Pembelajaran Berlangsung Sepanjang Hayat
Belajar adalah proses yang
terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding
kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia
akan selalu dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam
proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan.
Manakala rintangan sudah dilaluinya maka manusia akan dihadapkan pada tujuan
atau masalah baru; untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada
rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat.
Demikianlah siklus kehidupan dari mulai lahir sampai kematian manusia akan
senantiasa dihadapkan pada tujuan dan rintangan yang ters-menerus. Dikatakan
manusia yang sukses dan berhasil manakala ia dapat menembus rintangan tersebut;
dan dikatakan manusia gagal apabila ia tidak dapat melewati rintangan yang
dihadapinya. Atas dasar itulah sekolah harus berperan sebagai wahana untuk
memberikan latihan bagaimana cara belajar. Melalui kemampuan bagaimana cara
belajar siswa akan dapat belajar memecahkan setiap rintangan yang dihadapi
sampai akhir hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang hayat
seperti yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan empat pilar pendidikan
universal seperti yang dirumuskan UNESCO (1996), yaitu: (1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning
to live together.
Learning to know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada
dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi
juga berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan
hanya sadar akan apa yang harus dihadapi, akan tetapi juga memiliki kesadaran
dan kemampuan bagimana cara mempelajari yang harus dipelajari itu. Dengan
kemampuan itu memungkinkan proses belajara tidak akan berhenti atau terbatas di
sekolah saja, akan tetapi memungkinkan siswa akan secara terus-menerus belajar
dan belajar. Inilah hakikat belajar sepanjang hayat. Jika hal ini dimiliki
siswa, maka masyarakat belajar (learning
society) sebagai salah sau tuntunan masyarakat informasi akan terbentuk.
Oleh sebab itu, dalam konteks learning to
know juga manakala learning to think
atau belajar berpikir, sebab setiap individu akan terus belajar manakala dalam
dirinya tumbuh kemampuan dan kemauan untuk berpikir.
Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya
sekadar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi
belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat
diperlukan dalam era persaingan global. Kompetensi akan dimiliki manakala anak
diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, learning to do juga berarti proses
pembelajaran berorientasi kepada pengalaman (learning by experience).
Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk
manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk
mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang
memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Dalam pengertian ini juga terkandung
makna kesadaran diri sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab sebagai
khalifah serta menyadari akan segala kekurangan dan kelemahannya.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini
sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global
dimana manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa
hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya. Dalam konteks ini
termasuk juga pembentukan masyarakat demokratis yang memahami dan menyadari
akan adanya setiap perbedaan pandangan antara individu.
Sumber: Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar