Minggu, 02 Oktober 2016

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TRADISIONAL DAN MODERN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dari zaman ke zaman kehidupan manusia memang selalu berubah dan berkembang, demikian juga dalam pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran yang dahulu sudah ada terus berkembang sampai saat ini dan akan terus berkembang di masa yang akan datang. Kalau dahulu kita mengenal teori pembelajaran behavioristik sebagai pembelajaran klasik (tradisional) maka saat ini, kita mengenal teori pembelajaran kontemporer atau teori pembelajaran yang dipakai di era modern ini.
Sampai sekarang ini, banyak orang yang mencari-cari teori pembelajaran yang tepat agar bisa mendapatkan hasil optimal. Ketika teori pembelajaran satu tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan, maka orang akan mencoba teori pembelajaran lain. Ketika teori pembelajaran klasik tidak lagi sesuai dengan perkembangan belajar manusia maka orang akan beralih pada teori pembelajaran modern (kontemporer).
Begitupun dalam pembelajaran IPS, dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Ketika pembelajaran IPS tradisional tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, maka pembelajaran IPS berkembang menjadi sebuah pembelajaran yang modern dan terus menyesuaikan dengan kondidi masyarakat yang sudah memasuki era globalisasi. Namun meskipun begitu, pembelajaran IPS harus tetap menjunjung tinggi nasionalisme atau rasa cinta tehadap nagara dan kebudayaan bangsa.
Menurut Huriah (2014:52) pendidikan IPS di Indonesia adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial dan segala sesuatu yang sifatnya sosial, yang diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai :nilai sentralnya” untuk mencapai tujuan pendidikan (Nasional) khususnya dan pembangunan Nasional pada umumnya (Soemantri, 2001, hal 47). Salah satu tujuan pendidikan IPS adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat terjuan dengan baik dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan IPS yang ideal adalah yang dapat disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan serta tuntutan kemajuan kehidupan.
Maka untuk itulah, makalah ini dibuat dengan tujuan agar dapat menjadi acuan bagi pembaca untuk memahami tentang pembelajaran IPS tradisional dan IPS modern serta kontradiksinya maupun pengaruhnya dalam pembelajaran IPS di Indonesia yang merupakan masyarakat memiliki keragaman budaya.
1.2    Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pembelajaran IPS tradisional?
2.      Bagaimana Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya?
3.      Bagaimana Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman Budaya?
4.     Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia?

1.3 Tujuan Masalah
1.      Untuk Mengetahui Bagaimana Pembelajaran IPS Tradisional?
2.      Untuk Mengetahui Bagaimana Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya?
3.      Untuk Mengetahui Bagaimana Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman Budaya?
4.     Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Pembelajaran IPS tradisional
Sebelum membahas tentang bagaimana pendidikan IPS tradisional, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang hakikat pembelajaran. Menurut Munandir dalam Rudy Gunawan (2014:47) pembelajaran merupakan perbuatan membelajarkan yang berarti mengacu pada ke segala daua upaya untuk membuat seseorang belajar dan bagaimana mengahasilkan terjadinya peristiwa belajar dalam diri seseorang tersebut. Pembelajaran mengandung arti yang berbeda dengan belajar, dimana belajar merupakan sebuah proses sementara pembelajaran adalah kegiatannya. Masih dalam buku Rudy Gunawan (2014:47), Iswary mengatakan bahwa belajar dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tidaklah tanpa arah, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajarannya. Adapun tujuan belajar dapat diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu (1) untuk mendapat pengetahuan; (2) penanaman konsep dan keterampilan; (3) pembentukan sikap. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebuah kegiatan belajar yang bertujuan agar proses belajar menjadi berhasil.
Dalam pembelajaran IPS tradisional dilakukan melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Seperti yang kita ketahui pendekatan adalah sudut pandang yang digunakan dalam melihat sebuah masalah. Menurut Rudy Gunawan, (2014:59) pendekatan diibaratkan seseorang yang memakai kaca mata tertentu dalam memandang lingkungannya sehingga warna yang dilihat tergantung dari warna kaca mata yang dipakai.
Pembelajaran IPS tradisional menjadikan guru sebagai peran utama dalam pembelajaran, sementara siswa hanyalah sebagai objek yang menjadi kewenangan guru. Dalam pembelajaran tradisional, guru sangat berpesan aktif dalam semua aktifitas pembelajaran namun siswa hanya bersifat pasif. Guru merupakan elemen penting yang sangan mendominasi di dalam kelas. Keberhasilan maupun kegagalan dalam belajar siswa pun sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam menyampaikan materi. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat, akan menyebabkan potensi dan kemampuan siswa berkembang dengan sangan pesat sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Kemampuan atau kualitas guru yang rendah akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas rendah pula.
Sistem pembelajaran tradisional memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentuka oleh guru. Peran siswa hanya melakukan aktifitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini lebih menitikberatkan upaya atau proses menghabiskan materi pembelajaran, sehingga model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru cenderung menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas pemahaman siswa kurang mendapat perhatian secara serius.[1]
Rudy Gunawan (2013:59) mengemukakan tujuh ciri pendekatan pembelajaran IPS tradisional antara lain sebagai berikut:
1.         Guru cenderung hanya menyampaikan informasi yang bersifat fakta dan kurang memberikan permasalahan dalam proses pembelajaran
2.        Interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa lebih bersifat satu arah (hanya dari guru kepada siswa)
3.        Dalam proses pembelajaran guru kerap memberikan indoktrinasi kepada siswa juga kurang memberikan kesempatan berfikir kritis dan kreatif.
4.        Materi pembelajaran yang disampaikan lebih cenderung bersifat kognitif (pengetahuan) saja, kurang memberikan materi yang bersifat afektif dan psikomotor.
5.        Strategi, metode dan teknik pembelajaran yang diberikan guru cenderung bersifat tunggal dan monoton.
6.        Dalam pembelajaran kurang menampakan CBSA yang tinggi.
7.        Penilaian lebih banyak menggunakan teknik tes, baik tertulis maupun lisan, kurang menggunakan tes perbuatan (perilaku).
Sedangkan, menurut Fauzi dalam blognya https://fauziapc.wordpress.com/2010/05/13/pendidikan-tradisional-dan-modern/ ciri-ciri utama pendidika tradisional adalah:
1. anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu
2. mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan
berdasarkan umur
3. anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu
4. mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran,
5. prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang ada
6. guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan
7. sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks,
8. promosi tergantung pada penilaian guru,
9. kurikulum berpusat pada subjek pendidik,
10. bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks

                Pembelajaran IPS tradisional atau pembelajaran konvensional sama halnya dengan pembelajaran konterstual. Dalam program ini tercermin tujuan pembelajaran, media mencapai sasaran serta materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan penekanan orisinil. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru merupakan rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswa (Iif dan Sofan, 2011:3).

2.2 Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya
Saat ini kehidupan berkembang dengan sangat pesat. Terutama saat masuknya globalisasi dalam setiap sendi kehidupan manusia. Globalisasi telah merubah cara pandang kehidupan manusia sesuai dengan tuntutan zaman. Globalisasi juga mengahruskan kita sebagai generasi muda dari sebuah negara yang mempunya keragaman budaya yang sangat unik untuk bisa mengembangkannya dengan berbagai cara yang dapat diterima oleh masyarakat global. Inilah tantangan bagi kita di era globalisasi sebagai masyarakat yang memilki keragaman budaya. Dengan kata lain, globalisasi telah menuntun kita untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
2.2.1 Globalisasi
Menurut Rudy Gunawan, (2013:59) globalisasi inti dari kata global yang artinya bumi atau dunia. Globalisasi artinya keadaan atau kontisi dimana isu dan masalah yang menyangkut berbagai bangsa dan negara atau bahkan seluruh dunia. Pengertian lain yang berkata global yang bermakna keseluruhan. Pendapat lain mengenai globalisasi diungkapkan oleh Iif dan Sofan (2011:202) bahwa makinn kaburnya batas-batas negara (borderless)ndan semakin menyatunya dunia, menjadikan saling ketergantungan antarnegara dan globalisasi menjadikan masa depan dipenuhi ketidakpastian sehingga membuat masa depan sulit diprediksi.sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia globalisasi berarti proses masuknya ke ruang lingkup dunia.
Dalam Rudy Gunawan (2013:60) menutur Tye dalam bukunya “Global Education” : From Thought To Action, pemahaman terhadap globalisasi merupakan proses belajar tentang masalah-masalaah aatau isu-isu yang melintasi batasan-batasan negara (nation) dan tentang sistem keterhubungan dalam lingkungan, budaya, ekonomi, politik, dan teknologi. Disamping itu, untuk lebih memahami lebih mendalam diperlukan perspektif atau sudut pandang dan pendekatan terhadap kenyataan bahwa sementara para individu dan kelompok-kelompok memiliki kebutuha dan keinginan yang sama.
Anderson mengatakan bahwa tidak ada satupu negara yang mampu menolak bahakn menghindari globalisasi, dan tidak ada pilihan lain kecuali menyesuaikan diri dengan langkah melakukan perubahan. Perubahan yang penting, antara lain menyesuaikan sistem pendidikan dalam arti penyesuaian seperlunya agara dapat mengantisipasi realita yang ada.seharusnya pendidikan nasional mampu mengantisispasi satu langkah lebih maju dibandingkan kehidupan lainnya (Rudy Gunawan, 2013:60).
Dalam dunia globalisasi masyarakat antar belahan dunia melaksanakan kerjasama bahkan menimbulkan saling ketergantungan. Banyak kerjasama antar negara yang sudah dijalin melalui proses globalisasi ini seperti kerjasama politik, ekonomi, sosial, hukum, bahkan pendidikan dan budaya. Dalam hal saling ketergantungan, Indonesia sangan bergantung pada negara lain dalam hal ekonomi begitupun negara lain juga mempunyai ketergantungan terhadap Indonesia.
Pendidikan tidak hanya memberikan pengertian, dan keterampilan untuk hidup secara efektif dalam masyarakat global dewasa ini, tetapi juga harus memberikan kemampuan untuk memanfaatkan dengan sebaik-baiknya peluang-peluang dimasa akan datang dan mampu menghargai masa lampau.
Berkembangnya pembelajaran modern tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi dan informasi yang telah merubah cara pandang hidup manusia. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi tersebut mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok lagi untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh karena itu, munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme sebagai jawaban atas berbagai persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer. [2]
Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia kepada para siswa dengan memfokuskan bahwa terdapat saling keterkaitan antara budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi. Pada umumnya, tujuan pendidikan setiap mata pelajaran untuk kondidi saat ini menekankan pada kemampuan siswa dalam berpikir kritis (critical thinking skills), namun ada hal yang unik dalam pendidikan global, yaitu fokus substansinya yang berasal dari hal-hal mendunia yang bercirika pluralisme, interdependensi dan perubahan. Tujuan pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis, pluralisme budaya dan semakin saling ketergantungan. Perlunya meningkatkan orientasi para siswa dalam wawasan internasional semakin disadari. Meskipun demikian, khususnya Indonesia, upaya untuk meningkatkan dan memperluas pemahaman global pada lembaga pendidikan dasar dan menengah masih perlu diberdayakan (Sapriya, 2014:120-121).
Pamahaman terhadap globalisasi merupakan suatu proses cara memandang dunia dengan hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya. Pemahaman tersebut menurut King dan kawan-kawan harus mengandung berikut (Rudy Gunawan, 2013:60-61):
1.         Pengertian terhadap bumi beserta nmanusia sebagai bagian dari jaringan yang memiliki keterkaitan.
2.        Kepedulian terhadap piliha-pilihan yang bersifat individu, nasional maupun universal. Namun demikian keputusan yang diambil haruslah demi tatanan dunia yang lebih baik di masa akan datang.
3.        Menerima bahwa bangsa-bangsa lain memilki pandangan-pandangan yang berbeda dan munngkin ebih senang pda pilihan-pilihan yang lain.
Pendidikan global adalah salah satu saran agar siswa mengerti bahwa, mereka adalah bagian dari masyarakat dunia, sekalipun demikian tidak berati tidak harus mengingkari dirinya sebagai warga dari sebuah bangasa. Demikian juga sebaliknya, sebagai warga negara yang baik seharusnya menjadi warga dunia yang baik.
Pendidikan global mencoba lebih banyak menerangkan persamaan dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh berbagai bangsa. Disamping itu, berusaha memberikan penekanan untuk berfikir tentang negerinya sendiri, terutam berhubungan dengan masalah-masalah dan isu-isu yang mampu melintasi batas-batas negara.
Pendekatan dalam pembelajaran IPS modern akan berjalan jika sudah terpenuhi syarat sebagai serikut:[3]
      Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa
      Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan
      Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup
      Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar

2.2.2 Keragaman Budaya
Keragaman budaya mengandung dua arti, yaitu keragaman artinya ketidaksamaan, perbedaan budaya berarti  dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Rudy Gunawan, 2013:61). Yang dimaksud keragaman budaya adalah bahwa kebudayaan tersebut bermacam-macam, bisa ditinjau dari aspek peralatan dan perlengkapan kehidupan manusianya, mata pencaharian, sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, maupun sistem religinya.
Dengan demikian, keanekaragaman budaya dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana suatu masyarakat memmilki lebih dari suatu perangakat gagasan, tindakan dan hasil karya. (Koentjaraningrat,1980:193)
Keanekaragaman budaya diantaranya mengambil wujud perbedaan ras, dan etnik yang dimilki sebuah masyarakat. Keanekaragaman budaya bisa diperkenalkan sejak usia sekolah Dasar, di Indonesia sejak kelas 3, dimulai dengan memperkenalkan perbedaan-perbedaan yang ada pada siswa di kelasnya. Misalnya, perbedaan jenis kelamin, latar berlakan pekerjaan orang tua, kemampuan belajar. Pelajaran IPS akan menjadi menarik jika para siswa didorong mengenali berbagai perbedaan diantara mereka, tetapi tanpa harus melupakan persamaan dan kebersamaan sebagai anggota kelas tersebut. Menurut Skeel, pelajaran IPS pada dasarnya mengutamakan atau memperbolehkan perbedaan dalam persamaan atau persamaan dalam perbedaan (Rudy Gunawan,2013:61).
Dalam masyarakat yang memilki keanekaragaman budaya timbul berbagai masalah dan isu diantaranya adalah pembaruan, prasangka, dan etnosentrisme,( melahirkan superioritas dan inferiotas). Dua hal yang terakhir sebenarnya lebih bersifat bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembaruan (asimilasi).
Dengan adanya hubungan antarmanusia dan antarkelompok di dalam masyarakat akan terjadi kontak dan pertukaran budaya dari satu individu ke individu lainnya. Keadaan seperti inilah yang mendorong terjadinya proses perubahan suatu kebudayaan yang ada di dalam suatu masyarakat. Proses perubahan kebudayaan antara lainasimilasi, akulturasi, enkulturasi, dan inovasi.
Perkembangan teknologi yang pesat menimbulkan perkembangan-perkembangan pula terhadap kehidupan sosial masyarakat. Misalnya saat ditemukan alat pengeras suara, masyarakat tidak lagi menggunakan kentongan maupun bedug sebagai pertanda waktu solat. Kebudayaan masyarakat berubah yang dari tadinya menabuh kentongan atau bedug menjadi menggunakan alat pengeras suara.
Menurut Koentjaraningrat pembaruan adalah proses sosial yang timbul apabila ada hal-hal berikut (Rudy Gunawan,2013:62):
1.         Golongan-holongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2.        Saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama.
3.        Kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas dan juga unsur-unsurnya berubah wujud menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Faktor-faktor yang menghambat pembaruan, antara lain berikut ini (Rudy Gunawan,2013:62):
1.         Kurang pengetahuan terhadap kebudayaan yang dihadapi.
2.        Sifat takut terhadap ketakutan dari kebudayaan lain atau inferioritas.
3.        Memandang terlalu tinggi terhadap kebudayaan sendiri dan memandang rendah terhadap kebudayaan lain atau persaan superioritas.
Sementara faktor yang mendorong jalannya proses perubahan antara lain:[4]
1.         Kontak dengan kebudayaan lain
2.        Sistem pendidikan yang amju
3.        Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
4.        Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang
5.        Sistem lapisan masyarakat yang terbuka
6.        Penduduk yang heterogen
7.        Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
8.        Orientasi ke muka
9.        Nilai meningkatkan taraf hidup.
Dalam kondisi masyarakat yang beragam, baik dari segi budaya, ras, agama, dan status sosial memungkinkan terjadinnya benturan antar budaya, antarras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, dirasa perlu agar dalam sistem pendidikan ditanamkan pendidikan multikulturalisme agar peserta didik mampu memilki kepekaan dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang bersal dari perbedaan suku, ras, etnik maupun agama.
Agar proses ini berjalan sesuai harapan, seyogianya kita menerima jika pendidikan multikulturalisme disosialisasikan dan diseminasikan melalui lembaga pendidikan serta ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang, baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma pendidikan multikulturalisme secara emplisisit menjadi salah satu komiten Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan: pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjungjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajuan bangsa (Iif dan Sofan, 2011:187)
2.2   Kontradiksi antara Pendidikan Globalisasi dengan Keragaman Budaya
Sepintas antara globalisasi dan keragaman budaya tampak ada kontradiksi. Globalisasi di satu sisi menyadarkan kita akan adanya kesamaan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, ada kesamaan kebutuhan dan keinginan, sementara di sisi lainnya keanekaragaman budaya mengajarkan kepada kita semua bahwa ada perbedaan diantara manusia sebagai pendukung kebudayaannya.
Dalam Rudy Gunawan (2013:63) fungsi pengajaran IPS antara lain membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap diri pribadinya, menolong mereka untuk mengetahui dan menghargai masyarakat global dengan keanekaragaman budaya, memperkenalkan proses sosialisasi, memberikan pengertian tentang pentingnya mempertimbangkan masa lampau dan masa kini dalam mengambil keputusan untuk masa datang, mengembangkan keterampilan menganalisis dan memecahkan masalah serta membimbing pertumbuhan dan pengembangan, berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat (Skeel, 1995:11)
Pengajaran globalisasi dalam IPS harus mengandung tujuan:
1.         Mampu mananamkan pengertian bahwa sekalipun mereka berbeda, tetapi sebagai manusia memilki kasamaan-kesamaan.
2.        Membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir kritis terhadap masalah-masalah dunia dan keterampilan menganalisis informasi yang diterimanya.
Dari tujuan-tujuan pembelajaran dalam  IPS diharapkan akan hadir generasi muda yang penuh pengertian keragaman budaya dan ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap masalah dan isu global sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangan jiwa.
Dengan pendidikan globalisasi kita mengetahui bahwa masalah pembaruan berkenaan dengan adanya golongan minoritas dalam budaya yang mayoritas, tidak hanya dihadapi oleh bangsa Indonesia, tetapi juga oleh beberapa negara lain di muka bumi, seperti Amerika Serikat dengan masalah pembaruan golongan kulit hitam dengan penduduk kulit putih.
Dari pendidikan globalisasi kita dapat mengambil manfaat dan pembelajaran dalam memecahakan masalah yang sama. Kita sadar tidak hanya masalah pembaruan yang dihadapi oleh beberapa negara, masih banyak masalah dan isu yang lebih besar, seperti:
1.         Kepadatan Penduduk
Mendorong urbanisasi serta terjangkitnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh kelaparan dan kemiskinan (termasuk kemiskinan pengetahuan)
Contoh terjadinya bencana kelaparan di berbagai negara yang belum berkembang.
2.        Pencemaran Lingkungan
Tidak kalah pentingnya dengan masalah-masalah lainnya. Masalah pencemaran lingkungan juga harus mendapatkan perhatian yang serius dari setiap warga dunia yang dimuali dari diri sendiri.
Contoh mengurangi pencemaran lingkungan dari yang paling kecil misalnya cobalah setiap individu khususnya laki-laki mengurangi merokok.
3.        Krisis Energi
Baik persediaan kandungan minyak bumi yang tersisa, organisasi negara pengahsil minyak bumi (OPEC) masalah harga maupun penelitian tentang sumber energi pengganti.
4.        Jarangnya antara Negara Kaya dengan Negara Miskin
Hal ini melatarbelakangi lahirnya beberapa organisasi kerja sama bilateral (antara 2 negara)
Contohnya Indonesia dengan Jepang.
5.        Populasi
Meliputi seluruh lingkungan bumi, seperti kerusakan hutan, pencemaran akibat industrilisasi, pencemaran udara sampai lapisan ozon yang semakin menipis.
6.        Perang Nuklir
Berkaitan dengan akibat-akibat yang dihadapi oleh umat manusia jika perang tersebut benar-benar terjadi. Berdasarkan pengalaman yang diakibatkan oleh jatuhnya atom di Hiroshima dan Nagasaki, kita tidak bisa membayangka jika yang jatuh tersebut adalah bom nuklir, yang memilki kekuatan dahsyat.
7.        Perdagangan Internasional
Meningkatnya hubungan saling ketergantungan diantara bangsa-bangsa mendorong lahirnya gagasan untuk menata perdagangan internasional.
8.        Komunikasi
Perkembangan media komunikasi dewasa ini, mampu menghilangkan batas-batas negara melalui media televisi, internet yang dapat diakses dimana saja.
9.        Perdagangan Obat Terlarang.
Pada kenyataannya akibat penggunaan obat-obat terlarang, terutama di kalangan generasi muda yang dapat menghancurkan diri mereka sendiri dan akan berdampak jelek pada lingkungan sekitar atau daerah mereka, dan pastingya akan berdampak lagi pada dunia. Padahal, semua sadar betapa bahayanya akibat yang ditimbulkan oleh obat-obatan terlarang.
Dari beberapa contoh masalah-masalah tersebut, membuat kita semakin kecilnya dunia dan betapa makin pendeknya jarak antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Masalah-masalah dan isu-isu tersebut di atas adalah tanggung jawab satu bangsa semata. Walaupun demikian, setiap bangsa harus saling menghormati jika seandainya di dalam usaha memecahkan persoalan-persoalan tersebut setiap bangsa memakai cara dan pendekatan yang berbeda, yang perlu diperhatikan bahwa memilki kepentingan yang sama terhadap kehidupan dunia yang lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.

2.4           Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Kebudayaan Indonesia
Mempelajari IPS di SD, konsep-konsep sejarah dan antropologi mempunyai porsi yang cukup besar. Ruang lingkup pengajaran sejarah di SD, antara lain meliputi: sejarah lokal, kerajaan-kerajaan di Indonesia, tokoh sejarah, bangunan bersejarah, Indonesia pada zama penjajahan, dan beberapa peristiwa penting masa kemerdekaan.
Perkembangan kebudayaan di Indonesia tidak dapat pula di abaikan, karena hal ini merupakan bagian dari perkembangan bangsa Indonesia sendiri.

2.4.1              Kebudayaan Masyarakat Indonesia
Manusia adalah makhluk yang berfikir dan berakal, dengan pikiran itu ia menghasilkan berbagai alat dan cara untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Segala cara dan alat yang lahir atas akal manusia disebut kebudayaan (Rudy Gunawan,2013:66). Manusia berbeda dengan hewan, karena manusia mempunyai ciri khas yang membedakan dirinya dengan hewan yang disebut sifat hakikat manusia. Menurut Umar dan La Sula sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang membedakan secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan (2013:3).
Budaya adalah ciptaan manusia, tapi budaya menguasai kehidupan manusia, karena itu kebudayaan disebut superorganik. Kebudayaan merupakan salah satu bagian dari kehidupan sosial kemasyarakatan (Rudy Gunawan.2013:66).
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa telah melahirkan berbagai macam jenis kebudayaan yang diwariskan secara turu-temurun. Berbagai macam kerajinan, kesenian, maupun masakan yang mencirikan ke-khas-an daerah masing-masing adalah warisan yang tak ternilai haraganya.
Sudah sepantasnya agar kita sebagai generasi penerus bangsa untuk mencintai dan melestarikan kebudayaan masyarakat Indonesia agar tidak hilang ditelan arus globalisasi dan tidak dengan mudah diakui oleh negara lain.
2.4.2             Beberapa Pengertian Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu membicarakan tentang kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari pun. Manusia tidak mungkin terlepas atau tidak berurusan dengan kebudayaan. Kebudayaan selalu melekat dalam setiap sendi kehidupan manusia. Setiap hari manusia melihat, mempergunakan dan bahkan merusah kebudayaan. Kebudayaan sebenarnya secara khusus dan lebih teliti dipelajari oleh antropologi budaya. Namun, sebagai manusia yang tidak pernah terlepas dari kebudayaan, manusia tidak bisa mengesampingkan kebudayaan begitu saja karena dalam kehidupan, manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan:  Culture  (Inggris):  Kultur  (Jerman): Cultur (Belanda): Colore (Latin), yang mengerjakan, memelihara, memuja. Menurut Koentjaraningrat (209:146), kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi  yang berarti “budi” atau “akal”, dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Kemudian, Herkovits dalam Soerjono Soekanto (2002:150) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super-organik karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus, walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa selalu berganti disebabkan karena kelahiran dan kematian.
Pengertian kebudayaan menutut para ahli yang lainnya diungkapkan sebagai berikut:
a.        H. Takdir Alisyahbana: Kebudayaan adalah manifestasi dan cara pikiran manusia
b.        H. Agus Salim: Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu budi mengandung makna akal, pikiran, pengertian, paham, pendapat, ikhtiar, persaan. Sedangkan daya mengandung makna tenaga, kekuatan kesanggupan.
c.        Jadi kebudayaan merupakan himpunan segala daya upaya yang dikerjakan menggunakan hasil pendapat budi untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempuranaan.
d.       Koentjaraningrat: Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusunn dalam kehidupan masyarakat.
e.        C. B. Taylor: Kebudayaan adalah suatu kesatuan yang terjalin, meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusuialaan, hukum, dan setiap kesangguapan yang diperoleh sesorang sebagai anggota masyarakat.
f.         Ashley Monlagu: Kebudayaan ditafsirkan sebagai cara hidup suatu bangsa, lingkungan dimana segolongan manusia mendiami wilayah yang sama sebgai anggota masyarakat.
Didalam kebudayaan terdapat unsur-unsur kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat unsur-unsur kebudayaan adalah:
a.        Sistem religi
b.        Sistem organisasi kemasyarakatan
c.        Sistem pengetahuan
d.       Bahas
e.        Kesenian
f.         Sistem mata pencharian
g.        Sistem teknologi dan peralatan.
Pendapat tersebut diatas dapat saja dipergunakan sebagai pegangan. Namun demikian, apabila dianalisis blebih lanjut, manusia sebenarnay mempunyai segi materiil dan segi spirituil dalam kehidupannya. Segi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda maupun lain-lainnyayang berwujud benda. Segi spiritual manusia mengandung cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan,penyelewengan, keduanya merupakan countercultur (Soerjono Soekanto, 2012:151).

2.4.3             Kebudayaan Nasional
Kebudayaan nasional dibentuk oleh unsur-unsur kebudayaan suku/kebudayaan daerah yang masuk ke daerah kebudayaan lain dan diterima oleh daerah lain tersebut.
Kebudayaan Nasional adalah kebudayaan daerah yang ada di seluruh wilayah di Indonesia, serta berkembang sepanjang sejarah. Kebudayaan dari luar dapat memperkaya kebudayaan nasional. Pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional harus dilakukan bersama-sama dengan pembinaan bangsa.
Salah satu contoh kebudayaan nasional Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus dikembangkan dan Bahasa Indonesia harus mampu menjadi bahasa yang berpengaruh besar di dunia internasional. Menurut Iif dan Sofan (2011:196) bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa di Asia yang berpotensi untuk pertukaran kebutuhan informasi dunia, karena ciri pluralistik masyarakat penuturnya.
2.4.4             Pengaruh Kebudayaan Barat
Pengaruh masuknya kebudayaan Barat dari Asia Tenggara di Indonesia pada abad 16 secara bertahap membawa bangsa Indonesia ke dalam lingkungan perdagangan Internasional dan bersamaan dengan itu secara bertahap masuknya kekuasaan asing di Indonesia, yaitu secara berturut-turut bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan kemudian Belanda (Rudy Gunawan, 2013:68).
Dewasa ini kebudayaan Barat sudah mendominasi dalam segala aspek kehidupan. Dalam segala bidang selalu mengacu pada dunia barat. Bahkan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia timur hampir semua dipengaruhi oleh dunia barat. Kebudayaan ketimuran sedikit demi sedikit semakin terkikis karena adanya kebudayaan barat yang masuk.
Setiap negara atau kelompok masyarakat pasti mempunyai budaya. Tidak terkecuali Indonesia. Setiap budaya diwariskan dari generasi ke generasi, termasuk Indonesia yang akan mempertahankan kebudayaannya dari pengaruh asing termasuk budaya barat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini masyarakat Indonesia banyak terpengaruh oleh budaya barat. Banyak dampak positif yang dapat dicontoh dari kebudayaan barat seperti kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat memajukan negaranya. Namun sayangnya, pengaruh yang diberikan lebih condong bersifat negatif dan masyarakat cenderung mengambil hal yang negatifnya.
Berikut pengaruh kebudayaan barat yang bersifat negatif:
1.         Banyak produk impor yang menyingkirkan produk lokal dan akan mematikan produsen-produsen kecil. Masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih produk asing dibanding produk dalam negeri sehingga rasa cinta terhadap negaranya berkurang.
2.        Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih justru membuat manusia tidak membutuhkan manusia yang lainnya, lebih bersifat acuh tak acuh dan menimbulkan sikap individualistis. Padahal manusia sebagai makhluk sosial pasti saling membutuhkan.
3.        Berkembangnya gaya hidup kebarat-baratan yang cenderung bersifat bebas, akan mengakibatkan remaja zaman sekarang kehilangan rasa hormat orang tua dan hidup secara hedonis.
Beberapa pengaruh dari kebudayaan Barat antara lain (Rudy Gunawan,2013:67-68);
a.        Perubahan sikap hidup yang semula mementingkan kehidupan kerohanian, ramah tamah, dan gotong royong, menjadi materialistis, dan individualistis.
b.        Terbentuknya pusat-pusat pemerintahan: kora provinsi, kota kabupaten, kota distrik. Pusat kota adalah alun-alun yang dikelilingin gedung-gedung penting.
c.        Terdapat dua lapisan sosial, yaitu kaum buruh dan pegawai. Kebudayaan dengan mentalis pegawai masih mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia sampai sekarang.
d.       Tersebarnya agama Kristen yang disiarkan oleh organisasi-organisasi penyiar agama (Missie dan Zending). Penyiarannya terutama di daerah yang penduduknya belum terpengaruh Hindu, Budha atau Islam, antara lain Irian Jaya, Maluku Tengah, Maluku Selatan, sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur dan pedalaman Kalimantan.
e.        Bahasa dan kesenian serta ilmu pengetahuan.


BAB III
PENUTUP

3.1           Kesimpulan
Dalam pembelajaran IPS Tradisional lebih mengacu pada guru yang berperan aktif sehingga siswa kurang mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya.
Globalisasi telah membawa pengaruh yang besar terhadap berbagai bidang kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Globalisasi juga telah merubah cara dan pola pikir masyarakat Indonesia yang merupakan negara yang memilki keragaman budaya. Selain membawa efek positif, globalisasi juga membawa efek negatif yang dapat melunturka moralitas bangsa. Di era globalisasi ini diharapkan setelah belajar pendidikan IPS, peserta didik mampu  melestarikan budayanya agar bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya serta mampu memecahkan isu-isu global yang sedang dihadapi oleh semua negara di dunia.
3.2           Saran
Demikianlah makalah tentang Pendidikan IPS Tradisional dan Modern yang dapat penulis sampaikan. Makalah yang penulis susun semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca sehingga dapat meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia dan bisa bermanfaat dalam kehidupan ataupun dalam hal hal tertentu. Mohon pemakluman dari semua pihak jika makalah penulis masih terdapat kesalahan baik dalam bahasa maupun pemahaman karena tidaklah sesuatu yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.



DAFTAR PUSTAKA

Sumber wajib:
Gunawan,Rudy.2013. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta

Sumber tambahan:
Ahmadi, Iif Khoiru dan Sofan Amri. 2011. Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Gunawan, Rudy. 2014. Pengembangan Kompetensi Guru IPS. Bandung: Alfabeta.
Koentjaraningrat. 2013. Pengantar llmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rachmah, Huriah. 2014. Pengembanagn Profesi Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.
Sapriya. 2014. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tirtarahardja dan La Sulo. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Website:


[1] Siti Fitriana, Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Modern, http://fitrianahadi.blogspot.in/2014/12/perbedaan-pembelajaran-tadisional-dan.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.
[2] Siti Fitriana, Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Modern, http://fitrianahadi.blogspot.in/2014/12/perbedaan-pembelajaran-tadisional-dan.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.
[3] Dian, Pendekatan dalam Pembelajaran IPS,http://dianbeboh.blogspot.co.id/2011/12/pendekatan-dalam-pembelajaran-ips.html, diakses tanggal 8 Maret 2016.

[4] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta:raja Grafindo Persada,2012) hal 287.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar