Senin, 14 November 2016

Aliran Pendidikan



Aliran Pendidikan
Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulan ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “tabula rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembengan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut empvironmentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendiidkan kepada anak dan dapat diterima oleh anak sebgaia pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan kemampuan dasar dari anak sejak lahir diaggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun demikian penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandanga manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku.
Nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian tradition yang menekankan kemampua dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan bergantung pada pembawaan, Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “ yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik”. pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anaka didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme berasal darinkata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini mengatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunnyai pembawaan baik maka ia akan menjadi orang baik. pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat diubah dari kekuatan luar.
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secra fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak adalam menuju kedewasaan.
Naturalisme
Pandangan yang ada persamaanya dengan nativisme adalah aliran naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis JJ Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. JJ Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga kebaikan anank-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan adanya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuan-kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya. Pendidikan harus dijauhkan dalam segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kemabali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik. seperti diketahui, gagasan naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan sampai saat ini tidak terbukti malah terbukti sebaliknya: pendidikan makin lama makin diperlukan.
Konvergensi
Perintis aliran ini adalah Willian Stren (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan anak itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak belajar berbicara dalam bbahasa tertentu. lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahsa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris, dan sebaginya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan karena adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. 
sumber: Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2013. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar