahan:
Ahmadi, Iif Khoiru dan Sofan
Amri. 2011. Pengembangan Pembelajaran IPS
Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Gunawan, Rudy. 2014. Pengembangan Kompetensi Guru IPS. Bandung:
Alfabeta.
Koentjaraningrat.
2013. Pengantar llmu Antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Rachmah, Huriah. 2014. Pengembanagn Profesi Pendidikan IPS. Bandung:
Alfabeta.
Sapriya. 2014. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Tirtarahardja
dan La Sulo. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Website:
[1] Siti Fitriana, Perbedaan
Pembelajaran Tradisional dan Modern, http://fitrianahadi.blogspot.in/2014/12/perbedaan-pembelajaran-tadisional-dan.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.
[2] Siti Fitriana, Perbedaan
Pembelajaran Tradisional dan Modern, http://fitrianahadi.blogspot.in/2014/12/perbedaan-pembelajaran-tadisional-dan.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.
[3] Dian, Pendekatan dalam Pembelajaran IPS,http://dianbeboh.blogspot.co.id/2011/12/pendekatan-dalam-pembelajaran-ips.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.
[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar (Jakarta:raja Grafindo Persada,2012) hal 287.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar