Sejarah Filsafat Barat
Sejarah perkembangan filsafat
Barat dapat dibedkan dalam beberapa priode sejarah, yang bermula dari filsafat
Yunani kuno sampai pada filsafat abad ke-2. Filsafat Barat, sekalipun baru
muncul belakangan dibandingkan filsafat timur, dalam kenyataan mengalami
perjalanan yang lebih intens. Dalam perjalanan itu, filsafat Barat ternyata
tidak berhenti pada filsafat sebagai pandangan hidup belaka, tetapi berhasil
menumbuhkan dan mengembangkan ilmu-ilmu modern, termasuk metodenya, yang kemudian
disebarluaskan dis eluruh dunia. Sejak masa filsuf alam sampai berakhirnya abad
pertengahan, ada identifikasi antara filsafat dan ilmu. Baru pada abad ke-16
dan 17, muncul revolusi ilmu Eropa. Dengan revolusi itu, mulai ada pemilihan
yang lebih tegas antara filsafat dan ilmu-ilmu pada umumnya.
Pada zaman kuno, fokus
pembicaraan pada filsafat Barat adalah tentang alam, (makroskomos). Hal ini
tampak jelas pada awal kebangkitannya, tepatnya pada masa Thales (625-545 SM),
Anaximander (610-547), dan Anaximenes (585-528). Pada masa abad pertengahan,
suasananya mulai berubah, dari kosmosentris ke teosentris. Hal ini berkaitan
erat dengan pesatnya perkembangan agama kristen di Eropa, yang mulai terjadi
pada masa partistik dan mencapai puncaknya pada masa Skolastik. Pengaruh agama
yang sangat kuat pada Abad Pertengahan ini mencapai membawa dampak negatif pada
kebebasan berfikir, sehingga pada masa ini dikenal sebagai masa kegelapan.
Sekalipun demikian, beberapa penemuan ilmiah tetap tidak terhambat. Salah satu diantaranya
adalah munculnya revolusi Copercinus yang sekaligus membuktikan kekeliruan kaum
gereja pada masa itu. Hal ini menyadarkan banyak orang, sehingga timbul
Renaisance, yakni kelahiran kembali manusia dari masa kegelapan panjang yang
membelenggu rasio. Renaisance ini mengawali suatu priode, yang disebut masa
modern. Pada zaman ini manusialah yang menjadi subjek (antroposentris).
Pada abad ke-19 dan ke-20,
manusia tetap sebagai subjek dan realitas. Bedanya, menurut Hamersma perhatian
utama tidak lagi dipusatkan pada rasio, empiris, dan ide-ide manusia. Hamersma
juga mengemukakan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pada abad ke-20
adalah desentralisasi manusia. Subjek manusiawi tidak lagi dianggap sebagai
pusat kenyataan, dan yang menggantikan antroposentrisme dari filsafat antara
tahun 1600 dan 1900 itu menurut mereka yang mengemukakan desentralisasi manusia
adalah perhatian khusus kepada bahasa sebagai subjek kenyataan kita. Filsafat
zaman sekarang disebut logosentrisme. Jika kita kembali kepada pembahasan
tentang sejarah filsafat Barat, tampak bahwa terdapat sangat banyak ukuran
pembagian yang dilakukan oleh masing-masing sarana. Salah satu pembagian yang
sederhana dalam mempelajari sejarah filsafat Barat diberikan oleh hamersma
(1990:35), yaitu (1) zaman kuno (600-400 SM); (2) zaman Patristik dan Skolastik
(400 SM-100M); (3) zaman mmodern (1500-1800); (4) zaman sekarang (setelah tahun
1800).
Dalam uraian tersebut, pembagian
Hamersma ini akan digunakan sebagai dasar. Hanya saja, sebutan untuk zaman Patristik
dan Skolastik disini akan dipecah menjadi dua. Zaman Patristik dimasuki sebgai
priode terakhir dari zaman kuno, sedangkan zaman Skolastik merupakan penjelasan
untuk priode Abad pertengahan. Kemudian untuk masa setelah tahun 1800 akan
dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) filsafat abad ke-19 dan; (2)
filsafat abad ke-20. Pada setiap abad-abad tersebut diuraikan secara singkat
beberapa aliran filsafat yang menonjol. Dengan demikian, sejarah filsafat Barat
dibedakan dalam priode-priode sebagai berikut:
1. Zaman
kuno (600 SM-400 M):
a.
Zaman Prasokrates
b.
Zaman Keemasan yunani
c.
Zaman Hellenisme
d.
Zaman Patristik
2. Abad
Pertengahan (400-1500)
3. Zaman
modern (1500-1800)
a.
Zaman Renaisance
b.
Zaman Barok
c.
Zaman Fajar Budi
d.
Zaman Romantik
4. Zaman
sekarang (setelah 1800), antara lain:
a.
Filsafat abad ke-19
1)
Positivisme
2)
Marxisme
3)
Pragmatisme
b.
Filsafat abad ke-20
1)
Neokantianisme
2)
Fenomenologi
3)
Eksistensialisme
4)
Strukturalisme
Sumber: Aburaera, Sukarno dkk.
2013. Filsafat Hukum: Teori dan Praktek.
Jakarta: Prenada Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar