Senin, 03 Oktober 2016

MAKALAH KEPRIBADIAN MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal mungkin, serta shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini di buat sebagai panduan bagi mahasiswa dan untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen. Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengerti tentang Kepribadian Masyarakat dan Kebudayaan.
Dengan ini penulis banyak menghaturkan terima kasih atas segala bantuan baik moril maupun materil kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, semoga segala kekurangan serta kesalahan yang melekat pada penulisan makalah ini, penulis dapat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini. Dan penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.


                                                                                    Serang, November 2015


                                                                                                Penulis




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Masalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
2.1 Hakikat Kepribadian 6
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia 13
2.3 Kebudayaan Dominan 23
2.4 Tipologi Manusia 25
BAB III PENUTUP 31
3.1­­ Kesimpulan 31
3.2 Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32








BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Manusia secara prinsipil membedakan dirinya dengan makhluk lainnya seperti hewan. Dilihat dari dimensinya, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Individu diartikan sebagai pribadi. Setiap manusia yang dilahirkan telah mempunyai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lainnya, atau menjadi dirinya sendiri. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang bahwa manusia sebagai makhluk sosial ketika manusia memiliki kemungkinan atau keinginan untuk bergaul dengan lingkungannya, baik dengan lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari manusia lainnya dan lingkungan sosialnya. Dari lingkungan sosialnya inilah manusia mendapatkan pengaruh, timbal-balik, kebiasaan, tata cara dan yang terpenting adalah menyadari dirinya dan lingkungannya. Berbagai faktor telah mempengaruhi manusia dan kepribadiannya termasuk lingkungan budaya yang dianggap sebagai faktor dominan yang mempengaruhi kepribadian. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa hampir seluruh tindakan manusia merupakan kebudayaan. Sehingga kebudayaan telah mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia.
Dalam kehidupan manusia yang sangat kompleks ini, manusia sendiri perlu menyadari dan mengetahui tentang segala aspek yang berkaintan dengan manusia dan kebudayaannya. Untuk itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan apa saja faktor yang mempengaruhi kepribadian, kebudayaan dominan dan tipologi manusia agar kita sebagai manusia bisa tau lebih dalam lagi tentang kepribadiaan dan kebudayaan.

1.2Rumusan Masalah

1.    Apa Hakikat Kepribadian?
2.    Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia?
3.    Bagaimana Terbentuknya Budaya Dominan?
4.    Apa Saja Tipologi Manusia yang Ada?

1.3Tujuan Masalah

1.    Untuk Memenuhi Tugas
2.    Untuk Mengetahui Apa Hakikat Kepribadian
3.    Untuk Mengetahui Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia
4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Terbentuknya Budaya Dominan
5.    Untuk Mengetahui Apa Saja Tipologi Manusia yang Ada











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Kepribadian
Dalam pembicaraan sehari—hari kita sering mendengar digubanakannya istilah kepribadiaan atau istilah pribadi penggunaan istilah tersebut, seringkali menunjukan pengertian yang berbeda dengan yang dimaksud pengertian kepribadiaan dalam psikologi beberapa penggunaan istilah kepribadiaan yang sering digunakan menurut Mohamad Surya (2014) dalam pembicaraan sehari-hari antara lain sebagai berikut:[1]
1.      Kepribadian Sebagai Suatu Yang Dimiliki Atau Tidak Dimiliki
Kepribadian seringkali diartikan sebagai suatu yng dimiliki atau tidak dimiliki oleg seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari kita sering mendengar ucapan “kantor A mendapat kemajuan yang pesat karena dipimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki kepribadian, sedangkan kantor B menjadi kacau karena dipimpin oleh seorang pemimpin yang kurang memiliki kepribadian”. Orang yang memiliki kepribadiaan seringkali diartikan sebagai orang yang mempunyai pendirian yang teguh, dapat bertindak tegas, konsekuen,dsb. Orang yang tidak memilki sifat-sifat diatas, misalnya ragu-ragu bertindak, kurang tegas, gampang berubah pikiran, kurang konsekuen, dsb.

2.      Kepribadian Diartikan Sebagai: Kepribadiaan Yang Kaya (Lot Of Personality) Dan Kepribadiaan Yang Gersang (No Personality)
Kepribadian yang kaya seringkali diartikan sebagai suatu kepribadian yang memiliki sifat-sifat: daya tarik terhadap orang lain terutama dalam pertemuan pertama, tingkah laku yang menarik, sopan santun, serta sikap yang menyenangkan orang lain, yaitu sifat-sifat yang memberikan kesan pertama yang baik. Kepribadian yang gersang menunjukan kepada sifat tidak adanya kesan yang mendalam membosankan, kurang semangat, dan mudah dilupakan orang lain.

3.      Kepribadian Adalah Pengaruh Seseorang Keoada Orang Lain.
Keadaan kepribadiaan seseorag dinilai dari pengaruhnya terhadap orang lain. orang yang berpengaruh atau besar pengaruhnya terhadap orang lain adalah orang yang besar kepribadiannya. Sedangkan orang yang kecil pengaruhnya atau tidak mempunyai pengaruh terhadap orang lain adalah orang yang kecil kepribadiannya. Dapat kita maklumi bahwa pengaruh seseorang itu seringkali dipengaruhi pula oleh jabatan, ilmu atau hartanya dsb.

4.      Kepribadian Diartikan Sebagai Sifat Agresif Atau Tidak Agresif.
Dalam pengertian ini kepribadian diartikan sebagai pribadi kuat, pribadi lemah, selalu ingin berkuasa, mengalah, menyerang dsb.

Pengertian tersebut seringkali digunakan dalam pembicaraan sehari-hari yang dalam hal tertentu ada benarnya akan tetapi dalam hal yang lain ada kurang benrnyaterutama apabila ditinjau dari pengertian dalam psikologi.

5.      Kepribadian Merupakan Jumlah Dari Sifat-Sifat Atau Ciri-Ciri Kepribadian
Individu mempunyai sejumlah sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian seperti: periang, pemarah, pemalu, sombong, pandai, cerdik, mudah bergaul, dermawan, terampil, luwes, alim, dsb. Biasanya ciri-ciri kepribadian digolongkan kedalam ciri-ciri fisik, intelektuan, sosial, moral,religi, dsb. Ada ciri yang baik ada pula yang tidak baik, ada sifat yang positif ada pula sifat yang negatif. Karena adanya sejumlah ciri-ciri tertentu pada seseorang, kepribadian seringkali dipandang sebagai jumlah dari pada sifat atau ciri-ciri tertentu. Cara mengartikan seperti inipun sebenarnya keliru sebab sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan mempunyai pertautan satu dengan lainnya. Suatu pertautan yang menyeluruh akan melahirkan suatu gambaran, suatu lukisan tertentu. Kumpulan atau bahan bangunan belum tentu dapat disebut rumah apabila tidak dalam kaitan satu dengan lainnya secara fungsional. Demikian pula halnya dengan ciri-ciri kepribadian. Jadi yang betul adalah bahwa kepribadian itu bukan jumlah ciri-ciri kepribadian melainkan keseluruhan ciri-ciri yang mempunyai pertautan satu dengan lainnya secara fungsional dan membentuk suatu kesatuan yang kemudian disebut kepribadian.

6.      Kepribadian sebagai suatu benda
Kepribadian adakalanya dipandang sebagai suatu benda, sesuatu yang ada atau tidak ada, sesuatu yang meminta tempat, sesuatu yang dapat dilihat bentuknya, sesuatu yang ada wujudnya, sesuatu yang ada didalam bahan. Kepribadian merupakan suatu istilah yang menunjukan kepada aspek-aspek tingkah laku: bagaimana dan mengapa seseorang berbuat, bagaimana dan mengapa seseorang merasa dan  berfikir demikian. Kepribadian merupakan istilah atau pengertian tentang suatu lukisan tingkah laku dan motif-motif individu.

A.   Pengertian Kepribadian Secara Etimologis
Pengertian kepribadian merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu personality. Istilah ini berasal dari bahas latin yaitu dari kata per dan sonare yang berarti topeng (mask) yang dipakai oleh para pemain sandiwara. Tetapi istilah kata personality  juga berasal dari persona  yang berarti pemain sandiwara (aktor); yaitu orang yang memakai topeng pada waktu bermai sandiwara. Dengan demikian asal kata personality mempunyai dua pengertian yaitu berarti pemain (aktor) atau dapat pula berarti topeng atau mask yang dipakai oleh pemain sandiwara. Jadi personalty dapat ditafsirkan sebagai suatu perwujudan perilaku seseorang yang mungkin sebagai perilaku yang sebenarnya (subtansi) atau yang tidak sebenarnya (memakai topeng).

B.   Pengertian Kepribadian Secara Konseptual
Banyak para ahli psikologi yang telah membuat definisi kepribadian secara konseptual. Diantara definisi itu terdapat pernedaan sudut pandang. Dengan membandingkan berbagai definisi kepribadian, Gardon & Allport (1937) telah membuat suatu definisi kepribadian yang dipandang lebih konseptual dan komperhensif. Definisi tersebut dirumuskan sebagai berikut ini. “ Personality is the dynamic organization wthin the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjusments of his/her environment”. Atau kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem-sistem jasmani-rohani individual yang mencetuskan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan.
1.    Kepribadian Merupakan Suatu Organisasi
Pengertian organisasi menunjukan kepada keadaan, bahwa kepribadian terdiri atas sejumlah unsur-unsur yang kompleks dan memerlukan penataan atau pengorganisasian. Unsur-unsur yang harus diorganisasikan itu mempunyai suatu sistem untuk mengatur dan mempunyai suatu pola hubungan fungsional. Didalam organisasi kepribadian, pola pengaturan itu meliputi pola pengaturan tingkah laku, pola pengaturan dalam bereaksi dan mereaksi, pola pengaturan dalam mengenal dan dikenal, dsb. Dengan perkataan lain dapat pula dikatakan bahwa organisasi kepribadian tesebut merupakan kesatu-paduan pola-pola pengaturan tingkah laku individu.
2.    Kepribadian Bersifat Dinamis
Dinamis berarti hidup, berubah, berkembang. Hal ini dapat kita maklumi karena: pertama, individu itu hidup dan berkembang. Dalam prosess perkembangannya selalu terdapat perubaha-perubahan menuju kepada keadaan yang lebih sempurna. Kedua, bahwa individu itu selalu hidup bersama orang lain dan selalu berinteraksi dengan individu yang lain. sifat-sifat dan cara berinterkasi antar seorang individu dengan yang lain, tidak selalu sama. Kedua hal tersebut diatas menuntut adanya dinamika dalam pola-pola pengaturan tingkah laku. Dari pengertian tersebut diatas, maka kepribadian mempunyai kemungkinan untuk berubah sesuai dengan lingkungan dan dalam batas-batas pola-pola tertentu. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kepribadian tidak bersifat kaku dan stabil.

3.    Kepribadian Meliputi Aspek Jasmani Dan Aspek Rohani
Kepribadian pada darnya merupakan wadah bersatunya sistem-sistem jasmani dan rohani. Antara unsur jasmani dan rohani terdapat hubungan fungsional yang sangat erat, dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sistem jasmani mempengaruhi sistem rohani dan sebaliknya. Apa yang terjadi dalam sistem jasmani misalnya pencernaan, pernafasan, gerak tubuh dan sebagainya mempunyai kaitan yang erat dengan sistem rohani seperti motivasi, mekanisme pertahanan diri, pola-pola berfikir, interaksi sosial dsb. Kepribadian merupakan wadah dan penampang dari kedua sistem tersebut.

4.    Kepribadian Menentukan Penyesuaian Diri Secara Unik Terhadap Lingkungan
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa kepribadian itu merupakan manifestasi dari adanya kesatuan antara individu dengan lingkungan. Individu tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah, melainkan harus selalu berinterkasi dengan lingkungan. Agar interaksi dengan lingkungan dapat berlangsung secara efektif, individu dituntut untuk mampu membuat keseimbangan antara dirinya dengan tuntutan dan tantangan lingkungan. Proses ini disebut penyesuaian diri. Kepribadian itu cukup kompleks, dan lungkunganpun cukup kompleks pula. Keadaan ini menuntut cara-cara berinteraksi secara unik artinya sesuai dengan keunikan masing-masing individu tertentu berbeda dengan individu yang lain. dengan demikian kepribadian itu membuat keunikan individu artinya tidak ada dua orang individu atau lebih yang sama persis kepribadiannya.
C.   Pengertian Kepribadian Menurut Para Ahli
Para ahli psikologi berusaha memberi pengertian kepribadian yang bersifat psikologi berdasar kata persona, namun sampai sekaarang para ahli psikologi kepribadian sendiri masih belum sepakat mengenai apa sebenarnya definisi kepribadian, meskipun banyak definisi yang ditawarkan selama ini, oleh karena itu menurut Allport (1959) salah satu tugas para ahli adalah menyeleksi pengertian psikologis yang sesuai.
Menurut Hjelle & Ziegler (1981) perbedaan pendapat mengenai definisi kepribadian tersebut terjadi berdasar teori kepribadian yang dipahami, dan perbedaan antara teori kepribadian itu memperlihatkan mengenai perbedaan pandangan asumsi-asumsi dasar manusia. Selanjutnya dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam perumusannya, maka dibalik perbedaan rumusan tentang kepribadian tersebut sebagian besar definisi yang disusun oleh para teoris psikologi kepribadiaan memilki beberapa persamaan yang mendasar. Ada tiga kelompok definisi kepribadian dengan ciri-ciri tertentu. Adapun ciri ketiga kelompok definisi tersebut adalah :
1.      Kepribadian sebagai struktur hipotesis/organisasi perilaku yang diperoleh dari kesimpulan hasil observasi perilaku
2.      Kepribadian sebagai ciri khas individu (keunikan) yang dapat membedakan individu yang satu dengan inndividu yang lainnya
3.      Kepribadian merupakan hasil pembentukan dari faktor internal (genetis-biologis) dan faktor eksternal (pengalaman, sosial, dan perubahan lingkungan).
Kimmel (dalam Pertiwi, 2001) mengatakan bahwa meskipun terdaat beberapa definisi kepribadian yang berbeda, tapi hampir semua teori tersebut menekankan definisi kepribadian pada tiga karakteritik utama, yaitu:
1.      Kepribadian merefleksikan keunikan individu sebagai person
2.      Teori-teori kepribadian memfokuskan pada sifat-sifat inndividu yang cukup stabil selama priode waktu yang lama dalam situasi yang berbeda-beda
3.      Kepribadian dilihat sebagai hubungan antara individu dengan lingkungan fisik dan sosialnya, dalam pengertia bahwa kepribadian tersebut merefleksikan pola-pola/cara-cara individu beradaptasi dengan lingkungan.
4.       
Atkinson (dalam Haryanthi, 2001) menjelaskan bahwa kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. Kepribadian mencakup umum yang dapat diamati oleh orang lain dan kepribadian yang terdiri dari pikiran dan pengalaman yang jarang diungkapkan.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia disebut “kepribadian” atau personality.[2]
Allport (dalam Smith, 1968) mendefinisikan kepribadian sebaagai organisasi dinamis didalam diri individu yang terdiri atas sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian individu yang unik dalam lingkungannya. Setiap bagian definisi dipilih atas alasan tertentu yang membuat definidsi tersebut menjadi jelas dan dipahami dengan tepat. Organisasi dinamis menunjukan suatu perubahan dan perkembangan dalam kepribadian, yang menekankan bahwa perubahan dapat terjadi dalam kualitas perilaku seseorang. Sistem psikofisik menunjukan kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi juga mempunyai dasar fisik secara umum. Unik berarti bahwa penyesuaian setiap orang bersifat khusus baik dari segi tempat, waku dan kualitas. Penyesuaian terhadap lingkungan menunjukan bahwa kepribadian merupakan modul pertahanan hidup. Penyesuaian tidak sekedar reaksi, tetapi juga mengandung sejumlah prilaku spontan yang kreatif terhadap lingkungan. Jadi pengertian kepribadian dilihat oleh orang lain dari diri individu.
Feist (1985) menjelaskan bahwa kepribadian secara umum menunjuk pada sifat, pembawaan lahir, atau karakteristik individu yang relatif konsisten dengan perilaku individu. Sifat mungkin khas dan umum untuk beberapa kelompok, tetapi pola mereka berbeda masing-masing individu.
Sementara Eysenck (Eysenck & Wilson, 1976), tokoh psikologi yang mengembangkan kepribadian extrovert dan introvert memberikan pengertian kepribadian sebagai keseluruhan pola perilaku, baik yang aktual maupun yang potensial dari organisme yang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan yang bersal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama, yaitu kognitif, konatif (karakter), afektif (temperamen), dan somatik (konstitusi).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu bentuk pola perilaku individu yang secara khas hanya ada dalam dirinya dan membedakan dirinya dengan individu yang lainnya. Kepribadian telah tertanam sejak individu mulai mengadakan kontak sosial dengan individu lainnya sehingga kepribadian bersifat konsisten  dalam waktu yang lama karena sudah terbentuk sejak awal dan bersifat luwes karena dapat dipengaruhi berupa faktor dari luar yaitu lingkungan sosial.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Manusia
Menurut Mohamad Surya dalam bukunya Psikologi Guru Aplikasi dan Konsep, bukan hanya pengertian kepribadian yang disalah artikan oleh masyarakat umum atau masyarakat awam. Tetapi, faktornyapun sering menjadi kesalahpahaman, sehingga masyarakat menyimpulkan sebagai berikut:
Kepribadiaan adalah semata-mata hasil kebudayaan. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian seseorang dapat kita pahami dan kita lihat. Kalau kita perhatikan sifat-sifat dan kebiasaan orang-orang yang nerasal dari satu daerah, cenderung akan mempunyai banyak kesamaan dalam cara berperilaku, adat kebiasaan, bahasa, cara berfikir, dsb. Kebudayaan dan pengaruh sosial merupakan faktor-faktor yang besar peranannya dalam perkembangan kepribadian. Kalau dilihat dari segi ini memang kepribadian seolah-olah sangat ditentukan oleh faktor sosial dan kebudayaan. Akan tetapi kalau meninjau lebih jauh, sebenarnya ada faktor lain yang terlupakan yaitu faktor pembawaan atau heriditas. Faktor pembawaan ini merupakan modal dasar bagi pembentukan kepribadian dan tidak bisa hilang karena pengaruh kebudayaan. Oleh karena itu sangatlah keliru apabila mengartikan kepribadiaan itu semata-mata hasil pengaruh sosial dan budaya, karena unsur sosial-budaya hanya merupakan salah satu faktor saja dalam pembentukan kepribadiaan.

Kepribadian ditentukan oleh faktor jasmaniah. Kehidupan individu dipengaruhi oleh faktor jasmaniahnya. Dapat kita perkirakan apa yang akan dialami seseorang bila otaknya terganggu, jantungnya tidak normal, pertumbuhan anggota mengalami gangguan, alat indranya tidak normal, dsb. Tetapi walaupun seluruh organ tubuhnya normal atau sehat tetapi ada kalanya individu tetap menderita sesuatu seperti tidak enak makan, susah tidur, diliputi perasaan cemas, gelisah, khawatir, takut pada sesuatu yang tidak jelas dsb. Hal-hal tersebut menunjukan adanya gejala gangguan mental yang disebabkan oleh faktor-faktor selain jasmaniah. Dengan demikian adalah keliru apabila mengartikan bahwa kepribadian semata-mata ditentukan oleh faktor jasmaniah, sebab masih ada faktor lain yaitu faktor mental.[3]
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia sangat beragam macamnya jika kita lihat dari berbagai perspektif para ahli. Dari para ahli yang satu ke para ahli yang lain, dan dari sumber yang satu ke sumber yang lain, faktor-faktor yang di rincikan jauh berbeda, namun ada juga yang hampir sama dan mendekati. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian dari berbagai sumber yang penulis ambil.
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).

A. Faktor Genetika (Pembawaan)
Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak secara langsung adalah (1) kualitas sistem syaraf, (2) keseimbangan biokoimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen (2) membatasi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Contohnya: seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept”  yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.
Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan intelegensi.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.

a. Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton (1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.

b. Metode Selektivitas Keturunan
Tryon (1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat kecerdasan yang berdistribusi normal.

c. Penelitian terhadap Anak Kembar
Newman, Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan 19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama juga.
Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya.
Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”.

d. Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh
Hippocrates menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya. Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama, dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh menurut Kretschmer.
1) Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.
2) Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.
3) Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).
4) Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.

Tipe-tipe ini berkaitan dengan: (1) gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis. (2) karaktritis individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan senang menyendiri.

B. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
                                    
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
Baldwin dkk. (1945), telah melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu ternyata ada yang demokratis dan juga authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku (1) menciptakan iklim kebebasan, (2) bersikap respek terhadap anak, (3) objektif, dan (4) mengambil keputusan secara rasional.
Anak yang dikembangkan dalam iklim demokratis cenderung memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim authoritarian.

b. Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
Sehubungan dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor penentu kepribadian, muncul pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip tersebut adalah (1) pengalaman kehidupan dalam awal keluarga, (2) pola asuh orang tua terhadap anak, dan (3) pengalaman awal kehidupan anak dalam masyarakat.

c. Sekolah
            Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:
1)      Iklim emosional kelas.
2)      Sikap dan prilaku guru.
3)      Disiplin.
4)      Prestasi belajar.
5)      Penerimaan teman sebaya.

Dari penjelasan di atas, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal.

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sering kita mendengar istilah “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah marah yang dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Lingkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Terutama dari cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua sering kali tidak dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas orang tua hanya bisa mencari kambing hitam bahwa si anaklah yang tidak beres ketika terjadi hal-hal negatif mengenai prilaku keseharian anaknya. Seorang anak yang memiliki prilaku demikian sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh orang tua sering memerintahkan anaknya, “ tolong nanti kalau ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah, karena ayah dan ibu akan tidur “. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong boleh atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga melakukan prilaku bohong kepada orang lain termasuk pada orang tua yang mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang dilakukan anak memperoleh kepuasan atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh hukuman, maka perbuatan bohong itu akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak tersebut.  Bahkan mungkin saja daya bohong itu akan menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan negatif lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.
Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah, serta menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang tua secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua akan berpengaruh terhadap caraorang tua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si anak tersebut. Ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut :
a. Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis dan moral.
b. Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.
c. Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keaadan.
d. Pemimipin, selalu berupaya untuk selalu berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.
e. Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan objektifitas dan perspektif.
f. Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan memiliki gambaran terburuk bahkan meraka sampai yakin bahwa anak merka benar-benar memahami situasi.
g. Penghibur, selalu menerapakan gaya yang selalu santai.
h. Pelindung, cenderung untuk mengambil alih tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak akan tetapi kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.
i. Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yanag selalu menghindar dari konflik.

Berdasarkan Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik anakanya secara moralitas, maka tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe pengatur, pengamat dan pencemas. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral menghendaki orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak sebagai teman yang dapat bakerja sama dengan anak-anak mereka dalam menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang tua sebagai pengamat yang menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif akan membantu cara berpikir moral anak kearah yang luas, objektif, dan menyeluruh.
Demikian juga, kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu membawa anak untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam menghadapi tantangandan konflik adalah sejalan dengan teori perkembangan moral kognitif dalam peningkatan perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang baik bagi anak-anak.

Dari beberapa uraian di atas muncul tiga aliran utama yang saling bertentangan mengenai fenomena tentang faktor kepribadian, yaitu :

1. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schoupenhouer yang berpendapat bahwa faktor pembawaan itu lebih kuat dari pada faktor yang datang dari luar. Aliran ini didukung oleh aliran Naturalisme yang ditokohi oleh J.J. Rousseau yang berpendapat bahwa: segala yang suci dari tangan tuhan, rusak di tangan manusia. Anak manusia itu sejak lahir, ada di dalam keadaan yang suci, tetapi karena dididik oleh manusia, malah menjadi rusak. Ia bahkan kenal dengan segala macam kejahatan, penyelewengan, korupsi, mencuri, dan sebagainya.

2. Aliran Empirisme
      Aliran ini dipelopori oleh jhon locke, dengan tabula rasanya. Aliran Empieisme berpendapat bahwa anak sejak lahir, masih bersih seperti tabula rasa, dan baru akan berisi bila ia menerima sesuatu dari luar, lewat alat inderanya. Karena itu pengaruh dari luarlah yang lebih kuat daripada pembawaan manusia.
Aliran ini diperkuat oleh J.F. Herbart dengan teori psikologi asosiasinya, yang berpendapat bahwa jiwa manusia sejak dilahirkan itu masih kosong. Baru akan berisi apabila alat indranya telah dapat menangkap sesuatu, yaitu jiwa. Di dalam kesadaran ini, hasil tangkapan itu tadi meninggalkan bekas. Bekas ini disebut tanggapan. Makin lama alat indera yang dapat menangkap rangsangan dari luar ini makin banyak dan semuanya itu meninggalkan tanggapan. Di dalam tanggapan ini saling tarik menarik dan tolak menolak. Yang bertarik menarik adalah tanggapan yang sejenis, sedangakan tolak menolak adalah tanggapan yang tidak sejenis.  

3. Aliran Convergensi
Aliran ini dipelopori oleh itu W. Stern, mengajukan teorinya, yang terkenal dengan teori perpaduan, atau teori convergensi, yang berpendapat bahwa kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Keduanya saling memberikan pengaruh. Bakat yang ada pada anak, ada kemungkinan tidak akan berkembang kalau tidak dipengaruhi oleh segala sesuatu yang ada disekitar lingkunganya. Demikian pula pengaruh dari lingkungan juga tidak akan berfaedah apabila tidak ada yang menanggapi di dalam jiwa manusia.


2.3 Kebudayaan Dominan
Dominan yaitu merujuk pada kekuatan (sosial, ekonomi dan politik) yang berlebih yang dimiliki satu satuan sosial (dibandingkan dengan yang lainnya). Berdasarkan konsep dominan, maka kita memahami bahwa (setiap) interaksi sosial yang berlangsung (di antara) anggota masyarakat, pada hakekatnya merupakan hubungan / interaksi antara kekuatan.
Hipotesis Kebudayaan Dominan (E.M. Bruner) terdiri atas tiga unsur yang berdiri sendiri, namun saling berhubungan satu dengan yang lain yaitu:
1.      Demografi sosial ( rasio populasi, tingkat heterogenitas)
2.      Kemantapan atau dominasu kebudayaan setempat
3.      Keberadaan dan kekuatasn sosial dan pendistribusiannya

Salah satu ciri utama dan ada atau tidak adanya kebudayaan dominan dalam sebuah masyarakat ialah adanya aturan-aturan main atau konvensi sosial dalam saling berhubungan yang keberadaannya diakui dan digunakan oleh para pelaku dan berbagai kelompok suku bangsa yang hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Dalam masyarakat dengan kebudayaan dominan, para pelaku dan kelompok-kelompok suku bangsa yang tidak dominan menyesuaikan diri dengan dan tunduk pada aturan-aturan main yang ditetapkan oleh masyarakat setempat yang dominan. Dalam masyarakat yang tidak mengenal adanya kebudayaan dominan, aturan-aturan main terwujud melalui tawar menawar kekuatan sosial yang dihasilkan dan proses-proses interaksi sosial yang berlangsung dari waktu ke waktu dan dan generasi ke generasi. Aturan main yang telah mantap yang menjadi acuan bagi kelakuan yang layak dan harus ditunjukkan di tempat-tempat umum dikontrol dan diwasiti oleh masyarakat setempat sebagai benar atau salah dan waktu ke waktu.
Untuk lebih memahami lagi tentang kebudayaan dominan, penulis menyisipkan contoh kebudaan dominan “Orang Jawa di Bandung” dari salah satu sumber, sebagai berikut:
Diketahui bahwa para migran Jawa di kota tersebut cenderung untuk menjadi seperti orang Bandung dalam upaya mereka untuk menaati aturan yang berlaku di tempat¬tempat umum. Ini berlaku, terutama, dalam kehidupan orang Jawa yang tergolong menengah dan bawah. Mereka ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial di kampung tempat meneka tinggal, sehingga terdapat kesan bahwa mereka itu berusaha untuk dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan kehidupan masyarakat setempat yang berkebudayaan Sunda. Dalam kehidupan keluarga, mereka juga cenderung menggunakan kebudayaan dan bahasa Sunda. Anak-anak mereka yang dilepaskan oleh orang tua untuk dapat bergaul bebas dengan teman-teman di lingkungan sekolah dan tetangga di kampung kota Bandung cenderung lebih fasih berbahasa dan berkelakuan seperti orang Sunda daripada sebagai anak orang Jawa. Anak-anak tersebut cenderung mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Bandung. Kalau ditanya apakah orang tua mereka itu orang Bandung, baru mereka menjawab bahwa mereka itu mempunyai orang tua asal Jawa.
Hubungan antara orang-orang Sunda dan orang-orang Jawa memperlihatkan keteraturan sosial yang berlaku. Walaupun konflik juga terjadi di antara mereka yang berasal dan Jawa dengan penduduk setempat, tetapi konflik tersebut tidak menyebabkan diaktifkannya suku bangsa sebagai acuan bagi penggalangan solidaritas sosial untuk saling memusuhi dan mengalahkan. Hal itu disebabkan adanya aturan main yang ditetapkan dalam kehidupan sosial yang disetujui bersama dan diikuti sebagaimana seharusnya. Begitu juga halnya dengan pelaku orang Jawa yang terlibat dalam konflik yang lebih menonjolkan jati dirinya sebagai perorangan (bila yang bersangkutan adalah pendatang Jawa) atau sebagai orang Bandung dan kampung setempat (bila yang bersangkutan kelahiran Bandung).
Sebaliknya, mereka yang tergolong dalam golongan sosial atas atau golongan elite Jawa dan keluarga perwira tinggi militer mempunyai kecenderungan untuk tetap mempertahankan jati diri mereka yang Jawa, di samping jati diri kosmopolitan atau modern yang mereka adopsi. Mereka dapat mempertahankan kesuku¬bangsaan mereka yang Jawa, karena kehidupan sehari-hari mereka dapat terbebas dan keharusan untuk tunduk dan mengikuti aturan aturan main yang berlaku menurut kebudayaan Sunda yang dominan di tempat-tempat umum. Mereka mempunyai kekuatan sosial, karena posisi sosial, ekonomi, dan politik yang berada di luar jangkauan ruang lingkup kebudayaan Sunda di Bandung.
Bahkan pada waktu tokoh-tokoh masyarakat Sunda di Bandung merasakan adanya dominasi kebudayaan Jawa pada 1969-1970, mereka tidak memusuhi orang-orang Jawa yang dalam kenyataannya telah menjadi seperti orang Bandung, atau menjadi orang Bandung. Yang mereka musuhi adalah kebudayaan Jawa, yaitu sebuah kategori lawan yang abstrak yang mereka tentang secara abstrak pula. Yang mereka lakukan adalah mendirikan perkumpulan-perkumpulan kesenian dan penggalian nilai-nilai budaya Sunda. Mereka berusaha membangkitkan dan menghidupkan kembali ide tentang ke-Sundaan melalui perkumpulan-perkumpulan yang jumlahnya lebih dan seratus buah untuk menentang masuk dan digunakannya aturan-atunan yang ada dalam kebudayaan Jawa dalam tata kehidupan di Bandung.
Dari artikel diatas dapat penulis simpulkan bahwa kebudayaan dominan “Orang Jawa di Bandung” mempunyai aturan main tersendiri. Para imigran Jawa yang mematuhi dan tunduk terhadap masyarakat Bandung sebagai dominasi, juga telah menyesuaikan diri dan melebur kedalam kebudayaan dominan di kota Bandung.
2.4 Tipologi Manusia
A. Pengertian Tipologi
Dalam perilaku dan kepribadian manusia antara lain menghasilkan pengetahuan yang disebut tipologi. Tipologi adalah pengetahuan yang berusaha menggolongkan manusia menjadi tipe-tipe tertentu atas dasar faktor-faktor tertentu, misalnya karakteristik fisik, psikis, pengaruh dominant nilai-nilai budaya dan sebagainya.

B. Macam-macam Tipologi.
1. Tipologi Konstitusi
Tipologi konstitusi merupakan tipologi yang dikembangkan atas dasar aspek jasmaniah. Dasar pemikiran yang dipakai para tokoh tipologi konstitusi adalah bahwa keadaan tubuh, baik yang tampak berupa bentuk penampilan fisik maupun yang tidak tampak, misalnya susunan saraf, otak, kelenjar kelenjar, darah, menentuan ciri pribadi seseorang.
Ada beberapa ahli yang telah mengembangkan tipologi konstitusi, diantaranya : Hippocrates dan Gelenus, De Giovani, Viola, Sigaud, Sheldon, dst. Uraian berikut hanya menyajikan beberapa tipologi konstitusi.

a.Tipologi Hippocates Gallenus
Tipologi ini dikembangkan Gallenus berdasarkan pemikiran Hippocates. Hippocrates (460-370 Sm) terpengaruh oleh pandangan Empedocles, bahwa alam semesta beserta isinya ini tersusun dari 4 unsur dasar yaitu : tanah (kering), air (basah), udara (dingin), dan api (panas).
Berdasarkan pandangan Empedocles tersebut, selanjutnya Hippocrates menyatakan bahwa bahwa di dalam tubuh setiap orang terdapat 4 macam cairan yang memiliki sifat seperti keempat unsur alam. yaitu :
a. sifat kering dimiliki oleh chloe atau empedu kuning,
b. sifat basah dimiliki olehm elanchole atau empedu hitam,
c. sifat dingin terdapat padap hlegma atau lendir,
d. dan sifat panas dimiliki olehsanguis atau darah.

Menurut Hippocrates, keempat jenis cairan ini ada dalam tubuh dengan proporsi yang tidak selalu sama antara individu satu dengan lainnya. Dominasi salah satu cairan tersebut yang menyebabkan timbulnya ciri-ciri khas pada setiap orang.
Selanjutnya Galenus menyatakan bahwa cairan-carairan tersebut berada dalam tubuh manusia dalam proporsi tertentu. Dominasi salah satu cairan terhadap cairan yang lain mengakibatkan sifat-sifat kejiwaan yang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai akibat dominannya salah satu cairan tubuh tersebut oleh Galenus disebutnya temperamen.

b.Tipologi Viola
Viola, seorang ahli dari Italia, mengemukakan tipologi yang didasarkan pada bentuk tubuh sebagaimana telah dilakuakn penelitian oleh De Giovani. Atas dasar aspek tersebut Viola mengemukakan tiga golongan atau tipe bentuk tubuh manusi, yaitu :

1)  Tipe Microsplanchnis, yaitu bentuk tubuh yang ukuran menegaknya lebih dari pada perbandingan biasa, sehingga yang bersangkutan kelihatan jangkung.
2) Tipe Macrosplanchnis yaitu bentuk tubuh yang ukuran mendatarnya lebih dari pada perbandingan biasa, sehingga yang bersangkutan kelihatan pendek.
3)       Tipe Normosplanchnis, yaitu bentuk tubuh yang ukuran menegak dan mendatarnya selaras, sehingga tubuh kelihatan selaras pula.

c. Tipologi Sigaud
Sigaud, seorang ahli psikologi dari Perancis, menyusun tipologi manusia berdasarkan 4 macam fungsi tubuh, yaitu : motorik, pernafasan, penecernaan, dan susunan saraf sentral. Dominasi salah satu fungsi tubuh tersebut menentukan tipe kepribadian. Atas dasar pandangan di atas kemudian Sigaud menggolongkan manusia menjadi 4 tipe, yaitu :

1)  Tipe muskuler
Tipe ini dimiliki oleh orang fungsi motoriknya paling menonjol dibanding fungsi tubuh yang lain, dengan cirri khas : tubuh Psikologi Kepribadian kokoh, otott-otot berkembangan dengan baik, dan organ-oragan tubuh berkembang secara selaras.
2) Tipe respiratoris
Tipe ini ada pada orang yang memiliki fungsi pernafasan yang kuat dengan ciri-ciri : muka lebar serta thorax dan leher besar.
3) Tipe digestif
Tipe digestif terdapat pada orang yang memiliki fungsi pencernaan yang kuat dengan cirri-ciri : mata kecil, thorax pendek dan besar, rahang serta pinggang besar.
4) Tipe cerebral
Tipe keempat dari tipologi Sigaud ada pada orang yang memiliki susunan saraf sentral yang kuat disbanding fungsi tubuh lainnya dengan ciri-ciri : dahi menonjol ke depan dengan rambut ditengah, mata bersinar, daun telinga lebar, serta kaki dan tangan kecil.

d. Tipologi Sheldon
Sheldon berpendapat bahwa ada tiga komponen jasmaniah yang mempengaruhi bentuk tubuh manusia, yaitu : endomorphy, mesimorphy, dan ectomorphy. Istilah-istilah tersebut oleh Sheldon dikembangkan dari istilah yang berhubungan dengan terbentuknya foetus manusia, lapisan endoderm, mesoderm, dan ectoderm. Menurut Sheldon dominasi dari dari salah satu lapisan tersebut akan menyebabkan kekhasan terhadap bentuk tubuh. Dengan demikian maka ada 3 tipe manusia berdasarkan bentuk tubuhnya, yaitu :

1) Tipe endomorph
2) Tipe mesomorph
3) Tipe ectomorph 

2. Tipologi Temperamen
Tipologi temperamen merupakan tipologi yang disusun berdasarkan karakteristik segi kejiwaan. Dasar pemikiran yang dipakai para tokoh yang mengembangkan tipologi temperamen adalah bahwa berbagai aspek kejiwaan seseorang seperti : emosi, daya pikir, kemauan, dst. Menentukan karakteristik yang bersangkutan. Yang tergolong tipologi jenis ini antara lain : tipologi Plato, tipologi Immanual Kant, tipologi Bhsen, Tipologi Heymans, dst.

a.    Tipologi Plato
Menurut Plato kemampuan jiwa manusia terdiri dari 3 macam, yaitu pikiran, kemauan, dan hasrat. Dominasi salah satu kemampuan inilah yang menyebabkan kekhasan pada diri manusia. Atas dasar hal ini Plato menggolongan manusia ke dalam 3 tipe yaitu sebagai berikut.
1) Tipe manusia yang terutama dikuasai oleh pikirannya, yang sesuai untuk menjadi pemimpin dalam pemerintahan.
2) Tipe manusia yang terutama dikuasai oleh kemauannya, sesuai untuk menjadi tentara.
3) Tipe manusia yang dikuasai oleh hasratnya, cocok menjadi pekerja tangan.

b.    Tipologi Heymans
Heymans menyatakan bahwa manusia memiliki tipe kepribadian yang bermacam-macam, namun dapat digolongkam menjadi delapan tipe atas dasar kualitas kejiwaannya, yaitu : 
(1) emosionalitas, mudah tidaknya perasaan terpengaruh oleh kesan-kesan
(2) proses pengiring, yaitu kuat lemahnya kesan-kesan ada dalam kesadaran setelah faktor yang menimbulkan kesan-kesan tersebut tidak ada.
(3) aktivitas, adalah banyak sedikitnya peristiwa-peristiwa kejiwaan menjelma menjadi tindakan nyata.

3. Tipologi Berdasarkan Nilai-nilai Kebudayaan

Tipologi berdasarkan nilai-nilai kebudayaan dikembangkan oleh Eduard Spranger. Spranger menyatakan bahwa kebudayaan (culture) merupakan sistem nilai, karena kebudayaan itu tidak lain adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang tersusun atau diatur menurut struktur tertentu.
Kebudayaan sebagai sistem nilai oleh Spranger di golongkan menjadi 6 bidang yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelopok, yaitu :

1) Bidang-bidang yang berhubungan dengan manusia sebagai individu, yang didalamnya terdapat 4 nilai budaya :
a) pengetahuan
b) ekonomi
c) kesenian
d) keagamaan

2) Bidang-bidang yang berhubungan dengan manusia sebagai anggota masyarakat, yang didalamnya terdapat dua nilai budaya :
1) kemasyarakatan
2) politik














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Kepribadian merupakan suatu bentuk pola perilaku individu yang secara khas hanya ada dalam dirinya dan membedakan dirinya dengan individu yang lainnya. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu faktor genetika (pembawaan) dan faktor dari luar berupa faktor lingkungan.
            Salah satu ciri utama dan ada atau tidak adanya kebudayaan dominan dalam sebuah masyarakat ialah adanya aturan-aturan main atau konvensi sosial dalam saling berhubungan yang keberadaannya diakui dan digunakan oleh para pelaku dan berbagai kelompok suku bangsa yang hidup bersama dalam sebuah masyarakat.
            Tipologi adalah pengetahuan yang berusaha menggolongkan manusia menjadi tipe-tipe tertentu atas dasar faktor-faktor tertentu, misalnya karakteristik fisik, psikis, pengaruh dominant nilai-nilai budaya dan sebagainya.

3.2 Saran
Makalah yang penulis susun semoga bisa bermanfaat dan membantu untuk lebih memahami tentang kepribadian dan kebudayaan manusia dalam kehidupan ataupun dalam hal hal tertentu. Mohon pemakluman dari semuanya jika makalah penulis masih terdapat kesalahan baik dalam bahasa maupun pemahaman karena tidaklah sesuatu yang sempurna yang bisa manusia ciptakan.


DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, 2013. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsyu, Yusuf dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepriadia.  Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sujanto, Agus. 1997. Psikologi Kepriadia.  Jakarta: PT Bumi Aksara.
Surya, Mohamad. 2014. Psikologi Guru Konsep Dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
W. Sarwono, Sarlito. 2010. Pengantar psikologi Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


[1] Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi ( Bandung: Alfabeta, 2014 ) hal 81.
[2] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta: Rineka Cipta, 2013 ) hal 83.
[3] Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi ( Bandung: Alfabeta, 2014 ) hal 82.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar