Pendekatan Memahami Kemiskinan
Pendekatan Kultural
Tokoh
utama yang menggunakan pendekatan kultural adalah Oscar Lewis dengan konsep
cultural poverty. Lewis berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang
terjadi karena penderiataan ekonomi yang berlangsung lama.
Berdasarkan
penelitian pada beberapa kelompok etnis, Lewis menemukan bahwa kemiskinan
adalah salah satu subkultur masyarakat yang mempunyai kesamaan ciri antaretnis
satu dengan etnis yang lain. akar timbulnya budaya miskin tesebut menurut Lewis
adalah budaya kemiskinan yang dipakai oleh orang miskin untuk beradaptasi dan
bereaksi terhadap posisi mereka yang marginal yang memilki kelas-kelas dan
bersifat individualistis dan kapitalistis. Budaya kemiskinan adalah desain
kehidupan bagi orang miskin yang berisikan pemecahan bagi problema hidup
mereka, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Parsudi
Suparlan, 2005:5).
Untuk
menghilangkan budaya kemiskinan, Lewis menyarankan agar orang-orang miskin
bersatu dalam suatu organisasi. Sebagaimana Lewis, Oman Sukmana (2005:151)
mengatakan bahwa setiap gerakan, baik gerakan bersifat religius, pasif, ataupun
revolusioner yang mengoperasikan dan memberikan harapan bagi orang miskin dan
secara efektif mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama
dengan kelompok masyarakat yang lebih luas dapat menghancurkan sifat-sifat
utama yang merupakan ciri orang-orang dari budaya kemiskinan. Oleh karena itu,
untuk menanggulangi budaya miskin tersebut diprlukan lembaga yang memihak masyarakat
miskin.
Pendekatan Situasional
Charles
A. Valentine menggunakan asumsi yang berbeda dari asumsi Lewis. Ia mengatakan
bahwa mngubah keadaan orang-orang miskin ke arah yang lebih baik harus
dilakukan secara stimultan dalam tiga hal, yaitu penambahan resources
(kesempatan kerja, pendidikan, dan lain-lain), perubahan struktur sosial
masyaraka, perubahan di dalam subkultur masyarakat miskin. Sumber perubahan
yang paling mungkin dilakukan menurut pendapat Valemtine adalah gerakan-gerakan
sosial untuk menghidupakan kembali keyakinan atau rasa percaya diri para
kelompok miskin. Gerakan ini harus berasal dari dalam kelompok sehingga
hambatan-hambatan kultural yang merupakan ciri masyarakat miskin akan terkikis
(Oman Sukmana, 2005:152).
Pendekatan Interaksional
Menurut
Herbert J. Gans, perilaku dan ciri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin
meruapakn hasil intraksi antara faktor kebudayaan yang tertanam di dalam diri
orang miskin dan faktor situasi yang menekan. Gans berpendapat bahwa orang
miskin bersifat heterogen. Ia menolak anggapan bahwa kebudayaan bersifat
holistik yang elemenya hanya dapat berubah apabila semua sistem budaya berubah.
Menurutnya, pemecahan terakhir masalah kemiskinan terletak pada usaha untuk
mengetahui faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan
kesempatan yang tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinan menggunakan
kesempatan yang tersedia walaupun kesempatan tersebut mungkin bertentangan
dengan nila-nilai kebudayaan dalam sistem ekonomi, struktur kekuasaan, dan
norma-norma serta aspirasi kelompok orang kaya yang ikut memungkinkan timbulnya
kelompok orang miskin (Parsudi Suparlan, 2000:46).
Berdasarkan
ketiga pendekatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kendati kemiskinan melekat
pada individu atau perseorangan, bukan berarti merupakan tanggunga jawab
individu, melainkan harus menjadi pekerjaan seluruh komponen negara (bangsa)
atau stakeholders (seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga birokrat/aparat
pemerintah, lembaga swasta, dan sampai pada seluruh lapisan masyarakat).
kemiskinan termasuk kepada permasalahan sosial, tetapi hal-hal yang
menyebabkannya dan cara mengatasinya bergantung pada ideologi yang
dipergunakan.
Sumber:
Adon
Nasrullah Jamaludin.2015. soiologi
Perkotaan. Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar